SEORANG perawat warga negara Amerika Serikat yang baru-baru ini dievakuasi dari Gaza, membagikan pengalamannya yang menyentuh dan mendalam dengan masyarakat di Gaza, yang kini masih berada di bawah agresi Zionis Israel. Adalah Emily Callahan, manajer aktivitas perawat di Doctors Without Borders yang bertugas di Palestina ini mengambarkan para dokter dan perawat Palestina yang tetap tinggal di Jalur Gaza adalah pahlawan.
“Hati saya ada di Gaza, hati saya akan tetap berada di Gaza,” ujar Callahan dalam sebuah wawancara. “Orang-orang Palestina yang bekerja sama dengan saya, baik sebagai staf nasional di kantor maupun staf saya di Rumah Sakit Indonesia, adalah orang-orang yang paling luar biasa yang pernah saya temui dalam hidup saya,” katanya. Emily Callahan juga mengakui para tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit Indonesia di Gaza punya tekad dan hati teguh.
Callahan bekerja dengan Doctors Without Borders dan tinggal di Gaza selama 26 hari setelah konflik antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, meletus pada awal Oktober. Dia dievakuasi pekan lalu. Dia mengutip sebuah insiden di mana semuanya meledak, dan para petugas kesehatan mendapat pemberitahuan untuk dievakuasi ke Jalur Gaza selatan. Ia mengatakan bahwa ia mengirim pesan singkat kepada para perawat di Rumah Sakit Indonesia. “Kami kehilangan perawat di akhir pekan, dia terbunuh ketika ambulans di luar rumah sakit diledakkan.”
Callahan menceritakan bahwa dia menghubungi rekan-rekannya untuk menanyakan apakah ada orang yang bergerak ke arah selatan. Jawabannya adalah salah satu tekad yang teguh. “Ini adalah komunitas kami. Ini adalah keluarga kita. Ini adalah teman-teman kita. Jika mereka akan membunuh kita, kita akan mati untuk menyelamatkan sebanyak mungkin orang,” terangnya.
Menekankan dedikasi mereka, Callahan berkata, “Para dokter dan perawat tidak pergi karena kesetiaan kepada komunitas mereka. Saya ingin mengingatkan orang-orang bahwa mereka yang tetap tinggal adalah pahlawan, mereka tahu bahwa mereka akan mati, dan mereka memilih untuk tetap tinggal,” lanjutnya. Callahan mencatat rutinitas hariannya mengirim pesan kepada setiap rekannya di pagi hari dan sebelum tidur untuk mengetahui apakah mereka masih hidup.
Sudah lebih dari 10.350 warga Gaza terbunuh karena Bom Zionis Israel yang melancarkan serangan udara dan darat ke Jalur Gaza. Di tengah melonjaknya jumlah korban jiwa, kebutuhan dasar semakin menipis di Gaza setelah Israel memberlakukan pengepungan penuh terhadap daerah kantong tersebut yang menyebabkan pengiriman bantuan kemanusiaan nyaris terhenti. Dalam sebulan sejak perang dimulai, tidak lebih dari 500 truk tiba di Gaza. Di Gaza utara tempat Rumah Sakit Indonesia berada, ada tiga relawan warga negara Indonesia – Fikri, Reza dan Farid- yang memilih untuk tetap tinggal dan tidak dievakuasi demi membantu warga sipil di wilayah tersebut.
Tentang Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang mendapat tuduhan fitnah dari militer Zionis Israel sebagai tempat persembunyian militer Hamas adalah tidak benar. Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah fasilitas kesehatan yang “sepenuhnya untuk tujuan kemanusiaan.” Rumah sakit itu dibangun dengan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat Indonesia yang cinta dan peduli kepada rakyat Palestina.
Pada 27 Desember 2015, RS Indonesia di Gaza resmi dibuka dan beroperasi. Peresmiannya dilakukan secara simbolis di Jakarta, pada 9 Januari 2016. Setelah peresmian, operasional rumah sakit itu diserahkan kepada otoritas Palestina. Dari waktu ke waktu, sejumlah relawan asal Indonesia turut membantu kinerja para petugas medis di rumah sakit itu. Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah satu dari sedikit fasilitas kesehatan yang masih mampu melayani pasien saat jumlah korban serangan Zionis Israel terus bertambah setiap hari. Apalagi kondisi terakhir ini, para pekerja medis melayani pasien dengan jumlah yang jauh di batas kapasitas rumah sakit.
Mengapa dinamakan “Rumah Sakit Indonesia”? Seperti dilansir dari situs resmi MER-C, nama itu mengandung penegasan bahwa seluruh dana untuk mewujudkan Rumah Sakit tersebut berasal dari masyarakat Indonesia. Dengan nama itu pula, tersirat pesan bahwa Rumah Sakit ini merupakan sebuah simpul silaturahim jangka panjang antara rakyat Indonesia dan rakyat Palestina. Rumah Sakit Indonesia tersebut berdiri di atas lahan seluas 16.261 m persegi. Tanah ini merupakan wakaf dari Pemerintah Palestina di Gaza. Mulai dari ide, proses desain, hingga hal-hal teknis lainnya untuk membangun faskes tersebut menggunakan tangan para relawan Indonesia. Mereka memberikan sumbangsihnya tanpa berharap imbalan. Semua dilakukan sebagai bentuk jihad profesionalnya.
Wallāhu ‘Alam bis-shawāb