Jakarta, Rasilnews – Pada debat perdana Calon Presiden (Capres) 2024 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Selasa malam (12//12), analis politik Rocky Gerung memberikan penilaian unik terhadap penampilan para Capres. Menurutnya, debat kali ini menonjolkan konsistensi dan gaya masing-masing kandidat.
Anies Baswedan, Capres yang dianggap konsisten dengan metodologi akademis, disebut oleh Rocky sebagai sosok yang mampu menerangkan gagasannya dengan koheren. Sementara Prabowo, cenderung menunjukkan emosinya,” namun demikian untuk memenangkan sebuah pertarungan bisa dilakukan baik dengan gagasan maupun emosi, tergantung pada watak masing-masing capres”, ujarnya dalam youtube Rocky Gerung Official.
Capres Ganjar Pranowo, menurut Rocky, menonjolkan dirinya sebagai seorang motivator. Namun, Gerung melihat kesulitan Ganjar dalam menjelaskan prestasi Jokowi. “Jika prestasi tersebut dianggap positif, maka Mahfud MD akan gagal. Sebaliknya, jika Ganjar tidak konsisten dalam menjelaskan prestasi Jokowi, ia dianggap mirip dengan Prabowo”, tandasnya.
Debat perdana Capres 2024 juga memunculkan isu-isu krusial seperti demokrasi dan HAM. Menurut Rocky, masyarakat sebenarnya tidak terlalu peduli dengan isu HAM itu sendiri, melainkan lebih fokus pada cara kandidat-kandidat tersebut menjawab isu tersebut. Anies dan Prabowo dinilai olehnya mampu memberikan jawaban lugas dan tanpa paksaan.
Gaya berbicara Anies yang lebih menonjolkan dialektika membuatnya lebih mendominasi panggung, sementara Prabowo, dengan gaya yang lebih emosional, dianggap masyarakat bahwa itu sudah menjadi karakternya Prabowo. Sebaliknya, Gerung menilai Ganjar sebagai kandidat yang bersikap medioker dan melakukan gerakan zig-zag.
Dalam wawancara dengan jurnalis senior Hersubeno Arief, Rocky Gerung menyoroti pandangan Capres Anies terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang disebutnya merosot. Di sisi lain, Prabowo menegaskan bahwa hanya di era Jokowi demokrasi bisa dijalankan, dan infrastruktur bisa dilanjutkan.
Rocky juga menekankan bahwa debat Capres seharusnya menjadi pintu lain dari promosi politik, yang selama ini sering dilakukan melalui media sosial atau pemasangan baliho. Menurutnya, debat memperlihatkan siapa yang benar-benar siap memasuki arena politik, sementara publik mulai bosan dengan strategi seperti bagi-bagi amplop, sembako atau pasang baliho.