Oleh Isa Ansori, Akademisi dan Kolumnis
SUASANA kebangsaan kita hari ini terasa sekali adanya kerinduan hadirnya keadilan sosial yang tak lagi bisa dirasakan.
Bangsa seolah menjadi milik kelompok tertentu, kelompok yang menikmati segala kekhususan, kelompok yang boleh merendahkan kelompok lain, kelompok yang bebas memecah belah bangsa, kelompok yang boleh menghina ulama dan kelompok yang diberi kenyamanan mengatasnamakan negara untuk menjarah.
Lihat saja kelompok-kelompok manusia yang dipelihara istana, semacam para buzzer yang sampai saat ini tak tersentuh hukum meski berjibun laporan telah ditayangkan ke aparat.
Suasana inilah yang membuat situasi kebatinan rakyat menemukan momentumnya untuk menyatu. Menyatu menjadi energi perlawanan perubahan. Rakyat merasakan seolah hidup dalam suasana penjajahan, perlakuan yang tak adil yang didapatkan hanyalah akan bisa dilakukan oleh mereka yang memang bermental penjajah.
Menyatunya energi perlawanan menuju perubahan Indonesia yang berkeadilan sosial, inipun bergayung sambut dengan hadirnya narasi yang ditawarkan oleh Anies Baswedan. Narasi tentang Anies hadir untuk mewujudkan amanah UUD 1945 dan Pancasila, tentang kemerdekaan, ketertiban, kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan. Suasana kebatinan yang menyatu antara rakyat dan Anies Baswedan, mengingatkan kita, pada peristiwa menjelang diproklamasikan kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Diawali dengan peristiwa berlangsungnya Sumpah Pemuda 1928, ada suasana para pemuda dan rakyat Indonesia untuk bertekad satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, Indonesia. Suasana kebatinan yang melawan penjajahan ini mengalir terus dalam perbincangan dan perbuatan, sehingga menjelang diproklamasikannya terjadi peristiwa Rengasdengklok. Soekarno diculik oleh kelompok muda yang meminta Soekarno segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa harus meminta persetujuan Jepang.
Suasana inilah yang tepat digambarkan ketika Partai NasDem mendeklarasikan Anies di bulan Oktober 2022 saat rakornasnya. Partai NasDem yang masih didalam Koalisi Pemerintahan, mampu menangkap suasana kebatinan rakyat yang menginginkan adanya perubahan, gayung bersambut, semangat Anies dengan perubahan dan keberlanjutan, menjadi ruh semangat restorasi Partai NasDem, maka jadilah sekarang energi perubahan dan keberlanjutan menjadi energi untuk menghadirkan amanah konstitusi ditengah suasana batin rakyat yang kecewa terhadap praktek pemerintahan yang tak berpihak.
Anies Baswedan, Partai Nasdem, PKS dan Demokrat bahkan kemudian disusul oleh Partai Ummat, diibaratkan menjadi kumpulan semangat perubahan sebagaimana dilakukan oleh para pejuang muda yang meminta Soekarno memproklamirkan kemerdekaan.
Anies Baswedan, Partai NasDem, PKS dan Demokrat, lalu disusul dengan Partai Ummat, kini telah menjadi kesatuan energi perubahan, energi yang mengkristal dari harapan rakyat yang menginginkan hadirnya pemimpin yang berpihak, pemimpin yang melindungi dan pemimpin yang mengayomi.
Pidato Anies Baswedan di Australia beberapa waktu lalu yang menekankan pentingnya hidup yang demokratis, tidak anti-kritik, saling menghargai dan bagaimana mempersatukan semua komponen bangsa, setidaknya akan menjadi jawaban bahwa bangsa ini butuh sosok Anies. Sosok yang terbuka, toleran, tidak anti-kritik dan bahkan mempersatukan.
Tantangan bangsa ini ke depan adalah kemampuan untuk mempersatukan kembali semua komponen bangsa yang sudah dipecah belah sebagaimana yang pernah dilakukan oleh penjajah Belanda. Sosok Anies ibaratnya oase yahg hadir di tengah kehausan bangsa akan hadirnya amanah konstitusi sebagaimana cita cita negara merdeka. Hadirnya Anies ditengah harapan yang ada, seolah mengingatkan kita kembali bagaimana perjuangan para pendiri bangsa melawan penjajah.
Semoga Anies Baswedan tak sekadar harapan, tapi juga akan menjadi perwujudan hadirnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wallaahu a’lam bisshawaab