Cibubur, Rasilnews – Ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia terus meningkat, dengan konflik di Ukraina dan Gaza menjadi perhatian utama. Dalam sebuah Dialog Topik Berita radio Silaturahim, Senin (27/11/24), Nuim Khaiyath, Jurnalis Radio Senior yang kini bermukim di New Zealand, memberikan pandangannya terkait situasi global yang memanas, mulai dari rudal hipersonik Rusia hingga perkembangan politik Israel di bawah Benjamin Netanyahu.
Khaiyath menyoroti peran Amerika Serikat dalam memperpanjang konflik Ukraina dengan dukungan persenjataan yang besar. Menurutnya, langkah tersebut dapat menjadi bumerang bagi AS.
“Apa yang kita lihat sekarang di Ukraina ini semacam senjata makan tuan bagi Amerika Serikat, yang menghabiskan begitu banyak duit untuk mengirimkan persenjataan ke Ukraina. Banyak yang mengatakan ini sengaja dilakukan untuk memperpanjang konflik antara Rusia dan Ukraina, sekaligus melemahkan pertahanan Rusia,” ujar Khaiyath.
Namun, ia juga memperingatkan kemungkinan dampak yang jauh lebih besar jika Rusia, di bawah Vladimir Putin, memutuskan untuk menggunakan senjata nuklir taktis. Hal ini, menurutnya, akan mengguncang NATO, terutama dengan potensi perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat dalam waktu dekat.
“Kalau Putin mulai menggunakan senjata nuklir taktis, apa jadinya terhadap NATO? Apalagi, jika presiden baru Amerika nanti tidak begitu bersahabat dengan NATO, yang dianggapnya hanya hidup dari Amerika seperti parasit,” tambahnya.
Berpindah ke Timur Tengah, Khaiyath menyoroti tuduhan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanannya sebagai penjahat perang. Menurutnya, hal ini memicu reaksi keras dari Amerika Serikat.
“Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag menyatakan bahwa Netanyahu dan menteri pertahanannya adalah penjahat perang. Tapi Amerika langsung mengatakan tidak bisa menerima itu. Bahkan, ada anggota Kongres yang mengusulkan undang-undang untuk menghukum hakim-hakim ICC,” jelas Khaiyath.
Ia juga mengkritik tindakan-tindakan Israel, termasuk dugaan keterlibatan Mossad dalam operasi-operasi rahasia di Lebanon, yang seringkali berakhir dengan kematian mendadak bagi tokoh-tokoh tertentu.
Khaiyath menilai, konflik di Gaza mencerminkan pelanggaran besar terhadap hak asasi manusia (HAM) dan genosida terhadap rakyat Palestina. Ia mengungkapkan harapannya agar tragedi ini menjadi pelajaran bagi dunia.
“Kita melihat apa yang terjadi di Palestina, genosida, dan upaya menghapus satu bangsa dari peta dunia. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua dan membawa kedamaian bagi dunia,” kata Khaiyath.
Dalam pandangan Khaiyath, konflik-konflik ini menunjukkan ironi besar di mana negara-negara yang mengaku membela HAM justru bertindak sebaliknya.
“Banyak negara selalu mengaku paling berakhlak, paling membela HAM, tapi tindak-tanduk mereka berlawanan dengan pengakuan itu,” tutupnya.
Situasi global yang penuh ketegangan ini, menurut Khaiyath, seharusnya menjadi momen refleksi bersama untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan adil bagi semua umat manusia.