Seminar SD SIS : Pubertas Anak Spesial, Perlunya Support System Guru, Orang Tua dan Sekolah

Cibubur, Rasilnews — Antusiasme para guru Sekolah Dasar Silaturahim (SD SIS) yang berpartisipasi dalam kegiatan Seminar dengan tema “Pubertas Anak Spesial” begitu tinggi. Para guru, yang dikenal sebagai super teacher di sekolah tersebut, menunjukkan minat yang tinggi tidak hanya dalam memahami teori, tetapi juga dalam mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan ke dalam praktik sehari-hari.

“Saya benar-benar tidak menyangka bahwa para guru di SD Silaturahim Islamic School (SD SIS) ini sangat bersemangat dalam menyelesaikan kasus peranak. Mereka tidak hanya ingin memahami teorinya saja, tetapi juga sangat ingin tahu bagaimana cara mengaplikasikannya,” ujar Alian Hermawuti, Amd. OTS Psi yang memiliki pengalaman selama 33 tahun dalam mendampingi adiknya yang juga seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Dirinya mengungkapkan bahwa seminar kali ini lebih dari sekadar berbagi ilmu; itu adalah ajang bercerita, di mana para peserta saling berbagi pengalaman mereka masing-masing. “Dari cerita-cerita tersebut, ditemukan kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk mendukung adik-adik ABK di sekolah Silaturahim,” ungkapnya.

Di antara berbagai tantangan yang dihadapi, menurut Alian, salah satu yang sering muncul adalah pubertas dini pada anak-anak berkebutuhan khusus. “Di usia remaja, anak-anak berkebutuhan khusus kadang mengalami pubertas lebih awal, bahkan ada yang mulai pada usia 7 tahun. Faktor lingkungan, tontonan, atau hormonal sering kali mempengaruhi ini,” jelasnya. Pubertas dini ini kerap menimbulkan ketidaknyamanan di lingkungan sekitar, sehingga diperlukan support system yang kuat untuk membantu mengelola perilaku anak-anak tersebut.

Contoh perilaku yang sering ditemukan antara lain adalah anak membuka celana di depan umum, menggesek-gesekkan alat kelamin di lantai atau tembok, serta emosi yang fluktuatif. Untuk menangani masalah ini, para guru bersama narasumber sepakat bahwa modifikasi lingkungan dan support system sangat penting. “Jika dirasa perlu dukungan psikiater, maka kita akan mengarahkannya ke psikiater. Namun, jika modifikasi lingkungan sudah cukup, kita akan fokus pada hal itu,” tegasnya.

Dalam salah satu contoh kasus yang dibahas, misalnya seorang anak ABK menunjukkan perilaku memeluk temannya terlalu erat, yang mengganggu kenyamanan di kelas. Solusi yang diusulkan adalah memodifikasi perilaku tersebut dengan mengajarkan anak untuk memberi tos atau sapaan lain yang lebih sesuai. “Konsistensi antara guru, orang tua, dan lingkungan sangat penting. Insya Allah, dengan modifikasi perilaku yang konsisten, akan ada perubahan yang positif,” tambahnya.

Selain itu, topik seksualitas juga diangkat sebagai salah satu tantangan besar bagi orang tua, sekolah, dan support system. “Topik seksualitas sering kali menjadi hal yang tidak nyaman untuk dibicarakan secara terbuka antara orang tua dan anak,” ujarnya. Dalam situasi seperti ini, penting bagi orang tua untuk pintar memilih komunitas yang tepat bagi anak-anak mereka, serta menciptakan atmosfer yang mendukung pertumbuhan dan kematangan anak.

Sebagai contoh keberhasilan, narasumber menyebutkan kisah adiknya Mughniy Arnita, seorang penderita cerebral palsy dengan IQ 83, yang berhasil meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Surakarta. “Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan potensi mereka adalah hadiah terbaik yang bisa kita berikan,” katanya.

Di akhir acara, narasumber menyampaikan harapan agar adik-adik ABK dapat tumbuh dengan baik dan mendapatkan kesempatan pendidikan yang semakin luas. “Semoga ke depannya, bukan hanya kampus-kampus tertentu yang membuka jalur bagi difabel, tetapi juga ada tempat kerja yang lebih membuka diri bagi adik-adik difabel,” tutupnya dengan penuh harap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *