Oleh : Ustazah DR. Sajidah Muhammad Abu Faris (Wakil Presiden Global WOM Coalition for Al-Quds and Palestine)
Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma salli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad.
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, semoga kita semua dalam keadaan baik, baik itu melalui radio maupun di mana pun kita berada. Saya Karolin, hadir di setiap Jumat dalam sesi Fikih Wanita. Kali ini, acara kita istimewa sekali karena di studio Rasil, kami kedatangan tamu istimewa yang datang dari jauh untuk berbagi mengenai kejadian terkini di bumi Palestina.
Izinkan saya membacakan sedikit tentang CV beliau. Beliau adalah Dr. Sajidah Muhammad Abdu Faris, seorang doktor yang berasal dari Fallujah, Palestina, dan berkewarganegaraan Yordania. Beliau menyelesaikan pendidikan S1 di bidang Fikih dan Perundang-undangan di Universitas Yordania pada tahun 1986, S2 di bidang Peradilan Agama di Universitas Yordania pada tahun 1996, serta S3 di bidang Peradilan Agama di universitas yang sama pada tahun 2006.
Pengalaman beliau meliputi sebagai dosen dan civitas akademika selama 20 tahun, peneliti, panelis, dan kontributor di berbagai konferensi, seminar, dan pelatihan internasional. Beliau juga merupakan Ketua Koalisi Daiah untuk Al-Quds dan Palestina, Wakil Presiden Global WOM Coalition for Al-Quds and Palestine, serta Ketua Komisi Kajian Persatuan Perempuan Palestina Overseas. Selain itu, beliau aktif sebagai anggota Dewan Pendiri Global Coalition for Al-Quds and Palestine dan anggota Konferensi Palestina Diaspora.
Saya akan menyapa terlebih dahulu:
Dr. Sajidah, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Masya Allah, saya merasakan sekali doa yang terungkap dari kalimat pembuka Dr. Sajidah. Mohon maaf, saya perlu diterjemahkan. Oleh karena itu, saya akan meminta penerjemah kita untuk membantu. Sebentar, catatan saya hilang. Mohon maaf, bisa diperkenalkan terlebih dahulu?
Penerjemah: Iya, nama saya Hasana Ubaidillah Aziz. Saya adalah Direktur Program Adarah Relik Internasional dan juga aktif di Koalisi Perempuan Global untuk Al-Quds dan Palestina.
Baik, saya akan meminta bantuan Anda untuk menerjemahkan kalimat pembuka dari Dr. Sajidah untuk saya dan para pendengar.
Dr. Sajidah: Beliau mengatakan bahwa beliau sangat berbahagia bisa berada di sini, bangga bisa berada di sini, dan merasa mendapatkan kehormatan bisa bersama dengan rakyat Indonesia, baik laki-laki, perempuan, maupun pemerintah. Beliau berharap, Insya Allah, ini akan membawa kebaikan bagi kita semua.
Saya: Ustazah, mungkin bisa minta tolong untuk menjembatani percakapan kami, karena ini khusus mengenai perkembangan terkini di Palestina. Saat ini, agresi Israel yang tiada henti, bahkan membabi buta, telah mengakibatkan lebih dari 31.000 korban meninggal dan 1,9 juta orang mengungsi atau terpaksa meninggalkan kediamannya. Sekitar 55% populasi menghadapi ancaman kelaparan, dan banyak rumah sakit tidak berfungsi.
Menurut Dr. Sajidah, bagaimana kondisi real-time saat ini di Gaza khususnya dan Palestina umumnya?
Dr. Sajidah: (Terjemahan) “Di Palestina, keadaan sangat memprihatinkan. Situasi di Gaza khususnya sangat sulit dan masih belum ada perubahan yang berarti. Keadaan ini dikenal sebagai kekejaman okupasi yang terus berlangsung tanpa henti. Tidak ada perubahan yang signifikan dalam situasi ini.”
Dr. Sajidah menyatakan bahwa beliau sangat mengetahui bahwa rakyat Indonesia mengikuti perkembangan yang ada di Gaza dari hari ke hari. Beliau menjelaskan bahwa peristiwa Badai Al-Aqsa telah berlangsung lebih dari 100 hari. Satu kondisi yang belum berubah sampai saat ini adalah pemusnahan massal atau genosida yang terus berlangsung sejak hari pertama hingga hari ini. Contohnya adalah di wilayah Jabalia, di mana genosida terus berlanjut. Meskipun suara-suara dunia internasional menyerukan untuk menghentikan genosida ini, kenyataannya masih terus berlangsung.
