Cibubur, Rasilnews – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berbeda dengan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia calon gubernur (Cagub) dan wakil gubernur (Cawagub) menimbulkan kebingungan di kalangan publik. MA menyatakan bahwa usia dihitung sejak pelantikan, sementara MK menilai usia harus dihitung sejak penetapan calon oleh KPU RI.
Pengamat Hukum Ridwan Thalib mengungkapkan kebingungannya atas perbedaan pandangan ini. “Saya sampai terdiam (tidak bisa berkata-kata). Analisis saya menunjukkan bahwa keduanya bertentangan secara konsep,” ujarnya dalam wawancara dengan Bang Ichsan dari Radio Silaturahim, Kamis (22/08/24).
Ridwan Thalib menambahkan, “Mahkamah Konstitusi adalah penafsir konstitusi, sementara Mahkamah Agung adalah penafsir hukum yuridis di bawah undang-undang. Namun, seolah-olah tafsiran Mahkamah Agung terhadap undang-undang tersebut tidak jelas, padahal undang-undangnya sudah sangat clean dan clear.”
Sebelumnya, pada Selasa (20/08/24), melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol. Selain itu, MK menyatakan inkonstitusional pasal yang mensyaratkan kepemilikan kursi DPRD dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. Kemudian, lewat putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa persyaratan usia minimum harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah saat mendaftarkan diri sebagai calon.
Sementara itu, pada Rabu (21/08/24), mayoritas fraksi di DPR RI sepakat bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang lebih tepat diterapkan dalam Pilkada serentak 2024. Sehingga, usia 30 tahun untuk Cagub dan Cawagub berlaku saat pelantikan, bukan saat pendaftaran.
Rapat kerja (Panja) bersama pemerintah dengan agenda pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Rabu (21/08/24), sempat diwarnai kegaduhan. Namun, pada akhirnya mayoritas fraksi di DPR menyetujui aturan tersebut merujuk pada keputusan MA.