Jakarta, Rasilnews – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan solusi menghapus tindak kekerasan adalah dengan mengimplementasikan nilai kasih sayang dalam Islam. Ini selaras pula dengan sifat yang Allah SWT miliki yaitu Rahman dan Rahim.
Hal tersebut disampaikannya dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama (KAUB) bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) RI. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Grand Sahid Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023).
“Belakangan kita mencemaskan tentang kasus kekerasan yang terjadi dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Tindakan tersebut juga tak jarang mengakibatkan kematian,” ungkapnya membuka seminar tersebut, dikutip Rasilnews dari situs resmi MUI, Rabu (30/8/2023).
Amirsyah menjelaskan, Allah SWT telah mengajarkan manusia untuk berkasih sayang antarsesama. Sifat Allah SWT yang Rahman dan Rahim sejatinya agar manusia mengimplementasikan dalam hidup mereka kepada sesama.
Kendati demikian, faktanya kekerasan dan tindak perdagangan orang masih kerap terjadi. Hal ini tentu menjadi keresahan bersama, yang berarti sifat kasih sayang yang Allah SWT ajarkan belum menjadi budaya yang manusia praktikkan seutuhnya.
“Tindak kekerasan tidak hanya sebatas perbuatan fisik saja, tetapi juga melalui verbal kekerasan sering terjadi. Ini tidak boleh kita anggap sepele,” tegasnya.
Sekjen MUI juga mengingatkan terdapat dua upaya yang harus dilakukan secara kolektif baik untuk masyarakat maupun pemerintah. Pertama, kembali pada jati diri sebagai umat beragama yang penuh dengan kasih sayang. Kedua, menyambung tali silaturahim dengan sesama.
“Silaturahim memiliki banyak keutamaan. Bukan sekadar menyambun tali persaudaraan, melainkan juga saling memupuk kasih sayang antarsesama. Pada akhirnya silaturahim akan membentuk kesadaran kolektif untuk menghapus tindak kekerasan,” paparnya.
Terakhir, Buya Amirsyah berpesan kepada umat Islam di Indonesia untuk bersama-sama mencegah adanya tindak kekerasan dan perdagangan orang. Seluruh elemen masyarakat dan Pemerintah harus bersinergi menciptakan gerakan kolektif melawan kasus-kasus tersebut.
Berdasarkan data pengaduan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2022, menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan (2.228 kasus/38.21%) diikuti kekerasan psikis (2.083 kasus/35,72%). Sedangkan data dari lembaga layanan didominasi oleh kekerasan dalam bentuk fisik (6.001 kasus/38.8%), diikuti dengan kekerasan seksual (4102 kasus/26.52%%).
Jika dilihat lebih terperinci pada data pengaduan ke Komnas Perempuan di ranah publik, kekerasan seksual selalu yang tertinggi (1.127 kasus), sementara di ranah personal yang terbanyak kekerasan psikis (1.494). Berbeda dengan lembaga layanan, data tahun 2022 ini menunjukkan bahwa di ranah publik dan personal yang paling banyak berbentuk fisik.***