Ustazah Hasanah, sebelum kita melanjutkan, mungkin bisa diceritakan sedikit tentang latar belakang Dr. Sajidah. Beliau lahir di Gaza, Palestina, dan kemudian memutuskan untuk meninggalkan tanah Palestina.
Berikut penjelasan singkat mengenai latar belakang beliau:
Dr. Sajidah menyebutkan bahwa seperti kisah orang-orang Palestina lainnya, rakyat Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka karena adanya janji dari Inggris dan sekutu-sekutunya untuk membuat perjanjian yang menggantikan tanah Palestina dengan penduduk yang bukan pemilik tanahnya. Artinya, terjadi pergantian penduduk di mana warga Palestina yang tinggal di wilayahnya digantikan dengan warga Yahudi yang datang dari tempat lain yang sebenarnya bukan milik mereka.
Beliau juga menjelaskan bahwa Fallujah, tempat ayah beliau berasal, adalah bagian dari wilayah Gaza.
Dr. Sajidah menjelaskan bahwa Fallujah dikenal sebagai wilayah perdagangan, dan keberadaan Fallujah telah membuat perekonomian di Palestina menjadi lebih berkembang. Namun, ketika Zionis Israel datang pada tahun 1948, mereka melakukan pengusiran, pembunuhan, dan pembantaian di sana, sehingga ayah beliau terpaksa pindah ke wilayah lain di Palestina yang disebut Hebron, atau dalam bahasa Arabnya Khalil.
Pada tahun 1948, ayah beliau mengungsi ke Hebron, namun kemudian pada tahun 1947 terjadi perang lagi. Ayah beliau akhirnya mengungsi ke Yordania, yang dipisahkan dari Hebron oleh Sungai Yordan. Ayah beliau sangat ingin kembali ke Palestina dan dimakamkan di sana, tetapi Allah berkehendak lain. Akhirnya, beliau terpaksa dimakamkan di Yordania, bukan di tanah kelahirannya.
Beliau juga menyampaikan bahwa meskipun banyak rakyat Palestina kini tinggal di luar Palestina dalam diaspora di berbagai negara, generasi-generasi sekarang tidak melupakan hak mereka. Mereka yakin bahwa Palestina adalah tanah yang harus mereka kembalikan.
Beliau menekankan bahwa meskipun ada banyak perjanjian damai antara negara-negara Arab dan penduduk pendudukan, tidak ada kemungkinan bagi Palestina untuk menjalin persahabatan dengan penduduk pendudukan tersebut. Rakyat Palestina yakin bahwa mereka harus kembali ke tanah air mereka dan memperjuangkan hak mereka.
Beliau menyatakan bahwa tanah yang saat ini ditempati oleh Zionis adalah tanah mereka yang sebenarnya. Meskipun banyak rakyat Palestina yang tinggal di negara-negara Arab maupun di luar negara Arab, mereka tidak akan pernah lupa dengan hak mereka untuk kembali ke tanah air mereka. Keyakinan ini sudah ditanamkan oleh orang tua mereka sejak kecil. Ayah beliau, misalnya, menanamkan pemahaman bahwa penjajah yang telah merampas tanah Palestina tidak bisa dijadikan teman. Tidak mungkin berharap pada orang yang telah merampas rumah kita untuk memberikan kita sebagian kecil ruang di rumah tersebut; mereka pasti akan mengambil semua rumah kita. Keyakinan ini mendorong mereka untuk tetap berjuang tanpa menyerah dan tidak membiarkan tanah air mereka diambil oleh penjajah.
Beliau berharap agar Indonesia tidak mengabaikan persoalan Palestina dan terus memberikan perhatian serta bantuan kepada perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan.
Masya Allah, Dr. Sajidah, kita memahami bahwa kekejaman yang dilakukan oleh Israel tidak berhenti dan sering kali melampaui batas kemanusiaan. Kekejaman yang mereka lakukan terhadap anak-anak, wanita, terutama wanita hamil, sangat brutal dan tanpa belas kasihan. Sebenarnya, apa yang menjadi keyakinan mendalam para Zionis yang membuat mereka sangat membenci Muslim, khususnya rakyat Palestina, hingga mereka merasa berhak melakukan apa pun terhadap penduduk Palestina? Apa yang membuat hati nurani mereka hilang dan mendorong kekejaman yang melampaui batas?
Ustazah Hasanah: Dr. Sajidah, apakah Anda memahami apa yang mendasari keyakinan ini, sehingga kekejaman terus berlanjut?
Dr. Sajidah: Pertanyaan ini sangat penting dan saya menghargainya. Negara-negara besar, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, dan Italia, telah melakukan penjajahan terhadap negara-negara lain sejak awal abad ke-20. Ketika mereka meninggalkan wilayah jajahan mereka, mereka tidak meninggalkannya begitu saja; mereka menanamkan kaki tangan mereka di wilayah tersebut. Hal yang sama terjadi di Palestina. Ketika Inggris meninggalkan Palestina, mereka meninggalkan pengaruh mereka dan tidak membiarkannya begitu saja. Ini adalah bagian dari strategi mereka untuk menguasai dan mengontrol wilayah tersebut, yang kemudian digunakan oleh Zionis untuk melanjutkan agenda mereka di Palestina.
Negara-negara sekutu pada saat itu sengaja menanamkan orang-orang Zionis Yahudi di wilayah Timur Tengah, khususnya di Palestina. Tujuannya adalah untuk menjadikan mereka sebagai alat dalam menciptakan kerusakan dan kekacauan serta memecah belah wilayah Islam, terutama Timur Tengah. Mereka tidak hanya menghancurkan dan membunuh manusia, tetapi juga berusaha merusak akidah. Ketika seseorang memiliki keyakinan yang kuat, dia akan berusaha untuk membela dirinya dari kezaliman. Hanya orang-orang yang lemah dan tidak memiliki kemauan untuk membela diri yang akan menjadi korban.
Keyakinan yang mendalam inilah yang mendorong mereka untuk melawan dan berjuang. Beliau menjelaskan bahwa orang-orang Israel meyakini bahwa hanya diri mereka sendiri yang pantas disebut manusia, sementara manusia lain dianggap seperti hewan yang tidak memiliki hak untuk hidup. Menurut keyakinan mereka, tugas manusia selain orang Israel adalah melayani kepentingan orang-orang Israel.
Mereka percaya bahwa sesuai dengan kitab suci mereka, mereka harus mengusir hewan-hewan dari tempat yang mereka anggap suci. Misalnya, ketika memiliki hewan peliharaan seperti anjing, mereka menganggap bahwa hewan tersebut ada untuk kepentingan mereka sendiri dan bukan untuk kepentingan orang lain.
Beliau menjelaskan bahwa dalam pandangan orang-orang Zionis, orang-orang Palestina diperlakukan seperti hewan, dengan keyakinan bahwa mereka ada hanya untuk melayani kepentingan orang-orang Zionis. Mereka percaya bahwa orang Palestina, seperti halnya hewan peliharaan, tidak memiliki hak untuk hidup dan hanya ada untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Zionis. Inilah sebabnya mengapa mereka melakukan kekejaman terhadap anak-anak dan perempuan Palestina, karena dalam pandangan mereka, orang-orang Palestina tidak dianggap sebagai manusia sejati.
Sementara itu, pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa kebencian yang mendalam ini terus ada, terutama ketika Holocaust dilakukan oleh Jerman. Seharusnya, dendam atas Holocaust ditujukan kepada Jerman, bukan kepada rakyat Palestina. Namun, propaganda dan ideologi yang terdistorsi telah menciptakan permusuhan yang dalam antara Israel dan Palestina. Hal ini tampak seperti lingkaran yang tidak berujung, di mana kebencian dan kekerasan terus berlanjut.
Beliau menambahkan bahwa ideologi dan keyakinan keagamaan memainkan peran besar dalam konflik ini. Dalam agama kita, melawan kezaliman dan mempertahankan kebenaran adalah hal yang mulia dan harus dilakukan. Orang-orang Zionis membaca Al-Qur’an dan menyadari bahwa dalam Surah Al-Isra disebutkan bahwa Bani Israel akan membuat kerusakan di muka bumi dan akan mengalami kehancuran. Namun, meskipun mereka mengetahui hal ini, mereka tetap melanjutkan tindakan mereka.
