Bekasi, Rasilnews – Wartawan senior Nuim Khaiyat mengkritisi Presiden RI Joko Widodo yang menyetujui perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Meski belum diputuskan secara resmi, tetapi banyaknya kades yang terjerat kasus korupsi membuat Nuim menyayangkan respon Jokowi itu.
“Masa jabatan kepala desa ditambah padahal banyak korupsi yang dilakukan para kades. Sayangnya pimpinan nasional menyetujui,” ujar Nuim dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim (Rasil) 720 AM Cibubur, Bekasi pada Senin (23/1/2023) pagi.
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhitung sejak tahun 2012-2021 tercatat sudah ada 601 korupsi dana desa dan menjerat 686 kades di seluruh Indonesia.
Menurut Nuim, apabila suatu pemerintahan diberikan masa jabatan terlalu lama maka akan mengurangi prestasinya.
Dia kemudian membandingkan dengan masa jabatan pemimpin negara di Amerika Serikat yang maksimal delapan tahun terhitung selama dua periode.
“Kalau suatu pemerintahan diberi kesempatan terlalu lama maka akan jadi basi, terutama dari segi prestasi. Di Amerika itu paling banyak delapan tahun selama dua periode masa jabatan. Jadi kalau mereka (kepala desa) minta sembilan tahun itu harus dipertanyakan,” kata mantan Kepala Siaran Bahasa Indonesia Radio Australia itu.
Kemudian, lanjut Nuim, selama jangka waktu sembilan tahun itu, bisa jadi ada seseorang yang lebih baik untuk menjadi pemimpin sehingga harus diberi kesempatan agar bisa meningkatkan kemajuan di desa.
Nuim berujar, perpanjangan masa jabatan menjadi sembilan tahun itu hanya membuat para kades berkuasa seenaknya. Masa jabatannya yang lama pun tidak menjamin mereka bisa berprestasi demi kesejahteraan rakyatnya.
“Dikasih waktu sampai enam tahun untuk membuktikan dirinya kalau tidak mampu, silakan angkat kaki, kasih kesempatan orang lain. Ini bukan warisan, kita bukan sistem kerajaan,” tegas penyiar senior kelahiran Medan, Sumatera Utara itu.
“Sembilan tahun itu terlalu lama untuk seorang kepala desa. Bukan kita mengecilkan jabatan mereka, bukan. Tapi kita tidak ingin mereka keenakan di dalam jabatan sehingga tidak lagi melakukan hal-hal yang menyejahterakan rakyat,” sambung Nuim.
Dia menduga, respon pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang mengamini permintaan kepala desa untuk menambah masa jabatannya adalah bagian dari permainan politik untuk Pemilu 2024.
Mengingat, kepala desa adalah pemimpin yang berhubungan langsung dengan rakyat. Sehingga, Nuim menilai, kepala desa bisa “membujuk” rakyatnya untuk mendukung orang-orang yang telah memberikan mereka masa jabatan lebih lama. Menurutnya, di sini terlihat adanya hubungan timbal balik antara pemerintah pusat dan kepala desa.
“Di sini telihat ada tolong-menolong, Barangkali ada kepentingan pribadi ataupun kelompok tertentu,” ucap Nuim.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menyetujui perubahan masa jabatan kepala desa (kades) yang diatur dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diatur bahwa masa jabatan kepala desa per periode adalah 6 tahun, dan dapat dipilih kembali dalam dua periode selanjutnya.
Menurut politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko, Presiden Jokowi setuju dengan tuntutan kepala desa untuk memperpanjang periodisasi kepala desa.
“Saya ngobrol dengan Pak Jokowi dan Pak Jokowi mengatakan sepakat dengan tuntutan itu. Beliau mengatakan tuntutan itu masuk akal. Memang dinamika di desa itu berbeda dengan dinamika di kabupaten/kota (misal pemilihan) gubernur. Saya berani mengatakan, meskipun saya tidak mewakili kepala desa itu, tapi karena diajak diskusi, maka saya sampaikan pernyataan beliau setuju dengan tuntutan tersebut,” katanya di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (17/1/2023).
Diskusi antara Budiman dan Jokowi itu terjadi setelah ratusan kades menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jakarta. Mereka menuntut perpanjangan jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun.