Jumat, 16 Zulqaidah 1445 H/ 24 Mei 2024
Diriwayatkan, di suatu hari, Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu bergegas bangun untuk mengerjakan shalat Shubuh berjamaah di masjid bersama Rasulullah ﷺ. Tentu saja biasanya Rasulullah sudah berada di sana. Rasanya, hampir tidak pernah Rasulullah keduluan orang lain dalam berbuat kebaikan, terlebih Shalat berjamaah di masjid. Karena memang inilah aktivitas yang sempurna untuk memulai hari, dan bertahun-tahun lamanya Ali bin Abi Thalib sudah sangat terbiasa.
Langit masih gelap, cuaca masihlah dingin dan jalanan masih pula diselimuti kabut pagi yang turun bersama embun. Sayyidina Ali melangkahkan kakinya tergesa-gesa menuju masjid. Dari kejauhan, lamat-lamat sudah terdengar suara Bilal bin Rabah memanggil-manggil dengan adzannya yang berkumandang merdu ke segenap penjuru dan sudut-sudut kota Madinah. Namun, belumlah begitu banyak langkahnya di jalan setapak menuju masjid yang jaraknya masih cukup jauh, ternyata di hadapannya ada sesosok tubuh. Sayyidina Ali mengenalinya sebagai seorang kakek tua yang beragama Yahudi. Kakek tua itu melangkahkan kakinya teramat pelan sekali. Itu mungkin karena usianya yang telah lanjut. Tampak sekali ia sangat berhati-hati dan tergopoh-gopoh menyusuri jalan.
Sayyidina Ali sebenarnya sangat tergesa-gesa. Ia tidak ingin ketinggalan mengerjakan shalat tahyatul masjid dan qabliyah Shubuh sebelum bersama Rasulullah ﷺ dan para sahabat lainnya melaksanakan shalat berjamaah. Namun Sayyidina Ali faham benar bahwa Rasulullah ﷺ mengajarkan supaya setiap umat Muslim menghormati orang tua. Siapapun itu dan apapun agamanya. Maka, sayyidina Ali pun terpaksa berjalan di belakang kakek itu. Tapi apa daya, si Kakek berjalan amat lamban. Kakek itu lemah sekali, dan sayyidina Ali tidak sampai hati untuk mendahuluinya. Ia khawatir kalau-kalau kakek Yahudi tersebut terjatuh atau kena celaka.
Setelah sekian lamanya berjalan, akhirnya waktu mendekati masjid, langit sudah hampir kuning. Cuacanya pun perlahan-lahan sudah terasa hangat. Kakek itu melanjutkan perjalanannya, melewati masjid dan tidak masuk ke dalamnya sebab tempat ibadah agama Yahudi adalah di Sinagog. Ketika sayyidina Ali memasuki Masjid, Ia menyangka shalat Shubuh berjamaah sudah usai. Sayyidina Ali bergegas, tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya, Ia terkejut sekali bercampur gembira. Nabi dan para sahabat masih rukuk pada rakaat yang kedua. Ini berarti sayyidina Ali pun masih punya kesempatan untuk memperoleh shalat berjamaah. Jika masih bisa menjalankan rukuk bersama, berarti masih kebagian satu rakat.
Sesudah Rasulullah ﷺ mengakhiri shalatnya dengan salam, lalu melakukan dzikir bersama-sama dan selesai berdoa, sayyidina Umar bin Khattab yang memang merasa aneh dengan kejadian tersebut memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah ﷺ. Ia pun menghampiri Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa hari ini shalat Shubuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?” Rasulullah ﷺ mengerutkan keningnya, “Kenapakah, ya Umar? Apa yang berbeda?” tanya Rasulullah ﷺ. “Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanya engkau rukuk dalam rakaat yang kedua tidak sepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau rukuk lama sekali, ada apakah gerangan?” Rasulullah ﷺ kembali menggelengkan kepalanya beberapa kali. “Aku juga tidak tahu. Hanya tadi, pada saat aku sedang rukuk dalam rakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba saja turun lalu menekan punggungku sehingga aku tidak dapat bangun iktidal. Dan itu berlangsung lama.”
Sayyidina Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuat seperti itu, ya Rasulullah?” Nabi kembali menggeleng ramah seraya berkata, “Aku juga belum tahu gerangan. Jibril belum menceritakannya kepadaku.”
Dengan izin Allah, beberapa waktu kemudian Malaikat Jibril pun turun. Ia berkata kepada Nabi; “Ya Muhammad, aku tadi diperintahkan oleh Allah untuk menekan punggungmu dalam rakaat yang kedua. Sengaja agar Ali mendapatkan kesempatan shalat berjamaah denganmu, karena Allah sangat suka kepadanya bahwa ia telah menjalani ajaran agamaNya secara bertanggung jawab. Ali menghormati seorang kakek tua Yahudi. Dari penghormatannya itu sampai ia terpaksa berjalan pelan sekali. Jika punggungmu tidak kutekan tadi, pasti Ali akan terlambat dan tidak akan memperoleh peluang untuk mengerjakan shalat Shubuh berjamaah denganmu hari ini.”
Mendengar penjelasan Jibril demikian, mengertilah kini Rasulullah ﷺ. Beliau sangat menyukai perbuatan sayyidina Ali, karena apa yang dilakukannya itu tentunya menunjukkan betapa tinggi penghormatan umat Islam kepada orang lain. Satu hal lagi, bahwa sayyidina Ali tidak pernah ingin sengaja terlambat atau meninggalkan amalan sholat Subuh berjamaah. Rasulullah ﷺ pun menjelaskan hal itu kepada para Sahabat untuk dijadikan Ibroh dalam menjalankan ajaran Islam yang mulia.
Wallahu ‘Alam Bishawwab