Ini mirip dengan iblis yang, meskipun mengetahui kesalahannya, tetap bersumpah untuk menyesatkan umat manusia. Orang-orang Zionis, dalam hal ini, memiliki sikap serupa. Mereka juga memiliki permusuhan terhadap masjid-masjid kita dan pohon-pohon zaitun di Palestina, menunjukkan bagaimana mereka telah kehilangan sifat kemanusiaan mereka.
Beliau menjelaskan bahwa ada permusuhan historis antara orang-orang Kristen dan Yahudi terkait dengan pembunuhan Yesus. Namun, belakangan ini, terjadi kesepakatan perdamaian antara gereja-gereja Kristen, khususnya dari Roma, dan orang-orang Yahudi. Kesepakatan ini sering kali melibatkan materi dan rekonsiliasi, yang menunjukkan bahwa politik dan materi dapat mengalahkan konflik ideologis dan keagamaan.
Beliau menyatakan bahwa dengan membayar sejumlah uang, orang-orang Yahudi merasa telah terbebas dari kesalahan membunuh Yesus, dan akhirnya mereka berdamai. Musuh bersama mereka kini adalah umat Islam. Inilah yang terjadi, meskipun sejak abad ketiga Masehi hingga abad ke-19, orang-orang Yahudi mengalami perlakuan buruk di seluruh dunia, dibenci dan diusir, serta tidak memiliki eksistensi negara selama berabad-abad. Ini disebabkan oleh dendam orang Kristen terhadap pembunuhan Yesus, Tuhan mereka.
Kita mungkin bertanya-tanya mengapa pembunuhan Tuhan bisa berubah menjadi perdamaian dan kerja sama untuk menyerang saudara-saudara kita di Palestina. Nauzubillah, dunia menjadi tempat yang penuh dengan paradoks seperti ini.
Ustazah Hasanah, Dr. Sajidah, kita akan mengambil jeda sejenak. Ikhwan dan akhwat, penting bagi kita untuk memiliki pengetahuan mendalam tentang apa yang terjadi di bumi Palestina. Memperjuangkan Palestina dengan ilmu akan lebih bernilai dan tidak mudah goyang oleh propaganda yang beredar luas. Kita harus tetap teguh dan istiqamah dalam membela saudara-saudara kita di Palestina.
Saya akan mengambil jeda sejenak. Silakan kepada ikhwan dan akhwat untuk mengirimkan pertanyaan melalui WhatsApp di nomor 08111999720. Insya Allah kami akan kembali dengan jawaban dan diskusi yang bermanfaat.
Radio Silaturahim dan Rasil TV. Ikhwan dan akhwat, saat ini Anda sedang menyimak program Fikih Wanita dengan tema “Perhatikan Perempuan dan Anak di Gaza: Islam Harus Bersatu”. Narasumber kita yang hadir di ruang dengar Radio Silaturahim adalah Ustazah Hasanah, yang merupakan penerjemah dan perwakilan dari Adara Relief, serta Dr. Sajidah Muhammad Abdu Faris, dan juga hadir Rabab Awat sebagai Sekretaris Jenderal Global Women’s Coalition for Al-Quds and Palestine (GWCQP), serta Dr. Badriah dari GWCQP.
Sebelum kita melanjutkan ke sesi tanya jawab mengenai kondisi terkini anak-anak dan perempuan di Gaza, mari kita dengarkan penjelasan singkat dari Ustazah Hasanah mengenai koalisi perempuan yang diinisiasi oleh Adara Relief Indonesia bersama mitra di Turki.
Ustazah Hasanah:
Para aktivis Palestina di seluruh dunia memiliki organisasi yang disebut Global Coalition for Al-Quds and Palestine. Pada tahun 2014, didirikan Global Women’s Coalition for Al-Quds and Palestine yang kini memiliki anggota dari 57 negara. Salah satu anggotanya adalah Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Quds (KAPIPA) yang dipimpin oleh Ustazah Nur Hulwani. Adara Relief Internasional bersama beberapa ormas, seperti PUI, Ma’had Anwar al-Irsyad, Dewan Dakwah Islamiyah, dan beberapa lembaga lainnya, turut menjadi anggota koalisi ini. Semoga kita semua tetap istiqamah dalam amal jariah ini. Amin ya Rabbal Alamin.
Penyiar:
Kembali ke topik kita, yaitu “Perhatikan Perempuan dan Anak di Gaza”. Kita semua telah melihat melalui platform media sosial bagaimana kondisi perempuan di Gaza sangat memprihatinkan. Mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan dan pakaian, di tengah situasi yang sangat sulit. Banyak dari mereka hanya memiliki baju atau abaya yang digunakan untuk salat.
Dr. Sajidah:
Beliau menyatakan bahwa kondisi perempuan di Gaza sangat memprihatinkan. Mereka hidup di rumah yang sebagian besar sudah hancur, dan sebagian lainnya tinggal di tenda-tenda. Anak-anak mereka, terutama yang masih bayi, hidup dalam kondisi sangat buruk. Beberapa bayi mengalami kekurangan gizi hingga meninggal akibat tidak mendapatkan makanan yang cukup. Bahkan, ada bayi yang meninggal dunia akibat kekurangan makanan di tenda pengungsian yang tidak memiliki fasilitas yang memadai. Para perempuan Palestina tetap bertahan dengan penuh kesabaran dan keteguhan meski berada dalam situasi yang sangat keras dan tidak manusiawi. Mereka tetap menjaga keimanan mereka dan berharap mendapatkan hak-hak mereka kembali.
Penyiar:
Beliau menggambarkan betapa beratnya penderitaan yang dialami oleh perempuan di Gaza. Mereka menghadapi kesulitan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka di tengah kekacauan yang terus berlangsung. Mari kita terus berdoa dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Kita akan mengambil jeda sejenak. Ikhwan dan akhwat, jangan kemana-mana. Setelah jeda nasyid ini, kita akan kembali dan melanjutkan diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan dari Anda. Silakan kirimkan pertanyaan melalui WhatsApp di nomor 0811-1999-720. Insya Allah kami akan kembali segera.
…mereka hidup dalam satu ruangan yang seharusnya hanya untuk satu keluarga, namun saat ini dipakai oleh lebih dari 20 orang. Para saudara-saudari kita di sana, khususnya perempuan, terpaksa memakai kerudung sepanjang waktu. Karena dalam satu ruangan itu tercampur aduk antara laki-laki, perempuan, dan anak-anak—baik keluarga maupun tetangga—mereka tidak dapat melepas kerudung mereka. Jadi, mereka terpaksa memakai kerudung 24 jam sehari selama lebih dari 100 hari, tanpa kesempatan untuk mandi.
Selain itu, Zionis Israel sengaja menghancurkan sumber-sumber air bersih di Gaza, sehingga air yang ada bercampur dengan kotoran dan tidak layak untuk diminum. Beberapa remaja laki-laki bahkan harus mengambil air laut yang asin untuk digunakan mencuci, karena akses mereka ke air bersih sangat terbatas. Jarak antara laut dan wilayah tertentu di Gaza juga sangat jauh, sehingga usaha mereka untuk mendapatkan air bersih sangat menguras tenaga dan berisiko, terutama jika mereka terkena serangan rudal di tengah perjalanan.
Meski dalam kondisi yang sangat sulit ini, para perempuan di Gaza tetap melaksanakan peran mereka sebagai ibu dan pendidik. Mereka tetap mengurus keluarga, memasak, dan mendidik anak-anak mereka. Mereka menjadi tulang punggung keluarga, bahkan dalam situasi yang sangat berat ini.
Kita juga menemukan ibu-ibu hamil di Gaza yang tidak tahu di mana mereka akan melahirkan. Jika mereka harus melahirkan, mereka mungkin tidak akan mendapatkan fasilitas yang memadai, seperti obat bius atau peralatan yang disteril. Banyak dari mereka yang terpaksa menjalani operasi caesar tanpa obat bius, dan mengatasi rasa sakit dengan melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai penenang.
Kondisi kelaparan yang melanda juga sangat memprihatinkan. Baru-baru ini, foto seorang bayi berusia 4 atau 5 bulan yang meninggal dunia karena kelaparan beredar di media sosial. Ini menggambarkan betapa parahnya kekurangan pangan di Gaza.
