Kamis, 11 Rajab 1444 H/ 2 Februari 2023
Oleh: Mamuri Santoso, Alumnus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang
Tanggal 31 Januari 2023 lalu Nahdlatul Ulama (NU) genap berusia 97 tahun. Hal ini bila didasarkan pada hitungan tahun Masehi karena NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Sedangkan bila didasarkan pada kalender hijriyah, NU akan menginjak usia satu abad karena jam’iyah ini didirikan pada 16 Rajab 1344 H.
Tidak banyak organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang mampu bertahan, tumbuh, dan berkembang seperti NU. Sejumlah tantangan dan tugas-tugas besar menanti NU memasuki abad kedua. Sebagai organisasi yang kaya akan pengalaman sejarah karena turut membidani lahirnya republik, NU tentu akan selalu konsisten menjadi jangkar keindonesiaan dan simpul kemajemukan di negeri ini. Bangsa ini perlu terus dirawat dan dijaga dari munculnya praktik dalam beragama yang hanya didasari dengan fanatisme buta.
Spirit ajaran agama semestinya mendorong pada upaya-upaya menguatkan persaudaraan, perdamaian, serta menjunjung tinggi semangat persatuan. NU di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tentu akan semakin menguatkan perannya mendorong agar semua pihak di negeri ini dapat selalu menjunjung tinggi semangat toleransi. Dengan semangat persaudaraan dan toleransi, kita akan lebih mudah memberikan kontribusi dalam membangun negeri ini. Dengan jumlah warga NU saat ini mencapai 59,2% dari seluruh jumlah penduduk muslim di Indonesia, tentu saja merupakan modal sosial ekonomi yang cukup besar bagi NU untuk dapat menjadi lokomotif kesejahteraan bangsa.
Dengan ditopang sumber daya manusia (SDM) milenial dan bonus demografi, NU diharapkan bisa lebih adaptif dengan perkembangan zaman, sehingga hadirnya teknologi informasi menjadi berkah bagi warga NU dan bangsa untuk menunjang kemajuan di berbagai sektor kehidupan. Di bawah kepemimpinan Gus Yahya program-program NU terus didesain lebih fresh sehingga bisa lebih diterima oleh nahdliyin muda (milenial). Hal ini karena tantangan setiap zaman yang berbeda. Perlu strategi dan pendekatan yang berbeda pula dalam melaksanakan tugas-tugas besar NU.
Kini memasuki abad kedua, lebih-lebih menjelang tahun-tahun politik, konsistensi dalam menjaga khittah juga mesti selalu dipegang oleh NU dengan segenap jajaran kepengurusannya di semua tingkatan. NU tidak perlu tergoda masuk pada ranah politik praktis. NU tidak kemana-mana, namun ada dimana-mana. NU perlu istiqamah pada ranah politik kebangsaan, sehingga apa yang diperjuangkan NU selalu dalam konteks kepentingan umat, bangsa, dan negara. Bukan demi kepentingan individu, kelompok, maupun golongan.
NU perlu menjaga konsistensi menjadi payung besar yang menaungi setiap kelompok yang berbeda-beda, termasuk dalam hal pandangan politiknya. Warga NU tentu akan selalu mendukung komitmen pimpinan untuk tidak membawa NU pada ranah politik praktis. Kader NU diperbolehkan mengikuti kontestasi politik sebagai hak konstitusional warga negara, dengan catatan tidak membawa-bawa NU secara institusional. Sebuah prinsip istiqamah dalam menjaga spirit khittah jamiyyah.
Dengan reputasi Gus Yahya di berbagai forum internasional, NU diharapkan dapat berbuat banyak di kancah internasional dalam upaya turut berkontribusi membangun peradaban dan perdamaian dunia. Sebuah tatanan dunia yang dilandasi dengan sikap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta semangat perdamaian. NU diharapkan terus menjadi pelopor dalam mendorong terciptanya perdamaian dunia. Konflik kemanusiaan, apalagi peperangan pada dasarnya hanya akan merugikan semua pihak serta akan menghambat kemajuan umat manusia dalam upaya membangun sebuah peradaban.
Praktik beragama ala NU dengan corak khas Indonesia yang moderat dan toleran merupakan modal berharga bagi bangsa ini untuk selalu menyampaikan pesan kepada dunia bahwa nilai-nilai ajaran setiap agama idealnya dapat selaras dengan semangat persaudaraan, perdamaian, dan kemajuan zaman. NU berada pada posisi mendorong setiap pemeluk agama dapat lebih menekankan arti penting ilmu pengetahuan dan perdamaian. Dengan fokus pada upaya peningkatan ilmu pengetahuan, penguatan SDM, dan pemahaman agama yang moderat maka kita akan dapat berbuat banyak dalam memberikan sumbangsih bagi kemajuan peradaban dunia.
Dalam konteks global, NU diharapkan dapat turut andil secara riil dalam berbagai diskursus isu-isu global seperti perubahan iklim, global warming, krisis energi, isu pangan, digitalisasi ekonomi, serta isu-isu lainnya. Dengan demikian berkah NU dapat terus dirasakan oleh umat, bangsa, serta kemajuan peradaban dunia. Sebuah mandat peradaban untuk dapat ikut serta mewujudkan tatanan dunia yang aman dan damai dengan selalu menghargai nilai-nilai kemanusiaan secara universal. Hal ini merupakan cara NU dalam mengaplikasikan konsep beragama yang rahmatan lil alamin.
Wallahu A’lam Bish-shawab