Cibubur, Rasilnews – Jama’ah Muslimin (Hizbullah) melalui keterangan tertulis pada Selasa (14/6) membantah keterikatanya dengan Khilafatul Muslimin.
“Menyikapi pemberitaan terkait penangkapan pimpinan Khilafatul Muslimin dan adanya pihak yang mengait-kaitkannya dengan Jama’ah Muslimin (Hizbullah), maka untuk menghindari kesalahan persepsi, kami menegaskan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tidak ada hubungan secara organisatoris sama sekali dengan Khilafatul Muslimin,” ujar Sekretaris Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Agus Sudarmaji.
“Kami sampaikan hal ini sebagai bentuk penolakan atas adanya pihak yang mengaitkan Jama’ah Muslimin dengan Khilafatul Muslimin. Tindakan itu merupakan fitnah yang kami tolak,” tegasnya.
“Sejak Jama’ah Muslimin ditetapi Kembali pada tahun 1953, kami bukan gerakan politik, tapi bersifat diini (tidak berideologi politik). Kami bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, pendidikan dan kemanusiaan. Sebagai bentuknya, kami mendirikan pondok pesantren, rescue, bakti sosial, dan pembinaan umat dalam bentuk ceramah keagamaan. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, Jamaah Muslimin berkontribusi positif dalam membangun masyarakat dan bangsa,” tambahnya.
Ia menjelaskan, adapun Khilafah ala minhajin Nubuwah yang sering disampaikan para mubaligh Jama’ah Muslimin, yang dimaksud adalah pola dan metodologi kepemimpinan umat yang mengacu kepada contoh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin (Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) dan bersifat non politik, bukan mengacu kepada khilafah yang dipraktikkan Muawiyah bin Abi Sufyan yang berbentuk mulkan (politik).
Agus menegaskan, sejak ditetapinya Jama’ah Muslimin (Hizbullah) hingga saat ini tidak pernah tersangkut dan terlibat pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia. Jama’ah Muslimin dalam kegiatannya tidak berorientasi kepada aktifitas politik.
“Apa yang kami amalkan selama ini adalah semata-mata untuk melaksanakan tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan telah dikaji oleh para ulama sebagai wujud pengamalan Syariat Islam yaitu membangun kesatuan umat dalam wadah kemasyarakatan Islam yang berdasarkan misi kenabian. Di mana pun berada kemasyarakatan Islam tidak mengusik kekuasaan setempat (berikut ideologi dan sistem sosial politik yang dianut) melainkan berusaha mendorong kehidupan yang damai dan harmonis di tengah keragaman budaya dan agama,” ujarnya.
Ia juga mengajak semua pihak untuk saling menghormati dan menjauhi konflik apalagi permusuhan, yang bisa mengakibatkan munculnya perbuatan yang Allah haramkan, yaitu pertumpahan darah di muka bumi.
“Kami meyakini bahwa tidak ada negara Islam. Nabi Muhammad Shalalallahu ‘alayhi wassalam bukanlah kepala negara ataupun tokoh politik melainkan utusan Allah yang misi utamanya untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamiin). Beliau tidak mencontohkan pembentukan negara dan pemerintahan dengan tujuan politik tertentu,” tegas Agus.