Tajuk Rasil : Kemajuan Ekonomi di Era Umar bin Abdul Azis

Ilustrasi: Twitter

Rabu, 11 Jumadil Akhir 1444 H/ 4 Januari 2023

Perekonomian Indonesia memasuki tahun 2023 ini diprediksi beragam oleh berbagai kalangan. Pemerintah selalu memainkan retorika politik untuk menjelaskan kondisi sesungguhnya perekonomian negara. Pengamat dan pemerhati lebih banyak memberikan analisa negatif dan pesimis karena rekam jejak yang dilalui. Namun yang jelas, implikasi kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi serta problem lainnya tetap terpelihara subur dari tahun ke tahun. Pro-rakyat, pro-pertumbuhan, pro-kesejahteraan dan pro-lapangan kerja hanya janji penguasa yang sulit untuk di realisasi.

Perpu Cipta Kerja salah satu bukti bagaimana ekonomi berkeadilan untuk rakyat hanya ada di awang-awang. Jika kepentingan segelintir penguasa dan pengusaha yang dipelihara, maka selama itu pula kehidupan rakyat terpuruk dan makin lama ekonomi kerakyatan negeri ini bisa bangkit. Beberapa kalangan berpendapat, dengan kondisi ini maka sangat diperlukan adanya reformasi ekonomi. Dalam kaitan dengan reformasi ekonomi ini, di sepanjang sejarah Islam, terdapat sosok tokoh yang patut diteladani dalam melakukan reformasi ekonomi yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Umar bin Abdul Aziz merupakan Khalifah ke-8 dinasti Ummayah, berkuasa selama 29 bulan, memerintah wilayah seluas 15 juta km persegi, berpenduduk kurang lebih 62 juta jiwa (1/3 penduduk dunia pada waktu itu) yang menghasilkan nol mustahik. Dalam buku Ekonomi Islam 101, Chandra Natadipurba menyatakan bahwa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu pemerintahan yang telah menjalankan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh. Hal yang menarik adalah Umar bin Abdul Aziz diwarisi sebuah negara yang tidak sempurna dan bahkan dalam beberapa hal jauh dari Islam akibat penyelewengan yang dilakukan Khalifah Bani Ummayah sebelumnya. Sementara wilayah kekuasaannya itu setara degan 39 negara.

Bagaimana sistem ekonomi di era beliau sehingga bisa sehebat itu? Gambaran seberapa makmur masyarakat pada saat dipimpin oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana dijelaskan Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya ‘Sirah Umar bin Abdul Aziz’ hal. 59 yang meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, ”Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk mengumpulkan zakat ke Afrika. Setelah mengumpulkannya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya.”

Selanjutnya ada Abu Ubaid dalam ‘Al-Amwal’ hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Azis mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, ”Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang.” Umar memerintahkan,”Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya.” Abdul Hamid kembali menyurati Umar, ”Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang.” Umar memerintahkan lagi, “Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya.” Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar, ”Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang.” Akhirnya, Umar memberi pengarahan, ”Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.”

DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya “Umar bin Abdul Aziz: Ulama & Pemimpin yang Adil”, menuliskan delapan kebijakan ekonomi Umar bin Abdul Aziz. Diantaranya, 1) meningkatkan upah kaum buruh setara dengan setengah gaji para pejabat pemerintahan atau istana, 2) melarang gubernur menggunakan uang umat sebagai modal usaha pribadinya, 3) negara menanggung utang seseorang jika memang orang tersebut benar-benar terbukti tidak mampu membayar utang selama utangnya bukan untuk bermaksiat, 4) menganjurkan kebebasan berusaha dan tidak mencampuri harga-harga, 5) melarang menjual tanah kharaj, 6) meringankan pajak petani, 7) memerintahkan penghematan, 8) menetapkan gaji untuk para balita yang yatim karena orang tuanya gugur dalam peperangan.

Untuk menerapkan kebijakan diatas Khalifah Umar malakukan Redistribusi kekayaan negara yaitu dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Khalifah Umar telah menghemat belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar bin Abdul Azis memperbesar sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.

Kejayaan Ekonomi Islam di era Umar bin Abdul Aziz bisa tercipta bukan karena sistem ekonomi saja yang Islami. Melainkan karena beliau menegakkan syariah dengan menyeluruh, diterapkan dalam masyarakat Islam yang menjalankan Islam secara menyeluruh (kaffah) juga, baik di bidang ekonomi itu sendiri maupun di bidang politik, sosial, pendidikan, budaya, dan lainnya. Jika pemimpin itu baik, maka tidak ada kekhawatiran di dalam diri setiap rakyatnya, sehingga rakyat tidak perlu takut lapar lalu berebut mencari makan dengan cara haram karena pemimpinnya berlaku amanah dan adil diantara kebutuhan hajat hidup rakyatnya.

Wallahu ‘alam bisshawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *