Petani Sawit Demo, Pengamat: Larangan Ekspor Migor Tidak Ada Regulasinya
Cibubur, Rasilnews – Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy menyoroti aksi demo yang dilakukan oleh para petani sawit di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (17/5) pagi untuk menolak kebijakan presiden tentang larangan ekspor sawit.
Sebenarnya, Noorsy menjelaskan, kebijakan tersebut tidak memiliki regulasi dan keputusan presiden secara tertulis, serta dinilai hanya sebatas ucapan saja. Sehingga tidak bisa dijadikan pedoman untuk hukum di Indonesia.
“Larangan ekspor itu ada keppresnya nggak? Nggak ada regulasi, nggak ada keputusan presiden, nggak ada peraturan pemerintah, jadi nggak ada keputusan hukum tertulisnya. Jadi ucapan presiden itu seolah menjadi hukum, tetapi tidak bisa jadi pedoman untuk Indonesia,” jelasnya dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim 720 AM, Selasa (17/5).
Dalam aliran hukum di Indonesia berbasis formalitas, sambung Noorsy ucapan presiden tidak bisa dijadikan hukum. Meskipun presiden memiliki asas keleluasaan dalam mengambil kebijakan, namun tetap harus berdasarkan hukum positif alias hukum tertulis.
“Asas keleluasaan presiden dalam mengambil kebijakan tetap didasarkan atas hukum positif, artinya harus tertulis. Jadi ketika tidak ada regulasinya, ekspor ya tetap jalan cuma mengendap-endap, diam-diam,” kata Noorsy.
Diketahui, Presiden Jokowi menutup keran ekspor minyak sawit mentah dan produk minyak goreng sejak Kamis, 28 April 2022.
Hal tersebut ia sampaikan usai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik.
Namun hingga saat ini, harga minyak di Indonesia masih tinggi. Menurut Noorsy, ini adalah salah satu bukti bahwa kekuatan kelapa sawit mendikte konsumen.
Selain itu, ia menilai negara telah gagal mengendalikan harga pasar, karena sepenuhnya negara menganut prinsip mekanisme pasar bebas. Ketika menganut pasar bebas, maka tergantung siapa yang memasok. Sementara di Indonesia, BUMN hanya memasok 30 hingga 40 persen kebutuhan pasar, 64 persen lainnya berasal dari pengusaha.
“Terbukti kok, mereka mengatakan bisa mengendalikan harga BBM tapi faktanya tidak, lihat saja minyak goreng, lihat saja harga daging sapi,” ujar Noorsy.