“Tajuk Rasil”
Selasa, 26 Sya’ban 1443 H/ 29 Maret 2022
Perang Rusia-Ukraina, Anda Pro Siapa?
Artikel Republika, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Banyak alasan yang bisa dikemukakan soal penyebab perang Rusia-Ukraina. Kini perang telah berlangsung lebih dari satu bulan dan belum ketahuan akhirnya. Hal menarik, sikap masyarakat di negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Indonesia dan negara Arab. Ada tiga sikap terkait perang Rusia-Ukraina: mendukung Rusia, memihak Ukraina, dan netral alias menolak perang.
Anehnya, sikap masyarakat Islam ini, dalam banyak hal tak terkait sebab musabab perang. Misalnya, tentang penjelasan Presiden Vladimir Putin yang menyerang Ukraina karena negara berpenduduk 44 juta jiwa itu ancaman bagi Rusia. Karena itu, ia menentang Ukraina bergabung dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Ia menuntut Ukraina netral dan melucuti senjatanya untuk memastikan bukan ancaman bagi Rusia. Putin pun menuntut ‘de-Nazifikasi’ di Ukraina.
Masyarakat Muslim mungkin juga tak peduli klaim Putin, bangsa Rusia dan Ukraina adalah ‘satu bangsa’. Menurut dia, negara Ukraina modern diciptakan komunis Rusia. ‘’Ukraina tak pernah punya tradisi kenegaraan asli,’’ sebut Putin dalam tulisan dirilis tahun lalu. Maksudnya mungkin, serangan Rusia ke Ukraina urusan internal. Sebaliknya, mereka barangkali tak tahu penjelasan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang menyebut serangan Rusia sebagai agresi. Zelenskyy, terpilih secara demokratis pada 2019. Menurut Zelenskyy, sebagai negara berdaulat, Ukraina bebas menentukan kebijakannya. Ia menolak didikte negara lain, termasuk Rusia.
Bahkan, mungkin masyarakat Muslim tak peduli resolusi Majelis Umum PBB (2 Maret 2022), yang menuntut Rusia mengakhiri invasinya di Ukraina. Dalam resolusi itu, 141 negara mendukung agar operasi militer Rusia di Ukraina segera diakhiri. Sebanyak lima negara — Rusia, Belarusia, Korea Utara, Eritrea, dan Suriah — menolak resolusi dan 35 negara memilih abstain, termasuk Cina dan tiga negara Arab — Irak, Sudan, dan Aljazair.
Mengutip Aljazirah dan al Sharq al Awsat, sikap masyarakat di negara berpenduduk mayoritas Muslim, lebih banyak ditentukan kepentingan dan catatan masa lalu, bagaimana Barat termasuk Ukraina dan Rusia memperlakukan negara Muslim. Misalnya terkait Afghanistan. Menurut kolumnis Timur Tengah, Mina al Araiby, mayoritas umat Islam memandang keberadaan pasukan Amerika Serikat dan sekutu Baratnya di Afghanistan selama 20 tahun sebagai penjajahan. Ketika Amerika Serikat dan sekutunya meninggalkan Afghanistan, mereka membiarkannya dalam kekacauan. Menurut statistik resmi, 42 persen rakyat Afghanistan menderita kemiskinan ekstrem, 20 persen miskin, sisanya menghadapi kesulitan sehari-hari.
Masyarakat Muslim pun belum lupa invasi Amerika Seriikat yang didukung sekutu Baratnya terhadap Irak pada 2003. Dalihnya, menghancurkan senjata pemusnah massal Presiden Saddam Hussein, yang hingga kini tak pernah terbukti kebenarannya. Irak telanjur hancur, sampai sekarang dalam kekacauan. Menurut sejumlah pengamat Timur Tengah, invasi untuk menghancurkan rezim Saddam. Kala itu, ia tokoh kuat di Timur Tengah yang dinilai bisa membahayakan kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya. Apalagi, Presiden Saddam berani melawan kehendak Amerika dan Barat. Bukan hanya di Afghanistan dan Irak. Amerika Serikat dan negara Barat dipandang berandil besar membuat kekacauan di beberapa negara Arab ketika muncul Arab Spring.
Dari semua itu, mungkin paling diingat umat Islam adalah sikap Amerika Serikat dan Barat atas penjajahan Israel terhadap Palestina. Amerika Serikat dan sekutunya menyebutnya konflik Israel-Palestina. Mereka selalu mendukung Israel meski melanggar hukum internasional. Dan terkait Ukraina, negara ini dinilai selalu mendukung Israel. Bahkan, dalam invasi Amerika Serikat ke Irak, mereka mengirim 1.650 personel militer untuk mendukung agresi.
Hal menarik lainnya, pandangan masyarakat Muslim terhadap Rusia dan presidennya, Putin. Rusia pernah menyerang Afghanistan, juga dalam menyokong Presiden Bashar Assad, rakyat Suriah menjadi korban serangan militer Rusia. Rusia pernah menyerang Chechnya yang berpenduduk Muslim. Kini serangan Rusia ke Ukraina sebenarnya tidak bisa dikatakan perang, tetapi invasi. Mirip Amerika Serikat ketika menginvasi Irak atau Afghanistan. Bagi yang memihak Ukraina, menilai negara ini terzalimi.
Anehnya, banyak orang Islam memihak Rusia dan Putin, salah satunya karena dianggap berani melawan hegemoni Amerika Serikat dan NATO. Selain pro dan kontra, baik terhadap Rusia maupun Ukraina plus Amerika Serikat dan NATO, ada yang netral. Mereka ingin perang segera dihentikan. Mereka berharap ada penengah antara Rusia dan Ukraina. Mereka jumlahnya jutaan yang tinggal ribuan kilometer dari Ukrania, dan merasakan dampak langsung dari perang hingga meja makan mereka.
Ukraina pemasok utama biji-bijian ke negara dari Afrika Utara, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara. Antara lain, gandum yang menjadi bahan baku roti, makanan pokok mereka. Sebanyak 30 hingga 40 persen gandum yang dibutuhkan negara Arab diimpor dari Ukrania. Sisanya, dari Rusia dan beberapa negara lain. Perang Rusia-Ukrania membuat harga roti melambung. Penduduk di negara ini ikut menderita akibat perang nun jauh di sana. Jadi Anda pro siapa, dalam perang Rusia-Ukraina? Namun, untuk diketahui, pemihakan Anda tak berpengaruh pada jalannya perang yang telah berlangsung lebih dari satu bulan.
Wallahu’alam Bishshowwab