Bekasi, Rasilnews – Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sesuai dengan UUD 1945. Ia menyebut, saat ini Indonesia malah menjalankan kebijakan-kebijakan neo-liberal.
Noorsy merasa tak heran jika Amerika Serikat dan Jerman menjadi dekat dengan Indonesia dan terkesan ‘menolong’ rezim ini. Pasalnya rezim saat ini, menurutnya sangat dekat dengan pengaruh neo-liberal.
“Itu yang makin meyakinkan saya bahwa, sesungguhnya Barat sedang menolong rezim ini. Itu yang membuat, oh pantas saja Indonesia mendapat dukungan dari sejumlah negara, baik AS maupun Jerman. Karena kebijakannya begitu manut dan patuh pada kebijakan neo-liberal,” jelas Noorsy dalam wawancara Topik Berita Radio SilaturahimAM 720Khz edisi Selasa (11/10).
Revormasi, kata Noorsy, telah membuahkan krisis konstitusi dan neo-liberalisme. Hal-hal seperti ini, menurutnya akan menjauhkan Indonesia dari visi misi negara dalam UUD 1945 serta Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3.
“Revormasi bukan sekadar berbuah krisis konstitusi. Revormasi memang berhasil membesarkan PDB (Produk Domestik Bruto), tapi kalau dilihat per kapitanya, dari penguasaan domestiknya, perencanaan-perencanaan pemerintahnya, maka revormasi sesungguhnya mengemukakan kebijakan-kebijakan neo-liberal. Itu yang membuat saya nelangsa,” ujar Noorsy.
“Karena kebijakan neo-liberal itu makin menjauhkan kita dari kata pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33 ayat 1, 2, 3. Dengan begitu, kebijakan APBN berdasarkan Pasal 23 berkaitan dengan Pasal 27 ayat 2 tentang tiap warga negara berhak atas kehidupan yang layak, itu akan makin susah terjangkau,” jelas mantan anggota DPR/MPR RI 1997-1999 itu.
Sebagai informasi, Pasal 33 ayat 1, 2, 3 berbunyi: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (1) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (2) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (3).
Sementara Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa: “Anggaran Pendapatan dan Belanja sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Lebih lanjut, Noorsy mengatakan, analisis yang ia garap tentang kebijakan pemerintah rezim ini, membuatnya ‘sakit perut’ karena banyak orang memuji keberhasilan pembangunan, padahal visi misi Indonesia tidak sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres).
“Baru kali ini saya bikin analisis, perut saya mulas banget, karena orang begitu terkagum-kagum dengan keberhasilan pembangunan, walaupun sekelompok oposisi masih tetap dengan sikapnya. Tapi kan saya mesti membangun relasi antara nilai, teori, konsep, variabel, dan indikator itu kan mesti konsisten. Nilainya kan visi misi Indonesia, visi misi Indonesia tidak bisa dipegang pada visi misi presiden berdasarkan Perpres karena Perpres di bawah konstitusi,” ucapnya.
Visi misi sesuai dengan UUD 1945 ialah Indonesia bebas merdeka, berdaulat, maju, adil dan makmur. Namun, sambung Noorsy, ketika dituangkan dalam kebijakan APBN dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), malah keterkaitan dengan konsep neo-liberal semakin mendalam sehingga melenceng dari amanat konstitusi.
“Ketika saya menemukan sejumlah peraturan perundangan-undangan yang mereka gunakan sebagai istilahnya revormasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi, itu malah menunjukkan satu indikator betapa kuatnya kebijakan-kebijakannya neo-liberal,” imbuhnya.