“Tajuk Rasil”
Rabu, 10 Syawal 1443 H/ 11 Mei 2022
Promosi Homoseksual di Media Harus Dilarang!
Artikel Hidayatullah, oleh: Dr. Kholili Hasib
“LGBT itu harus diamputasi bukan ditoleransi”. Demikian pernyataan tegas KH. Cholil Nafis, Ketua bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia menanggapi promosi homoseksual di media. Kiyai Cholil menyesalkan ‘pasangan homoseksual’ Ragil Mahardika dan Frederik Vollert diundang dalam acara podcast Deddy Corbuzier dengan judul sangat profokatif “’Tutorial Jadi G4y di Indo!” yang telah ditonton jutaan orang (setelah dikritik berbagai pihak, akhirnya Deddy meminta maaf dan menurunkan video tersebut dari channel Youtubnya).
Kiyai Cholil menjelaskan, LGBT merupakan sebuah ketidaknormalan. Sudah sepatutnya hal itu jangan dibiarkan dengan dalih adanya toleransi. Keresahan ketua MUI ini harus diberi perhatian serius oleh semua elemen bangsa. Lebih-lebih Negara. Sebab acara podcast itu merupakan bentuk kampanye perzinahan sesama jenis ke sekian kalinya yang bersifat terbuka. Ormas-ormas Islam dan nasional harus memahami pernyataan ketua MUI itu agar disambut bahwa masalah perzinahan sesama jenis adalah persoalan besar bangsa ini. Tidak kalah seriusnya dengan masalah korupsi.
Pada Maret 2016 PCI NU (Pengurus Cabang Istimewa Nadlatul Ulama) Pakistan mengadakan bahsul masail terkait LGBT. Hasil bahsul masil ini menghasilkan rekomendasi bahwa LGBT bertentangan dengan agama, budaya, bahkan fitrah manusia itu sendiri sebagai makhluk yang diciptakan berpasang-pasangan dan bukan untuk menyukai sesama jenis. Rekomendasi penting dari PCI NU Pakistan itu adalah melarang dan menolak LGBT, baik propaganda serta segala aktivitasnya di Indonesia.
Dr. Adian Husaini tahun 2015 menerbitkan buku “LGBT di Indonesia Perkembangan dan Solusinya”. Diterbitkan INSISTS Jakarta. Dalam buku ini Adian Husaini telah mengingatkan, persoalan LGBT di Indonesia telah memasuki ranah sangat mengkhawatirkan. “Di masyarakat luas, promosi dan kampanye legalisasi homoseksual berlangsung sangat massif di berbagai media massa. Sebagai sebuah negeri Muslim terbesar, Indonesia menjadi ajang pertaruhan penting perguliran kasus ini. Anehnya, hampir tidak ada organisasi yang serius menanggapi masalah ini. Padahal, ibarat penyakit, masalah sudah semakin kronis, karena belum mendapatkan terapi serius”, tulis Adian Husaini.
MUI telah menerbitkan fatwa tentang LGBT tahun 2014. Fatwa bernomor No.57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay (homoseksual), Sodomi, dan Pencabulan ini penting diperhatikan. Pada poin ketentuan hukum, beberapa butir fatwa inti menjelaskan bahwa LGBT merupakan sebuah kejahatan yang menjijikkan (fahisyah). Ia adalah sebuah penyakit. Harus disembuhkan dengan serius. Bukan diberi jalan.
Dalam pandangan Islam, homoseks disebut liwath, termasuk dosa besar dan perbuatan kotor yang keluar dari fitrah suci. Ia juga merupakan kelainan. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda : “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, beliau sampaikan sampai tiga kali.” (HR: Ahmad).
Homoseks dan lesbian juga sesungguhnya dilarang oleh agama-agama besar. Kristen misalnya, Kitab Bibel mengutuk keras pelaku homoseks, karena dinilai perbuatan keji tidak manusiawi. Kitab Imamat 20:30 mengatakan: “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Dr. Dinar Dewi Kania, direktur CGS (Center for Gender Studies) menulis artikel bagus tentang LGBT di koran Republika pada Desember 2017. Ia menulis bahwa perilaku homoseksual merupakan tindakan yang tidak beradab karena menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Berdasarkan itu semua maka, sebaiknya pemerintah dengan menggandeng ormas-ormas. Baik ormas Islam maupun ormas nasional melakukan kampanye yang bersifat edukatif memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang bahaya LGBT. Mempermudah pernikahan anak-anak muda agar tidak tergoda menjadi LGBT. Bukan mempersulit pernikahan. Presiden harus turun tangan memberi solusi, jika perlu ini menjadi agenda nasional.
Lebih penting lagi menghentikan kampanye dan promosi LGBT atau homoseksual dengan segala bentuknya di media. Sementara para pemimpin ormas-ormas perlu melakukan pendekatan kepada pihak-pihak yang strategis agar bersama-sama mencegah kampanye perzinahan sesama jenis di media massa.
Wallahu a’lam bish shawab