Depok, Rasilnews – Mantan Wakil Presiden dan Ketua Umum Partai Golkar, Muhammad Jusuf Kalla (JK), mengungkapkan keprihatinannya terhadap indikasi kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia. Dalam sebuah acara di Aula Juwono Sudarsono Universitas Indonesia, Depok, JK menyoroti beberapa isu krusial yang dinilainya dapat mengancam integritas demokrasi di Tanah Air.
Salah satu poin yang diungkapkan JK adalah kekhawatirannya terkait politisasi bantuan sosial (bansos) dan intimidasi aparat negara dalam konteks Pemilu. Ia memperingatkan bahwa jika praktik-praktik semacam ini terus berlanjut, Indonesia berpotensi kembali terjebak dalam masa otoriter.
“Apabila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka kita akan kembali ke zaman otoriter, itu saja masalahnya sebenarnya,” ujar JK, mencermati potensi risiko yang dapat muncul jika kecurangan terus terjadi.
Dalam konteks demokrasi, JK juga mempertanyakan kondisi demokrasi dan kepemimpinan Indonesia saat ini. Menurutnya, Pemilu 2024 dianggap sebagai forum kontestasi yang tidak transparan dan tidak adil. Ia menyatakan bahwa kombinasi berbagai faktor, seperti politisasi bansos dan intimidasi aparat, dapat menyebabkan demokrasi yang seharusnya mewakili suara rakyat menjadi terbeli oleh kekuatan tertentu.
Selain itu, JK juga membahas sikap pragmatis partai politik pasca-Pemilu. Ia menganggap wajar jika partai politik berubah sikap, seperti yang dialaminya pada Pemilu 2014 ketika Partai Golkar bergabung dengan koalisi pemerintahan meskipun awalnya tidak mengusungnya.
“Bergabung Golkar itu, itu biasa aja politik itu,” ujar JK, mencerminkan pandangannya terhadap dinamika politik pasca-Pemilu.
JK juga menyoroti realitas bahwa tidak ada partai politik yang didirikan khusus untuk menjadi oposisi. Baginya, oposisi dianggap sebagai kecelakaan oleh partai-partai yang cenderung pragmatis dalam mengambil keputusan.