Cibubur, Rasilnews – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali menjadi sorotan setelah keputusannya untuk ikut dalam arus politik di Sumatera Utara. Keputusan ini membuat banyak pihak bertanya-tanya tentang konsistensi partai yang sebelumnya dikenal dengan prinsip-prinsipnya yang kuat. Nuim Khaiyath, seorang penyiar senior di ABC Radio Australia, memberikan pandangannya terkait hal ini.
“Setelah PKS terlihat ikut dalam arus, banyak orang menggaruk-garuk kepala. Apakah masih bisa dibedakan satu partai dari partai lainnya? Hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya,” ujar Nuim kepada Bang Ichsan dalam Dialog Topik Berita di Radio Silaturahim, Senin (26/08). Menurutnya, langkah PKS mendukung salah satu pihak dalam Pilgub di Sumatera Utara menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat yang selama ini memandang PKS sebagai partai yang ‘istimewa’.
Nuim melanjutkan, “PKS, yang sebelumnya dianggap istimewa, terutama terkait dengan dua hal ini, tiba-tiba ikut mendukung di Sumatera Utara. Ini menjadi masalah. Orang mulai bertanya-tanya, apakah partai ini hanya bermain-main, atau memang serius dalam berpolitik?” Ia juga menyoroti perubahan sikap partai yang dinilainya cepat berubah arah, seolah-olah pemimpin partainya ingin menjadi raja.
Di tengah perubahan politik yang cepat, Nuim mengungkapkan kekhawatirannya tentang semakin sulitnya menemukan partai yang konsisten dalam berpolitik. Ia membandingkan situasi politik di Indonesia dengan negara lain seperti Australia dan Inggris. “Saat ini, memang susah mencari partai yang konsisten. Di Australia dan Inggris, partai buruh dikenal sangat berpihak kepada rakyat. Namun, di Inggris, Perdana Menteri dari partai buruh ini malah mungkin akan dituntut ke pengadilan karena menyalahi janjinya saat kampanye,” jelas Nuim.
Konsistensi dalam politik menjadi sorotan utama Nuim dalam menyikapi fenomena perubahan arah partai-partai di Indonesia. Ia mempertanyakan, “Mengapa perubahan harus menunggu sampai jatuhnya korban? Mengapa harus ada parlemen jalanan?” Ia mengingatkan kembali pada masa lalu di Indonesia, ketika masyarakat merasa tidak ada harapan perubahan dari parlemen resmi di DPR, sehingga muncullah istilah ‘parlemen jalanan’.
Menurut Nuim, keputusan PKS untuk bergabung dengan arus politik saat ini menunjukkan bahwa partai tersebut mungkin merasa bahwa dengan tetap berpegang pada prinsip, mereka tidak akan mencapai apa-apa. Namun, Nuim menegaskan bahwa masyarakat Indonesia mudah terombang-ambingkan oleh perubahan sikap partai politik. “Hari ini mereka berdiri tanpa reservasi di belakang Bung Karno, besok mereka menyerukan ‘Ganyang Bung Karno’,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Ia juga menyoroti tindakan DPR yang tiba-tiba mengamandemen undang-undang KPK tanpa agenda legislasi yang jelas, yang menurutnya telah melemahkan KPK dan menyalahi ketentuan. “Jika kita ingin berbicara tentang kekuasaan, mungkin kita bisa menganggap presiden sebagai raja yang berkuasa untuk melakukan apa saja, tetapi seharusnya kita menerapkan prinsip ‘raja yang adil’,” tutup Nuim.