Cibubur, Rasilnews – Menyoroti Kondisi ekonomi yang sulit, termasuk menurunnya daya beli masyarakat serta hutang luar negeri yang mencapai Rp 8.500 triliun, serta kemerosotan kelas menengah, Nuim Khaiyaht mempertanyakan apakah kabinet baru ini mampu membawa perubahan yang signifikan di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat.
Nuim Khaiyath, jurnalis senior dan penyiar radio ABC Australia, mengungkapkan pandangannya mengenai tantangan besar yang dihadapi kabinet baru Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. Dalam acara Dialog Topik Berita Radio Silaturahim, Senin (21/10), Nuim menyatakan kekhawatirannya atas struktur kabinet yang dibentuk untuk mempertahankan kepercayaan Presiden Jokowi, mirip dengan apa yang terjadi pada era Presiden Soekarno.
“Dengan jumlah menteri yang ‘gemuk’ apakah kita bisa berharap akan ada perubahan, ataukah kita akan kembali menghadapi situasi yang sama seperti masa lalu, dengan segudang permasalahan yang terus mengancam Indonesia?” ujar Nuim, merujuk pada tantangan masa lalu yang belum terselesaikan.
“Deflasi yang luar biasa, korupsi yang masih terjadi, dan hutang yang menumpuk menjadi beban besar bagi pemerintah ini,” kata Nuim. Menurutnya, situasi ini bukanlah hal yang mudah diatasi, terutama mengingat banyaknya masalah yang belum terselesaikan.
Dalam kesempatan yang sama, Nuim juga memuji pidato Prabowo Subianto yang penuh semangat dengan janji-janji yang mengesankan. “Pidato Prabowo bagus, dengan 65 janji yang menjanjikan. Kalau 50% dari janji-janji itu bisa dipenuhi, itu sudah menjadi prestasi besar,” ungkapnya.
Namun, Nuim juga mengingatkan bahwa ada risiko janji-janji tersebut tidak terealisasi, seperti halnya beberapa janji di masa lalu yang tak kunjung terwujud. “Jangan sampai nanti janji tinggal janji hingga akhir jabatan, seperti Esemka dan janji-janji lain yang tidak menjadi kenyataan,” kata Nuim, mengacu pada citra yang dibangun melalui pengeluaran besar, tetapi hasil nyata bagi rakyat Indonesia masih jauh dari harapan.
Dalam pidatonya, Prabowo juga menggunakan analogi ikan untuk menggambarkan permasalahan kepemimpinan dan tanggung jawab dalam pemerintahan. “Kalau ada masalah, itu ibarat ikan. Kalau kata orang Medan, ikan itu medaknya atau busuknya di kepala, baru pergi ke badannya,” ucap Prabowo, menekankan pentingnya tanggung jawab di pucuk pimpinan.
Nuim menilai bahwa pernyataan Prabowo ini menunjukkan kesiapannya untuk mengambil tanggung jawab besar dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa. Namun, ia juga mencatat bahwa Prabowo akan menghadapi tantangan serius, terutama dari anggota DPR lama yang banyak ikut berperan dalam pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kita tidak bisa melupakan kenyataan bahwa orang lama inilah yang ikut bertanggung jawab dalam perongrongan KPK,” kata Nuim.
Nuim mengutip pernyataan Prof. Mahfud MD yang menyebutkan bahwa jika korupsi di sektor pertambangan bisa diatasi, setiap warga Indonesia bisa mendapatkan puluhan juta rupiah per bulan. “Ini harus menjadi tugas utama pemerintah, yaitu pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum, dengan membandingkan kasus Rafael Alun dan Kaesang Pangarep. “Ketika Rafael Alun ditangkap dan dihukum melalui anaknya, kenapa ketika Kaesang menyewa jet pribadi, tidak ada tindakan apa-apa? Ini karena KPK sudah dirongrong,” ungkapnya.
Nuim juga menambahkan bahwa banyak sisa-sisa anggota DPR periode sebelumnya yang masih berpengaruh. “Masalahnya sekarang ini masih banyak sisa-sisa dari DPR yang lalu yang, di luar Prolegnas, masih bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan penting, termasuk revisi terhadap UU KPK,” lanjutnya.
Dalam wawancaranya, Nuim berbagi cerita tentang pengalamannya berbicara dengan seorang anggota DPR yang bersyukur tidak terpilih kembali. “Dia bersumpah dan bersujud syukur karena tidak lagi menjadi anggota DPR, karena jika tidak ikut menerima amplop, maka akan dikucilkan,” ungkap Nuim, memberikan gambaran nyata tentang tingkat korupsi yang ada di parlemen.
Meski mengakui pidato Prabowo yang berapi-api, Nuim tetap meragukan apakah janji-janji tersebut bisa terealisasi. Ia menyoroti bahwa Prabowo harus menghadapi oligarki yang telah lama menguasai kebijakan-kebijakan penting. “Prabowo harus berhadapan dengan oligarki yang terbiasa mendikte kebijakan, yang bisa menghambat realisasi janji-janji tersebut,” jelas Nuim.
Salah satu tantangan besar lainnya adalah beban utang negara yang harus segera diatasi. “Pada tahun 2025, Indonesia harus mengangsur atau membayar lebih dari 500 triliun dari APBN. Jika ini diambil dari APBN, bagaimana dengan janji makanan bergizi, bagaimana dengan janji-janji lainnya?” ujar Nuim.
Nuim kemudian mengutip salah satu pernyataan terkenal dari Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang dilakukan oleh negaramu untukmu, tapi tanyakan apa yang dapat kamu lakukan untuk negaramu.” Menurut Nuim, prinsip ini bisa diterapkan di Indonesia saat ini. “Jadi jangan tanya apa yang dapat dilakukan untuk oligarki kamu, tapi tanya apa yang bisa oligarki lakukan untuk negeri kamu,” tegasnya.
Nuim menyimpulkan bahwa tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini memerlukan kepemimpinan yang kuat dan tanggung jawab penuh dari semua pihak, termasuk kalangan oligarki, untuk memastikan kemajuan bangsa.