“Tajuk Rasil”
Rabu, 15 Dzulqoidah 1443 H/ 15 Juni 2022
Rakyat Menjerit, Kekuasaan Menyibukkan Para Elit
Persaingan kandidat capres mulai terasa tajam dan cenderung keras, bahkan tak jarang di antara para pendukung capres sudah saling serang dan menjatuhkan. Terutama pendukung capres yang tidak ada prestasi kecuali hanya pencitraan. Partai politik pun sibuk menyiapkan kader terbaik sembari melirik, menakar dan menimbang tokoh-tokoh terkenal yang mungkin saja akan diusung. Padahal, pilpres nya masih cukup jauh.
Namun demikian, demi memenangkan pertarungan di Pilpres 2024, banyak pejabat dan politisi sudah mulai tampak sibuk bermanuver. Demikian juga sejumlah partai politik, aktif melakukan konsolidasi sejak dini. Muncul, misalnya, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Di dalamnya tergabung Partai Golkar, PAN, dan PPP. KIB dibentuk tentu untuk kepentingan Pilpres 2024. Lalu ada sejumlah nama yang muncul atau dimunculkan sebagai calon presiden. Ada Puan dan Ganjar dari PDIP. Ada Airlangga Hartarto dari Golkar. Ada Prabowo dari Gerindra. Ada AHY dari Demokrat. Ada Cak Imin dari PKB.
Di sisi lain, banyak yang menghendaki Jokowi dari PDIP menjadi presiden tiga periode. Meski banyak ditentang berbagai kalangan, Menko Luhut dan sejumlah pihak sempat bermanuver untuk memuluskan hasrat Jokowi tiga periode ini. Tak ketinggalan Menteri Erick Thohir yang diduga juga berambisi menjadi presiden. Dalam hiruk pikuk seperti itu, muncul secara organik (suara rakyat) yang meneriakkan Anies Baswedan dari nonpartai.
Tampak jelas nafsu Sebagian besar elite politik untuk berkuasa atau mempertahankan kekuasaan begitu menggebu. Tidak lagi malu-malu. Terang-terangan. Tidak lagi bisa disembunyikan. Seolah tidak peduli lagi etika berpolitik. Semua pejabat, politisi, dan parpol sibuk fokus memikirkan Pilpres 2024 yang masih jauh. Seolah-olah tidak ada satu pun penguasa, pejabat, politisi, dan parpol yang fokus mengurus rakyat. Padahal saat ini justru rakyat sedang banyak dirundung masalah. Terutama masalah ekonomi.
Meski pandemi Covid-19 telah berakhir, rakyat kebanyakan masih terpuruk secara ekonomi. Di sisi lain, pemerintah seolah tak peduli. Buktinya, menyusul kenaikan harga Pertamax yang gila-gilaan, ada rencana pemerintah untuk menaikkan harga Pertalite. Pemerintah juga telah menaikkan kembali tarif dasar listrik dan berencana terhadap gas juga. Yang sudah pasti dan sudah berlaku, pemerintah telah menaikkan PPN menjadi 11%. Akibatnya, harga-harga barang pun otomatis naik. Belum lagi harga minyak goreng yang sulit sekali Kembali ke harga normal. Selama berbulan-bulan sampai saat ini, harga minyak goreng tetap mahal. Tidak mengalami penurunan sama sekali, sesuai janji Presiden Jokowi.
Di sisi lain, selama pandemi, jumlah kekayaan para pejabat banyak yang meningkat, justru di tengah sejumlah BUMN yang bermasalah. Ada yang terlilit utang puluhan triliun, seperti PLN, Garuda, dan lain-lain. Ada yang mengalami kerugian ratusan triliun, seperti Pertamina. Pada saat yang sama, korupsi makin tidak terkendali. Sekadar contoh, ada kasus korupsi Asabri, Jiwasraya, dan Bansos dengan angka puluhan triliun rupiah yang belum tuntas penanganannya. Ironisnya, banyak koruptor yang tak segera ditangkap dan diadili. Kalaupun ada yang diadili dan dihukum, hukumannya ringan. Bahkan yang terbaru ini ada koruptor kakap dengan mudahnya dibebaskan.
Demikianlah, kekuasaan benar-benar telah menimbulkan fitnah. Banyak orang berlomba-lomba meraih dan atau mempertahankan kekuasaan. Segala cara digunakan dengan tidak peduli halal dan haram. Saat berkuasa atau memegang jabatan, kekuasaan dan jabatan itu pun dijalankan tidak dengan amanah. Kekuasaan lebih banyak dijadikan alat untuk kepentingan sendiri dan golongan. Sebaliknya, kepentingan dan kemaslahatan rakyat sering diabaikan dan ditinggalkan.
Nah sekarang tergantung kepada kita semua, kalau kita ingin Indonesia adil dan sejahtera, damai dan bersatu, maka pilihannya tentu pada calon yang jelas cinta NKRI dan tidak berpihak pada kepentingan oligarki. Dan yang paling terpenting adalah sosok yang Amanah. Allah SWT berfirman dalam Quran Surah An-Nisa ayat 58, “Sungguh Allah menyuruh kalian memberikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, juga (menyuruh kalian) jika menetapkan hukum di antara manusia agar kalian berlaku adil.”
Dari ayat ini, sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah SWT. Ia juga berusaha dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan kemunkaran merajalela, kemudaratan di berbagai bidang dan perpecahan melanda. Ia tidak akan bertentangan dengan agama dan Ia pun tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada Islam, kaum muslim dan kemanusiaan.
Wallahu a’lam bish shawab