Rumah Ibadah Ramah Anak, Dr. Hamid Patilima : Sinergi Masyarakat, DKM dan Pemerintah

Cibubur, Rasilnews – Dr. Hamid Patilima seorang Tenaga Ahli dan Konsultan Bidang Anak menyampaikan gagasan penting terkait Rumah Ibadah Ramah Anak, khususnya masjid yang mengakomodasi kebutuhan anak-anak berdasarkan Konvensi Hak Anak. Gagasan ini mengundang perhatian para pengelola rumah ibadah dan masyarakat luas. “Apa poinnya sebetulnya Bunda Nuning dan Ayahanda di rumah? Lembaga yang diharapkan oleh orang tua dan masyarakat ini harus mampu memastikan bahwa anak-anak dapat beraktivitas di rumah ibadah dengan nyaman dan aman,” ujarnya. Dirinya menyampaikan hal ini dalam program Perlindungan Anak yang hadir setiap hari Senin dan ditayangkan di Radio Silaturahim.

Dia menekankan, rumah ibadah, termasuk masjid, seharusnya memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tidak hanya mengenal Penciptanya tetapi juga merasakan rasa aman dan terlindungi. “Di rumah ibadah, selain mereka bisa mengenal siapa yang menciptakan mereka, yang memberi mereka napas, dan rezeki, mereka juga harus merasa aman, nyaman, dan terlindungi,” jelasnya.

Mengacu pada pengalamannya diundang oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Bontang, Kalimantan Timur, Dr. Hamid memperkenalkan konsep dasar tentang bagaimana idealnya sebuah masjid ramah anak berfungsi. “Ada dua substansi penting yang perlu diketahui para pengelola masjid atau rumah ibadah lainnya terkait prinsip-prinsip ini,” katanya. Prinsip-prinsip tersebut mencakup nondiskriminasi dan kepentingan terbaik bagi anak.

Dalam hal nondiskriminasi, Dr. Hamid menjelaskan bahwa masjid harus memperhatikan aksesibilitas bagi kelompok disabilitas sebagai tanda penerapan prinsip ini. “Lihat saja di Masjid Istiqlal, mereka sudah menyediakan parkir khusus untuk disabilitas, jalur kursi roda, serta toilet disabilitas. Ini adalah tanda nyata penerapan nondiskriminasi,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menggarisbawahi bahwa perhatian terhadap kelompok disabilitas di masjid adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang inklusif. Jika prinsip nondiskriminasi ini diterapkan dengan baik, maka keramahan terhadap anak-anak dan kelompok rentan lainnya akan lebih terjamin.

Dr. Hamid juga menekankan prinsip kedua, yakni memastikan kepentingan terbaik bagi anak. “Banyak masjid saat ini sudah memiliki taman pengajian Alquran yang memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak agar mereka bisa membaca Alquran dengan baik,” tuturnya. Namun, pengelola masjid harus lebih peduli dengan metode pengajaran agar tidak membentak anak-anak. “Kepentingan terbaik bagi anak termasuk juga pendekatan yang santun dan mendidik, bukan dengan marah-marah,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dr. Hamid menyoroti pentingnya menghargai kelangsungan hidup dan martabat anak-anak sebagai manusia. “Anak-anak adalah manusia yang memiliki harkat dan martabat, dan mereka harus selalu dihormati,” ungkapnya. Dia menekankan bahwa cara orang dewasa memperlakukan anak-anak akan mencerminkan bagaimana anak-anak menghormati orang di sekitarnya. “Jika kita menghormati mereka, Insya Allah mereka juga akan menghormati siapa pun di sekitar mereka.”

Prinsip keempat yang disampaikan Dr. Hamid adalah pentingnya mendengarkan pandangan anak-anak saat membuat kebijakan atau peraturan terkait rumah ibadah. Dia merujuk pada pasal 24 dan pasal 72 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa anak-anak harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan lingkungan ibadah mereka. “Jika kita membuat peraturan untuk masjid, tanyakan dulu kepada anak-anak, karena mereka akan lebih lama memanfaatkan masjid dibandingkan kita,” kata Dr. Hamid.

Dalam program tersebut, Dr. Hamid menekankan bahwa peran takmir masjid sangat penting dalam memastikan prinsip-prinsip tersebut berjalan. Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk mulai bergerak bersama menciptakan rumah ibadah yang ramah anak. “Harapan kita adalah masjid atau rumah ibadah lainnya menjadi tempat yang tidak hanya ramah bagi disabilitas tetapi juga ramah bagi anak-anak,” pungkasnya.

Gagasan Dr. Hamid Patilima tentang masjid ramah anak menawarkan pandangan baru tentang bagaimana institusi keagamaan dapat mendukung tumbuh kembang anak secara holistik. Dengan mengadopsi prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghormatan terhadap martabat anak, serta keterlibatan anak dalam pengambilan keputusan, diharapkan masjid-masjid di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih inklusif dan mendukung bagi generasi muda.

Dr. Hamid menyatakan optimisme bahwa dengan sinergi antara pengelola masjid, masyarakat, dan pemerintah, konsep masjid ramah anak ini bukan hanya wacana tetapi dapat menjadi kenyataan di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *