Depok, Rasilnews – Bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Rasyid Baswedan menjadi narasumber dalam kuliah kebangsaan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Depok, Selasa (29/8/2023).
Dalam pemaparannya, Anies menekankan pentingnya meningkatkan kualitas demokrasi saat ini.
“Menyetarakan kesempatan, memberikan peningkatan kesejahteraan itu harus dikerjakan dalam sebuah demokrasi yang sehat. Kita membutuhkan demokrasi yang deliver, demokrasi di mana ide gagasan menjadi yang terdepan di dalam proses politik dan kebijakan menjadi output yang dituju oleh semua,” ujarnya dalam acara bertajuk “Hendak ke Mana Indonesia Kita? Gagasan, Pengalaman, dan Rancangan Para Pemimpin Masa Depan” di Balai Serbaguna Purnomo Prawiro FISIP UI.
“Jadi kami melihat kualitas demokrasi ini harus ditingkatkan. Demokrasi bukan soal adanya pemilu atau tidak, tapi demokrasi itu adalah nilai-nilai yang tumbuh di dalam masyarakat, di mana aspirasi bisa diproses melalui proses politik tanpa rasa takut, tanpa ada tekanan,” sambung Anies.
Anies juga menyinggung penggunaan diksi ‘Konoha’ dan ‘Wakanda’ yang kerap kali digunakan warganet untuk menyebut nama negara Indonesia saat memberikan kritik terhadap kebijakan di negeri ini.
“Kita menyaksikan di media sosial, masih banyak sekali yang kalau mau menulis, nyebutnya dengan Konoha, Wakanda gitu. Apa artinya? Ini menunjukkan ada self sensorship,” tuturnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, ada dua sistem di dunia ini yaitu demokratik dan non-demokratik. Non-demokratik pilarnya adalah fear (rasa takut), sedangkan demokratik pilarnya adalah trust (kepercayaan).
“Sebuah demokrasi mengandalkan keterbukaan, kebebasaan, dan di bawahnya ada pilar yang namanya kepercayaan atau trust. Non-demokratik mengandalkan rasa takut atau fear. Karena itu perhatikan, rezim-rezim otoriter pasti menggunakan rasa takut untuk menjalankan kekuasaannya. Begitu rasa takut itu hilang, rezimnya tumbang” jelas Anies.
Saat dimintai tanggapan soal pasal-pasal karet yang sering kali menjerat masyarakat ketika menyampaikan kritik kepada pemerintah, Anies mengatakan, apabila kritik yang disampaikan bertujuan untuk memajukan, seharusnya pemerintah bersikap baik dan menjelaskan kepada masyarakat apa yang sebenarnya terjadi.
Menurutnya, hal-hal seperti itu tidak perlu dianggap sebagai pencemaran nama baik.
“Jangan ada rasa takut di dalam berekspresi, selama ekspresi itu adalah untuk memajukan masyarakat. Dan sikap kritis kepada siapa pun, badan mana pun, termasuk pemerintah adalah sesuatu yang normal. Jangan dijadikan pencemaran nama baik,” kata Anies kepada wartawan usai mengisi kuliah kebangsaan tersebut.
“Tapi justru itu dijadikan wahana untuk menjelaskan lebih lengkap. Seperti tadi ada pertanyaan soal tunjangan yang ditahan, ini saya jelaskan pada waktu itu. Kan justru malah menjadi jelas. Pertanyaan kritis itu diperlukan untuk bisa memperkaya seluruh masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jadi bagi pemerintah juga baik-baik saja, (jika) ada pertanyaan seperti itu,” pungkas Anies.
Dalam kuliah kebangsaan tersebut, Anies memaparkan materinya yang berjudul “Indonesia ke Depan? Lebih Maju, Lebih Adil” selama kurang lebih 30 menit.
Setelah itu, dilanjutkan dengan tanya jawab dari lima panelis, yaitu Ketua Dewan Guru Besar FISIP UI dan dosen tetap di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI, Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono; Guru Besar dan dosen tetap di Departemen Ilmu Politik FISIP UI, Prof. Dr. Valina Singka Subekti; Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI, Asra Virgianita, Ph.D; Ketua BEM FISIP UI 2023, Muhammad Rafkarilo Afi; serta Wakil Ketua BEM FISIP UI 2023, Rakha Ayu Rengganis.
Anies Baswedan menjadi narasumber pertama dari rangkaian Kuliah Kebangsaan FISIP UI 2023.
Dalam siaran pers FISIP UI, diketahui fakultas tersebut akan mengundang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dalam rangkaian Kuliah Kebangsaan selanjutnya pada September 2023.***