Meskipun banyak dari mereka menghadapi dua pilihan—meninggalkan Gaza atau tetap bertahan—meninggalkan Gaza tidak dianggap sebagai opsi bagi mereka. Mereka tahu jika mereka pergi, kemungkinan besar mereka tidak akan pernah bisa kembali. Pilihan untuk bertahan adalah satu-satunya pilihan yang mereka miliki, dan mereka memilih untuk tetap di tanah mereka, meskipun dengan segala kesulitan dan penderitaan yang harus mereka hadapi.
Mengapa Banyak Orang Palestina Tidak Meninggalkan Gaza
Banyak orang Palestina yang terpaksa bertahan di Gaza meskipun telah mengalami kekacauan selama lebih dari 75 tahun sejak 1948. Mereka tidak ingin pengalaman yang mereka alami di masa lalu—di mana mereka tidak bisa kembali ke tanah mereka setelah diusir—terulang lagi. Ini membuat mereka tetap bertahan di Gaza, menghadapi risiko dan penderitaan dengan keberanian dan tekad.
Kondisi Terpencil dan Tantangan yang Dihadapi
Kenyataan pahit yang harus kita hadapi adalah keterbatasan yang kita miliki dalam membantu mereka secara langsung. Kita hanya bisa menyaksikan penderitaan saudara-saudara kita di Gaza dan berdoa untuk mereka. Banyak orang mungkin berpikir bahwa penduduk Palestina adalah masyarakat yang terbelakang secara ekonomi dan kemudian dijajah. Namun, kenyataannya sangat berbeda. Sebelum serangan, banyak rumah di Gaza yang sangat modern dan minimalis—dapat dilihat dari foto-foto sebelum dan sesudah serangan.
Upaya Pemerintah Palestina
Pertanyaan besar yang sering muncul adalah apakah pemerintahan Palestina saat ini melakukan upaya untuk memperbaiki situasi atau hanya membiarkannya begitu saja. Dalam kenyataannya, pemerintahan Palestina memiliki keterbatasan besar dalam mengatasi situasi tersebut. Mereka tidak memiliki wewenang penuh untuk mendatangkan bantuan atau mengelola sumber daya tanpa izin dari Israel. Situasi ini membuat mereka tidak mampu melakukan banyak hal yang diharapkan.
Peran Organisasi Internasional dan Bantuan dari Luar
Penduduk Gaza telah mengalami blokade selama lebih dari 18 tahun, yang berarti barang-barang, termasuk air dan listrik, hanya bisa masuk dengan izin Israel. Selama periode ini, Gaza mengalami serangkaian serangan dan pembangunan kembali yang berulang. Organisasi-organisasi swadaya masyarakat (LSM) dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Arab, telah berperan dalam membangun kembali Gaza setelah setiap serangan. Mereka adalah yang membangun infrastruktur yang rusak setiap kali terjadi konflik.
Kendala dan Kesimpulan
Sebagian besar bantuan dan pembangunan kembali Gaza bergantung pada upaya internasional, karena keterbatasan yang ada di dalam Gaza sendiri. Pemerintah Palestina tidak memiliki kebebasan penuh untuk membuat perubahan yang signifikan karena kekangan yang diterapkan oleh Israel. Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi oleh masyarakat internasional dan lembaga-lembaga kemanusiaan untuk mencari solusi jangka panjang yang dapat memberikan keadilan dan keamanan bagi rakyat Palestina.
Kondisi Gaza dan Bantuan Internasional
Pemandangan di Gaza tidak pernah berubah secara signifikan sepanjang tahun karena kota ini terus-menerus mengalami penghancuran akibat serangan. Penduduk Gaza menghadapi kesulitan besar dalam keluar dari wilayah tersebut—baik untuk berobat, sekolah, bekerja, bahkan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Untuk bisa keluar dari Gaza saja memerlukan usaha yang sangat besar.
Bila bukan karena bantuan dari individu-individu yang peduli, serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari seluruh dunia, Gaza mungkin sudah hancur sepenuhnya sejak lama. Bantuan ini sangat vital karena pemerintah Gaza tidak memiliki kedaulatan penuh dan sangat dibatasi dalam kapasitasnya.
