Kekecewaan Pengusaha atas Proyek IKN, Tony Rosid Soroti ‘Pepesan Kosong’

Cibubur, Rasilnews – Polemik seputar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) kembali mencuat ke permukaan. Pernyataan seorang Aguan, yang menyebut proyek IKN sebagai pepesan kosong, menjadi sorotan publik. Dalam Dialog Topik Berita Radio Silaturahim, Rabu (11/12/24), Tony Rosid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, memberikan pandangannya mengenai kontroversi ini.

“Kotak Pandora mulai terbuka. Ini situasi di mana ada pihak yang merasa, ‘Eh, kok ini mau dibatalkan? Aku sudah muter duit banyak, loh, di proyek ini!’ Padahal, dari awal mereka kira sudah ada kesepakatan,” ujar Tony, menirukan seolah olah keluhan yang ia rasakan dari pelaku usaha.

Tony menjelaskan bahwa proyek IKN menghadapi berbagai tantangan, mulai dari persoalan teknis, geografis, hingga kebijakan politik yang kerap berubah. Ia juga menyinggung soal keresahan salah satu pengusaha yang terlibat dalam proyek besar ini. Menurut Tony, Aguan merasa berkorban banyak demi mengikuti kebijakan negara, namun tidak mendapat dukungan yang cukup.

“Pernyataan Aguan soal pepesan kosong itu menunjukkan tingkat frustrasinya. Ia sudah banyak berinvestasi, tapi hasilnya belum terlihat. Bahkan, ia merasa dibiarkan menghadapi tekanan masyarakat sendirian,” ungkap Tony.

Tony juga menyoroti dinamika politik yang menyertai proyek ini. Ia menyebutkan bahwa pemindahan ibu kota membutuhkan biaya besar, sementara dukungan konkret dari legislatif maupun eksekutif masih belum maksimal. “Kalau DPR saja belum serius menunjukkan komitmen untuk pindah, bagaimana kita bisa yakin proyek ini selesai tepat waktu?” katanya.

Ia juga mengulas tantangan geografis di kawasan IKN yang terletak di garis khatulistiwa dan didominasi oleh tanah gambut. Kondisi ini membuat pembangunan menjadi lebih rumit dan memakan waktu. “Geografi dan infrastruktur pendukung di IKN masih menjadi hambatan besar. Sampai sekarang, banyak hotel yang dibangun di sana terlihat mangkrak karena belum terpakai,” tambahnya.

Dalam Dialog kali ini, Tony menggarisbawahi pentingnya kejelasan anggaran sebagai indikator keberlanjutan proyek. “Kalau Presiden hanya mengalokasikan Rp5 triliun per tahun untuk proyek yang membutuhkan ratusan triliun, kita bisa memprediksi apakah ini akan selesai dalam dua atau tiga tahun,” ujarnya.

Menilik penolakan masyarakat Banten di PIK2, menurut Tony, solusi terbaik adalah mencari kesepakatan yang adil antara pemerintah dan pelaku usaha. “Jika ada win-win solution, maka harga tanah atau kompensasi harus realistis. Kalau memang harganya Rp3 juta per meter, belilah dengan harga itu, bukan harga yang jauh lebih rendah,” tegasnya.

Tony juga mengingatkan bahwa proses pemindahan ibu kota bukan hal yang mudah. Ia mencontohkan beberapa negara yang gagal memindahkan ibu kotanya karena kurangnya kesiapan dana dan perencanaan. “Pemindahan ibu kota adalah perjuangan besar. Negara harus benar-benar serius, terutama dalam alokasi anggaran, kalau ingin proyek ini berhasil,” pungkasnya.

Diakhir Dialog, Tony Rosid mengingatkan bahwa proyek IKN, meski sudah berjalan, tampaknya masih jauh dari kata rampung. “Masa depan IKN sangat bergantung pada konsistensi pemerintah dalam menyelesaikan tantangan yang ada,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *