DALAM sebuah Riwayat Sayyidina Umar bin khatab pernah berkata, “Pahamilah agama sebelum memimpin”. Perkataan sayyidina Umar ini menegaskan bahwa memahami agama merupakan pra-syarat menjadi pemimpin. Karena itu sebelum menjadi pemimpin diharuskan mempelajari agama terlebih dahulu. Alasannya karena jika pemimpin tidak memahami agama maka akan lahir kepemimpinan orang-orang jahil. Jika sudah muncul pemimpin jahil, yang tidak memahami agama, maka kehancuran suatu umat sudah di depan mata.
Rasulullah ﷺ pernah berkata kepada sahabat beliau, Ka’ab Bin Ujroh, “Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang yang jahil”. Ka’ab bertanya “Seperti apakah kememimpinan yang jahil itu, ya Rasulullah?” Rasulullah ﷺ bersabda, “Yaitu para pemimpin setelahku. Mereka tidak menggunakan petunjuk-ku dan tidak menjalankan Sunnah-ku.”
Rasulullah ﷺ melanjutkan, “Siapa saja yang membenarkan mereka atas kedustaannya dan menolong mereka atas kezalimannya, maka mereka bukan bagian dariku dan aku bukan bagian dari mereka. Mereka tidak akan datang padaku di telagaku nanti. Dan siapa saja yang tidak membenarkan mereka atas kedustaannya dan tidak menolong mereka atas kezalimannya, maka mereka bagian dariku dan aku bagian dari mereka. Mereka akan datang padaku di telagaku nanti.” (HR. Hakim)
Dari perkataan sayyidina Umar di atas juga menegaskan bahwa siapa saja yang memahami agama, dia harus berupaya untuk menjadi pemimpin. Karena jika tidak, posisi kepemimpinan akan diisi oleh orang-orang yang jahil. Allah mengajarkan kita untuk selalu berdoa, “Dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertaqwa.”
Dunia ini hanya akan beres jika dikuasai dan diatur oleh orang-orang yang paham agama. Yaitu orang-orang yang karena pemahamannya akan selalu terikat pada hukum Allah. Mereka akan menjadikan kepemimpinan untuk berkhidmat kepada agama dan hamba-hamba Allah. Allah SWT berfirman, “Sungguh bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang Saleh.” (QS. Al-Anbiya, ayat 105).
Maksud ayat tersebut, bumi ini hanya berhak dimakmurkan oleh orang yang saleh. Hanya orang yang salehlah-lah yang layak memakmurkan bumi. Ketika bumi dikelola oleh orang-orang yang saleh pasti bumi ini akan beres. Ketika orang-orang saleh menjadi pemimpin, pasti akan menjadi kebahagiaan bagi pemimpin dan yang dipimpin.
Jika hari ini kepemimpinan yang ada tidak bisa membahagiakan rakyat, salah satu penyebabnya adalah kejahilan yang melekat pada diri para pemimpin. Kejahilan yang dimaksud adalah jauhnya mereka dari agama. Beragama hanya sekadar formalitas atau saat ada keinginan mendapatkan dukungan saja. Kejahilan yang melekat pada pemimpin berdasarkan hadits riwayat imam hakim di atas akan melahirkan dua perkara yang membahayakan rakyat.
Pertama, Kedustaan. Maksudnya pemimpin yang tidak faqih (memahami agama) akan gemar berdusta. Membohongi rakyat dengan janji-janjinya. Dusta adalah karakternya. Tiada hari tanpa berdusta menjadi ciri khasnya. Ketika dusta sudah menjadi keseharian para pemimpin, maka yang mereka lakukan bukan berkhidmat kepada rakyat, melainkan menipu rakyat. Politiknya bukan politik pelayanan melainkan politik pencitraan.
Kedua, Kezaliman. Maksudnya pemimpin yang tidak faqih akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang zalim. Kebijakan yang menyulitkan dan menyengsarakan rakyat. Pemimpin yang jauh dari agama akan menjadin pemimpin yang jahat. Pemimpin yang otoriter, berbuat semena-mena terhadap rakyat. Pemimpin seperti ini akan selalu curiga terhadap rakyat yang mengkritik dan menasehatinya. Akhirnya pintu nasehat dan kritik ditutupnya. Karena dalam pandangan mereka, kritik dan nasihat adalah kejahatan.
Semoga kita dilindungi oleh Allah SWT dari kepemimpinan orang-orang yang jahil. Dan umat Islam segera diberikan pemimpin yang faqih yang akan menjalankan syariat Allah dalam kehidupan. Pemimpin yang adil dan Amanah, yang mengikuti perintah Allah. Ia menempatkan segala sesuatu di tempatnya tanpa kelebihan dan tanpa kekurangan. Kepemimpinan yang dijanjikan oleh Allah dan rasul-Nya.
Wallahu a’lam bisshowab