Krisis di Timur Tengah dan Serangan 7 Oktober 2023 Dalam Perspektif Nuim Khaiyath

Cibubur, Rasilnews – Situasi di Timur Tengah semakin memanas, terutama setelah peristiwa serangan oleh Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023. Serangan ini memicu banyak spekulasi tentang bagaimana bisa Israel, yang dikenal dengan sistem intelijen Mossad yang sangat kuat, tidak menyadari akan adanya serangan besar tersebut. Nuim Khaiyath, seorang penyiar senior yang saat ini tinggal di Melbourne, Australia, memberikan pandangannya yang kritis terkait dengan perkembangan ini.

“Bagaimana Israel bisa mengetahui setiap gerak-gerik Hasan Nasrallah, bahkan ketika dia sedang wudu pun Israel tahu. Tapi kenapa Israel tidak tahu bahwa Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023 akan melakukan serangan ke Israel? Ini kan tidak masuk di akal,” ujar Nuim dengan penuh heran dalam sesi Dialog Topik Berita Radio Silaturahim, Senin (07/10).

Pernyataan ini mengacu pada kemampuan luar biasa intelijen Israel dalam mengawasi pemimpin Hizbullah, Hasan Nasrallah, yang terkenal sulit dijangkau oleh Israel. Namun, dalam kasus serangan Hamas, tampaknya ada kegagalan deteksi yang signifikan.

Nuim Khaiyath juga menyinggung spekulasi yang berkembang bahwa Israel mungkin sengaja tidak mengambil tindakan preventif terhadap serangan Hamas. “Ini yang membuat orang bertanya-tanya, apakah 7 Oktober 2023 adalah suatu kesengajaan, seakan-akan Israel tidak mengetahui akan adanya gerakan oleh Hamas, sehingga Israel punya alasan yang sangat kuat untuk melakukan apa yang telah dilakukan,” tambahnya.

Serangan balasan Israel terhadap Gaza setelah peristiwa ini sangat masif, bahkan dibandingkan dengan pemboman di Perang Dunia II. “Pengeboman-pengeboman yang dilancarkan terutama terhadap Gaza, itu melampaui apa yang pernah terjadi dalam Perang Dunia Kedua, misalnya di Dresden. Ini sangat luar biasa,” ungkap Nuim. Kehancuran yang diakibatkan oleh serangan-serangan tersebut telah memicu kecaman internasional, meskipun respon terhadap tindakan Israel tetap terhambat oleh dukungan kuat Amerika Serikat.

Nuim Khaiyath juga menyoroti peran Amerika Serikat dalam mendukung tindakan Israel di Gaza. Menurutnya, dukungan finansial dan militer dari Amerika Serikat telah memperkuat posisi Israel dalam konflik ini. “Amerika memberikan 3,8 miliar dolar kepada Israel untuk bisa menghabisi rakyat Gaza. Dan bahkan sekarang ini sudah menyediakan cadangan 14 miliar lagi, kalau Israel memang memerlukan,” jelas Nuim. Fakta ini menunjukkan bahwa Israel tidak takut akan tindakan balasan dari dunia internasional, karena mereka yakin Amerika Serikat akan selalu berada di pihak mereka.

Nuim kemudian mengingatkan akan insiden pada tahun 1967, ketika pesawat tempur Israel menyerang kapal perang Amerika, USS Liberty, yang mengakibatkan hampir 40 anggota Angkatan Laut Amerika tewas. Meski pada awalnya diduga bahwa Mesir yang bertanggung jawab, fakta bahwa Israel yang melakukan serangan tersebut kemudian terungkap. Namun, Presiden AS saat itu, Lyndon Johnson, memilih untuk tidak menindak Israel. “Ini menunjukkan betapa patuhnya Amerika terhadap Israel, bahkan dalam situasi yang tidak masuk akal,” katanya dengan nada prihatin.

Selain konflik eksternal, Nuim juga menyinggung adanya ketegangan di dalam negeri Israel sendiri. Perpecahan antara kelompok Yahudi asli di Israel dengan Yahudi keturunan Eropa semakin mencuat, terutama dengan adanya kebijakan keras dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. “Orang Yahudi asli yang ada di Israel atau di Palestina pada waktu itu, mereka ini yang paling jahat. Yang datang dari Eropa terutama dari Eropa Timur, dari Rusia, dari Polandia seperti Benjamin Netanyahu. Ini yang datang dari Eropa ini yang jahat yang luar biasa,” tegas Nuim.

Ironisnya, banyak dari kelompok Yahudi ini justru merupakan keturunan dari orang-orang yang dulunya dianiaya oleh rezim-rezim di Eropa. “Padahal nenek moyang mereka dahulu sangat dizalimi oleh kekuasaan-kekuasaan di Eropa, dan mereka ditampung oleh penguasa-penguasa Muslim seperti yang terjadi di Turki. Tapi mereka tentu saja tidak mengindahkan semua itu,” ujarnya, menyoroti sikap tidak berterima kasih yang ditunjukkan oleh kelompok Yahudi ini terhadap perlindungan yang pernah mereka terima dari negara-negara Muslim di masa lalu.

Sementara itu, Nuim Khaiyath melihat bahwa perkembangan situasi di Timur Tengah, khususnya terkait konflik Israel-Palestina, menunjukkan kompleksitas yang sangat mendalam. Dukungan tanpa syarat dari Amerika Serikat, ketegangan internal di Israel, serta serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang tampaknya ‘dibiarkan’, menambah lapisan baru dalam dinamika konflik ini. Bagi Nuim, semua ini perlu dipertimbangkan dengan hati-hati dan jernih, karena dampaknya tidak hanya dirasakan oleh Palestina dan Israel, tetapi oleh seluruh kawasan Timur Tengah.

By Admin

Mungkin Anda Juga Suka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *