Bekasi, Rasilnews – Jurnalis Senior Nuim Khaiyath menyesalkan sikap Indonesia yang menolak pembahasan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Uighur di Dewan HAM PBB. Ia menyinggung sila kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
“Padahal kita mengatakan bahwa kita patuh pada ideologi yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan itu berarti universal bukan hanya di satu sisi saja. Dalam pembukaan UUD 1945 juga ditulis kemerdekaan adalah hak segala bangsa,” ujar Nuim dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim AM 720Khz edisi Senin (10/10).
Ia menyatakan, PBB sudah mengumumkan bahwa ada pelanggaran HAM berat di Uighur dan terdapat upaya penghapusan agama Islam di negara tersebut. Tetapi Indonesia berkelit, bahwa penolakan pembahasan itu pun mendapat dukungan dari Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
“Kemudian pembelaannya karena OKI juga setuju untuk tidak terlibat tapi kalau melakukan kebaikan kenapa kita harus menunggu orang lain. Lakukan saja,” ujar Kepala Siaran Bahasa Indonesia di Radio Australia itu.
Lebih lanjut, Nuim mengatakan penolakan serupa juga pernah dilakukan Indonesia pada kasus pelanggaran HAM di Iran. “Bukan sekali ini saja, sudah pernah di masa lalu juga. Kalau tidak salah di kasus Iran tapi kemudian dikoreksi,” kata penyiar radio kelahiran Medan, Sumatera Utara yang saat ini menetap di Melbourne, Australia ini.
Menurutnya, ada kabar angin yang menyebut, Indonesia enggan ikut campur masalah pelanggaran HAM di negara lain karena khawatir akan memicu munculnya pertanyaan tentang penyelesaian kasus HAM di negara ini.
“Konon katanya karena kita (Indonesia) khawatir kalau kita ribut tentang pelanggaran HAM di negara lain, orang akan mempertanyakan pelanggaran HAM di negara kita,” ucapnya.
Diketahui, Pemerintah Indonesia menolak mosi di Dewan HAM PBB untuk membahas dugaan pelangggaran HAM yang dilakukan China terhadap Muslim Uighur dan kelompok etnis minoritas lainnya di Xinjiang. Penolakan itu disampaikan dalam pemungutan suara yang dilakukan di markas Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Kamis (6/10).
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Achsanul Habib dalam jumpa pers, Jumat (7/10), mengatakan penolakan itu karena Indonesia tidak ingin ada politisasi dalam Dewan HAM untuk tujuan-tujuan terkait rivalitas geopolitik, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (10/10).