Senin, 13 Rajab 1444 H/ 6 Februari 2023
Oleh: Mukhlas Syarkun, (Pendiri NU Cabang Istimewa Malaysia)
Sejumlah pihak terus menuduh Anies Baswedan dengan tuduhan yang bukan hanya tidak pas, tapi juga kurang pantas. Apalagi jika mengingat kita orang beragama dan orang Timur. Ada etika, ada pakem, ada sopan santun yang harusnya dijaga bersama.
Berbeda pendapat itu hal biasa. Namanya juga hidup di negara demokrasi. Tapi jangan sampai perbedaan itu membuat kita bermusuhan, terbelah, saling caci dan menfitnah satu sama lain. Ini jauh dari etika ketimuran kita. Perbedaan harus dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Yang sering dituduhkan kepada Anies itu radikalisme. Anies itu radikal, katanya. Serendah-rendahnya, Anies dituduh dapat dukungan dari kelompok radikal. Apa benar?
Pertama, Anies bukan seseorang yang punya rekam jejak radikal. Anies bukan bagian dari kelompok kanan. Orang sudah tahu semua soal ini. SMA pertukaran pelajar di Amerika, S2 dan S3 di Amerika, mendirikan Yayasan Indonesia Mengajar yang mengirim para guru ke pelosok-pelosok negeri, memimpin gerakan Indonesia Mengajar, jadi rektor Universitas Paramadina yang seringkali dikenal agak kiri, diamanahi jadi mendikbud, dan terakhir terpilih jadi Gubernur DKI lima tahun. Ini rekam jejak Anies yang mustahil dan mustahal dia sampai berpikiran kanan. Semua pasti tidak akan menunjukkan satu bukti sekalipun kalau Anies itu kelompok kanan.
Ada yang nuduh Anies Wahabi dan Syiah. Lah, Wahabi dan Syiah kan bermusuhan. Opini yang berkembang Saudi itu Wahabi, Iran itu Syiah. Mereka seperti musuh bebuyutan. Masa iya Anies itu Wahabi sekaligus Syiah. Ini kan mustahil bin mustahal.
Kedua, lurah, bupati, walikota, gubernur pasti pendukungnya macem-macam. Ada muslimat NU, ada Aisiyah, ada wanita pengajian, ada ulama, ada pemabuk, malah ada koruptor. Namanya juga banyak pendukung, pasti dari macam-macam kelompok dan karakter. Apa kemudian Anies mau bilang eh kamu pemabok, pencopet, Islam garis keras, jangan sampai mendukungnya. Kan tidak boleh begitu. Anies sedang cari pendukung. Entar kalau sudah jadi presiden, bagaimana tugas presiden adalah menyatukan semua kekuatan bangsa untuk secara bersama-sama membangun peradaban dan kemajuan.
Tidak peduli pendukungnya dari agama apa dan kelompok mana. Semuanya diajak kolaborasi membangun bangsa ini. Kolaborasi membangun NKRI. Kalau kita cinta NKRI, ya harus kompak dan bersedia membangun negeri berbendera merah putih.
Ketiga, Anies ini calon pemenang. Maka orang-orang baik, kelompok moderat dan moderen, khususnya warga Nahdhiyin, yang harus banyak merapat agar bisa ikut mewarnai kepemimpinan Anies nantinya. Anies harus dikawal oleh orang-orang baik. Anies harus dikawal oleh orang-orang yang moderat dan moderen. Orang-orang pintar di NU harus ikut mengawal Anies.
Tugas presiden itu tidak ringan. Begitu banyak masalah yang harus dibenahi. Anies akan butuh orang-orang di sekelilingnya yang bisa memberi masukan dan gagasan untuk membangun bangsa ini kedepan. Jangan biarkan Anies sendirian mengurus negeri ini. Harus kita, khususnya warga Nahdhiyin yang kiprahnya di negeri ini tidak diragukan lagi, baik pra kemerdekaan hingga mengisi kemerdekaan.
Warga NU punya karakter tawassuth. Warga NU itu moderat. NU selalu berada di samping pemimpin negara dan mendukung serta mendampingi setiap pemimpin negara mengurus negeri ini. Siapapun pemimpinnya, tokoh-tokoh NU pasti mendukung, mengawal, mengarahkan, dan ikut membantu membenahi bangsa ini. Tidak ada ceritanya NU itu oposisi selama pemimpin itu baik dan bekerja untuk negara.
Hubungan Anies dengan banyak tokoh NU itu sangat baik. Kita biasa dengar komentar-komentar para kiyai dan tokoh NU. Itu tandanya Kiai NU sangat dekat dengan Anies. Kalau Anies tidak dekat dengan tokoh-tokoh NU, beliau pasti tidak mengapresiasi Anies. Jangan mau diprovokasi oleh para politisi yang jelek-jelekin calon pemimpin. Siapapun calon pemimpin itu. Ya termasuk Anies. Kader NU itu tawassuth, moderat dan obyektif.
Wallahu A’lam Bish-shawab