Viral Kasus Wadas, Tony Rosyid: Ganjar Sulit Hapus Jejak Digital
Cibubur, Rasilnews – Akhir-akhir ini, semua media, baik media massa maupun media sosial ramai menyoroti kasus kekerasan aparat kepolisian terhadap warga yang menolak tambang batu andesit di Desa Wadas, Bener, Jawa Tengah (Jateng). Melihat hal itu, Pengamat Politik Tony Rosyid menilai Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo akan kesulitan menghapus jejak digital yang mengancam elektabilitasnya sebagai kandidat Presiden RI 2024.
“Kasus Wadas yang viral ini tentu punya konsekuensi politik tersendiri. Apapun yang dilakukan Ganjar untuk menutupi kasus ini, tapi kasus ini sudah terlanjur mencuat dan rakyat Indonesia banyak memberikan respon empati terhadap kasus Wadas. Maka Ganjar pasti akan cukup sulit menghapus jejak digital tentang ini, karena di awal ia mengatakan sudah sesuai dengan prosedur, lalu kemudian ia minta maaf, kan ini jadinya blunder,” ungkap Tony dalam Topik Berita Radio Silaturahim AM 720Khz pada Rabu (16/2) pagi.
Menurutnya, kasus Wadas ini mengubah persepsi publik tentang Ganjar. Padahal, kata Tony, Ganjar memiliki tim yang terorganisir dan sangat masif bergerak mem-branding personal Ganjar untuk Pilpres 2024 sebagai pemimpin yang merakyat.
“Kita tahu, Ganjar itu yang paling siap menaikkan elektabilitasnya di Pilpres 2024. Maksudnya dia memiliki tim yang terorganisir, kerja lebih dahulu, jauh lebih masif. Tapi kemudian kasus Wadas muncul, persepsi publik tentu memiliki perubahan,” ujar Tony.
Tony mengatakan, peristiwa Wadas ini merupakan pelajaran buat semua pihak terutama bagi para pemimpin untuk berhati-hati dengan suara rakyat dan hak-hak rakyat.
Selain itu, Tony menjelaskan bahwa semua pembangunan, baik di pusat maupun di daerah harus berorientasi untuk kesejahteraan masyarakat, serta perlu dilakukan dialog dan diskusi terhadap warga setempat.
“Pembangunan di daerah dan di pusat penting berorientasi untuk menambah kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Namun juga harus dimengerti pembangunan itu juga berhadapan dengan kepentingan dan kebutuhan manusia. Jangan sampai ada kontraproduktif, satu sisi untuk kepentingan bangsa dan rakyat tapi di sisi lain ada kepentingan rakyat yang tereduksi. Kalau memang terjadi, maka perlu dialog, diskusi, dan persuasi,” jelasnya.
Diketahui, insiden bentrok di Desa Wadas terjadi pada Selasa (8/2), ketika 250 aparat gabungan TNI dan Polri mendatangi Desa Wadas untuk mendampingi 70 petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Pertanian yang melaksanakan pengukuran tanah.
Adapun kegiatan pengukuran tanah itu berkaitan dengan pembebasan lahan untuk keperluan proyek pembangunan Bendungan Bener di wilayah tersebut.
Proyek tersebut membutuhkan pasokan batuan andesit untuk material pembangunan. Oleh pemerintah, kebutuhan batu andesit ini diambil dari Desa Wadas.
Sebagian warga setuju membebaskan lahan mereka, sebagian lainnya menolak. Warga menolak karena khawatir penambangan batu andesit berakibat pada rusaknya 28 sumber mata air Wadas.