Tantangan Pemerintah Palestina
Pemerintah Palestina mengalami banyak kendala dalam menjalankan tugasnya secara normal karena cengkraman Zionis Israel dan sekutunya. Ini bukanlah kesalahan orang Palestina; mereka menghadapi situasi yang sangat sulit di mana pemerintah mereka tidak bisa melakukan banyak hal.
Perjuangan Rakyat Palestina
Rakyat Palestina berjuang bukan hanya untuk membela tanah air mereka tetapi juga untuk mempertahankan kemuliaan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dan tempat Isra Mikraj. Mereka berharap agar umat Islam di seluruh dunia bisa melakukan aksi yang dapat membawa perubahan nyata untuk rakyat Palestina. Meski pemerintah kita dan berbagai lembaga internasional telah berupaya, mereka tetap berharap adanya tindakan yang lebih tegas, seperti membawa Zionis Israel ke pengadilan internasional.
Usaha dan Harapan Internasional
Upaya untuk membawa Zionis Israel ke pengadilan internasional telah dilakukan sejak lama, meskipun mereka tampaknya kebal hukum. Namun, Afrika Selatan, negara yang berbeda agama, telah mempelopori langkah ini dengan membawa Zionis Israel ke pengadilan internasional. Ini adalah langkah penting, dan meskipun hasilnya belum tentu memberikan dampak langsung, setidaknya upaya ini menunjukkan komitmen terhadap keadilan.
Pesan Penutup
Dr. Sajidah menyampaikan pesan terakhir bahwa manusia sejati adalah mereka yang merasakan penderitaan orang lain dan berusaha untuk membantu. Kita harus terus mendukung dan mendoakan saudara-saudara kita di Gaza serta mendukung setiap usaha yang membawa perubahan positif
Pesan Penutup dan Dukungan untuk Palestina
Dr. Sajidah menekankan bahwa orang yang benar-benar manusia adalah mereka yang merasakan penderitaan orang lain, bukan hanya mereka yang menunjukkan kepedulian secara formal tanpa merasakan kesulitan tersebut. Dukungan untuk saudara-saudara kita di Gaza tidak hanya memerlukan bantuan materi, tetapi juga dukungan moral. Setiap aksi kecil, seperti tanda tidak setuju atau berbagi informasi di media sosial, serta kontribusi finansial, sangat berarti bagi mereka di Gaza.
Beliau mengajak kita untuk terus meningkatkan dukungan kita, karena kondisi di Palestina saat ini sangat parah dan tidak bisa digambarkan hanya dengan kata-kata. Meski Indonesia telah banyak memberikan bantuan, jumlah tersebut perlu ditingkatkan lagi untuk menyamai kebutuhan mendesak di sana.
Dr. Sajidah juga mengungkapkan apresiasi kepada wartawan media massa Indonesia, khususnya Radio Silaturahim, yang telah berupaya mengabarkan kondisi di Palestina. Beliau berharap agar media massa, termasuk Radio Silaturahim, terus mendapatkan ridha Allah dan menjadi lembaga yang mendapat berkah-Nya.
Kita memang kekurangan waktu untuk membahas semua topik secara mendalam, seperti International Criminal Court (ICC) dan isu-isu lainnya, tetapi harapan kami adalah untuk terus membahas isu Palestina dengan narasumber yang berbeda di lain kesempatan.
Terima kasih kepada semua pendengar yang telah berpartisipasi, termasuk Bapak dari Tangerang dan Ibu Bonita. Kami juga mengapresiasi pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat dibahas. Kami akan terus berdiri bersama Palestina hingga kemerdekaan mereka tercapai.
Kami mengajak Anda semua untuk terus berdoa dan mendukung perjuangan Palestina. Jangan melemah atau goyah. Gunakan media sosial untuk menyebarluaskan informasi positif tentang Palestina dan melawan propaganda Zionis. Kita memiliki kekuatan doa dan Allah sebagai penolong kita.
Mari kita tutup dengan doa:
“Subhanakallahumma wabihamdika, Ashadu alla ila anta, Astaghfiruka wa atubu ilaik.”
Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(Link Video terkait : https://www.youtube.com/watch?v=BXRP0SebLGM)