Menguji Standar Moral dan Keadilan Prabowo

Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi

KEPEMIMPINAN sejati bukan hanya tentang visi besar atau keputusan strategis, tetapi juga tentang konsistensi dalam menerapkan nilai-nilai moral dan etika serta keadilan. Belakangan ini, Prabowo Subianto dihadapkan pada tiga peristiwa yang menuntut sikap moral yang tegas dan konsistensi penegakkan hukum dan keadilan terhadap pelanggaran HAM masa lalu. Terhadap pengunduran diri Gus Miftah sebagai utusan khusus presiden dan kontroversi akun media sosial Fufufafa yang menghina dirinya secara pribadi serta konsistensinya dalam penegakan keadilan pada pelanggaran hukum berat, juga pembunuhan warga sipil di KM 50 oleh aparat.

Tiga kasus ini menguji kemampuan Prabowo untuk menunjukkan bahwa standar moral, etika dan keadilan hukum berlaku sama bagi siapa pun, tanpa pandang bulu. Gus Miftah, setelah insiden yang dianggap menyinggung pedagang kaki lima, mengambil langkah berani dengan mengundurkan diri dari jabatan publik. Ia mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas tindakannya. Tindakan ini diapresiasi oleh Prabowo, mencerminkan tanggung jawab moral yang layak dijadikan teladan. Dengan sikap ini, Prabowo menunjukkan bahwa ia mendukung pemimpin yang memiliki integritas dan keberanian untuk bertanggung jawab.

Namun, respons Prabowo terhadap kasus akun Fufufafa menimbulkan pertanyaan serius. Akun tersebut secara terang-terangan menghina dan merendahkan keluarganya. Alih-alih mengambil sikap tegas, Prabowo tampak memilih jalan memaafkan dan membiarkan kasus ini berlalu tanpa tindakan. Hal yang sama terhadap kasus pelanggaran HAM berat, pembunuhan warga sipil di KM 50, Prabowo seolah diam belum menunjukkan responnya sebagai presiden yang bertugas menuntaskan kasus tersebut. Sikap ini mengundang kritik: mengapa Prabowo begitu tegas terhadap kasus Gus Miftah tetapi permisif terhadap penghinaan yang melibatkan dirinya langsung, serta diam terhadap upaya tuntutan penegakan keadilan pada kasus KM 50?

Dalam kepemimpinan, konsistensi moral dan keberanian bertindak adil adalah ujian terpenting. Ketika seorang pemimpin bersikap tegas dalam satu kasus tetapi permisif dalam kasus lain, ia berisiko dianggap menerapkan standar ganda. Hal ini tidak hanya merusak citra pemimpin itu sendiri, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keadilan yang ia emban.
Tindakan Gus Miftah memang menjadi contoh baik tentang tanggung jawab moral, tetapi mengabaikan pelanggaran akun Fufufafa dan penegakkan keadilan pada kasus KM 50 dapat menimbulkan persepsi bahwa ada toleransi terhadap tindakan yang seharusnya ditindak. Lebih jauh, jika pola ini terus berlanjut, ada kekhawatiran bahwa hukum di bawah kepemimpinan Prabowo kelak akan “tajam ke lawan, tumpul ke kawan.”

Dilema yang dihadapi Prabowo dalam tiga kasus ini merupakan ujian nyata terhadap prinsip moralitasnya. Apakah ia mampu menunjukkan bahwa keadilan dan etika tidak memandang siapa yang terlibat, baik kawan maupun lawan? Sikap tegas terhadap Gus Miftah menunjukkan penghargaan terhadap tanggung jawab moral, tetapi pembiaran terhadap Fufufafa dan pelanggaran berat KM 50 memberi kesan bahwa standar moral dan keadilan yang diterapkan belum sepenuhnya konsisten.

Sebagai calon pemimpin yang diharapkan membawa perubahan, Prabowo harus menyadari bahwa keberanian untuk bersikap adil adalah syarat mutlak kepemimpinan yang berintegritas. Dalam konteks ini, memaafkan tanpa kejelasan prinsip tidak cukup; yang diperlukan adalah sikap tegas yang menunjukkan bahwa moralitas adalah prinsip utama, bukan alat yang fleksibel untuk kepentingan tertentu.

Masyarakat menunggu langkah Prabowo dalam menyikapi kasus Fufufafa dan KM 50. Apakah ia akan menerapkan standar yang sama seperti pada kasus Gus Miftah, atau justru membiarkan celah moralitas ini tetap terbuka? Sebab di tangan Prabowo, tidak hanya nasib hukum yang dipertaruhkan, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan yang berlandaskan keadilan dan nilai-nilai moral universal. Inilah ujian bagi Prabowo dalam menegaskan keberpihakannya terhadap nilai nilai moral dan keadilan.

Wallahu a’lam bish-shawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *