Bekasi, Rasilnews – Pengamat Politik, Rocky Gerung meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memfasilitasi perbedebatan intelektual antara bakal calon presiden (bacapres) di kampus-kampus agar para bacapres tersebut tidak viral hanya sebatas karena konten-konten lucu yang mereka buat di media sosial.
Menurut Rocky, nama-nama bacapres yang kerap kali diperbincangkan seharusnya sudah dipersilakan memperdebatkan gagasan masing-masing di wilayah pendidikan. Bukan harus menunggu jadwal Debat Pilpres 2024.
“Semestinya KPU dari awal fasilitasi perdebatan-perdebatan bakal calon presiden ini–kendati belum ada wakilnya– di kampus supaya viralnya datang dari wilayah yang punya metodologi. Kalau viral hanya karena kelucuan kan enggak ada gunanya bagi pendidikan politik. Saya mau salahkan KPU karena KPU tidak menjadi public educated,” ujar Rocky dalam acara Indonesia Leaders Talk (ILT) di kanal YouTube Rasil TV, Jumat (16/6/2023) malam.
Sebagaimana diketahui, tiga nama bacapres yang seringkali muncul dalam survey ialah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Dari survey capres 2024 yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Mei 2023, menunjukkan Ganjar Pranowo merajai media sosial Instagram dan TikTok.
Rocky menilai, viralnya nama bacapres di media sosial seharusnya disebabkan karena ide-idenya yang mengandung substansi bukan sensasi belaka.
“Sekonyol apa pun ide itu kalau dia diviralkan hanya demi sensasi tanpa substansi itu enggak ada gunanya. Tidak bisa kita pakai sebagai acuan untuk memilih nanti,” ucapnya dalam program acara yang tayang setiap malam Kamis itu.
“Problem kita selalu ada di dalam sifat teknis dari pemilu ini padahal pemilih punya perspektif lain yaitu perspektif etis,” sambung Rocky. Ia mengatakan, perspektif pedagogis (bersifat mendidik) juga menjadi tolak ukur masyarakat untuk memilih calon presiden.
“Bukan sekadar demagogis (penghasutan). Itu yang sering kali dilupakan atau memang diabaikan karena yang diukur cuma elektabilitas padahal elektabilitas tanpa intelektualitas, tanpa etikabilitas, itu tidak ada gunanya,” tegas Rocky.
“Kita mau lihat pertandingan viral itu lewat kontra argumen bukan saling kirim sentimen,” kata filsuf dan praktisi pendidikan itu.***