Ichsanudin Noorsy : Semoga Kabinet Merah Putih Dapat Menjalankan Amanah Sesuai UUD 1945

Cibubur, Rasilnews – Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang tidak mudah dihadapi Indonesia saat ini. Dalam dialog Topik Berita Radio Silaturahim yang dipandu oleh Angga Aminudin, Noorsy mengupas kebijakan Prabowo, khususnya mengenai arahan presiden kepada para menterinya untuk membaca buku-buku tertentu yang dianggap penting bagi pemahaman masalah nasional.

“Presiden meminta para menteri membaca buku Why Nations Fail karya Daron Acemoglu dan James A. Robinson, serta Indonesia Paradox yang diterbitkan pada tahun 2017,” jelas Noorsy. “Ini adalah perintah yang menarik, menunjukkan bahwa presiden ingin para menteri memahami akar masalah kegagalan bangsa dan bagaimana kita bisa mengatasinya,” tambahnya.

Menurut Noorsy, penguatan kabinet Merah Putih bukan sekadar pembagian kekuasaan, tetapi merupakan upaya untuk mengarahkan perhatian pada indikator-indikator penting yang mendukung keadilan, penegakan hukum, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Norsy menyoroti betapa pentingnya pemimpin negeri ini dalam memiliki misi yang berpijak pada fondasi yang kuat, terutama dalam hal keadilan sosial dan kemandirian ekonomi.

Mantan Anggota DPR ini melanjutkan bahwa pengisian kabinet dan arahan dari presiden ini penting untuk menggugah kembali cita-cita kebangsaan Indonesia yang telah termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ia melihat bahwa Indonesia sejak awal berdirinya sudah membawa visi besar untuk berdiri di atas prinsip-prinsip kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran yang jauh dari pola pikir materialistik.

“Pada 18 Agustus 1945, Indonesia mengibarkan panji-panji perang pemikiran terhadap Barat dengan undang-undang dasar kita. Pembukaan UUD 1945 memberi sinyal bahwa bangsa ini tidak ingin mengejar materialisme semata, tetapi ingin mencerdaskan bangsa, mencapai kesejahteraan, dan menegakkan keadilan,” ujarnya.

“Format berpikir yang diusung oleh Prabowo seharusnya merujuk pada landasan ini, bukan pada indikator-indikator yang materialistik yang menjadi ukuran dalam buku yang dianjurkan,” tambah Noorsy.

Mengkritisi Pendekatan Neoliberal dan Dampaknya Bagi Indonesia

Menyinggung sejarah ekonomi Indonesia, Noorsy menyampaikan bahwa kebijakan neoliberal yang diterapkan sejak era Orde Baru hingga reformasi, dengan liberalisasi yang setengah hati, justru membawa ekonomi Indonesia ke titik yang sulit. Ia mengkritik model pembangunan yang terlalu terbuka terhadap pasar global dan rentan terhadap tekanan ekonomi internasional.

“Di era Soeharto, seperti yang dikatakan oleh banyak pakar, termasuk Holder, Indonesia hanya menerapkan liberalisasi setengah hati. Akibatnya, model ekonomi neoliberal telah membawa kita ke dalam posisi gagal,” ungkap Noorsy. Ia mengemukakan bahwa indikator kegagalan ekonomi bisa dilihat dari beberapa hal, antara lain melemahnya nilai tukar rupiah, tingginya utang negara, dan daya tawar ekonomi yang semakin lemah di kancah internasional.

Sementara itu, Noorsy mengemukakan solusi pentingnya kembali kepada apa yang ia sebut sebagai “ekonomi konstitusi” atau “ekonomi Pancasila.” Baginya, model ekonomi ini mampu mengakomodasi kebutuhan bangsa yang bukan hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga pada kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan. Ia menegaskan bahwa pendekatan ekonomi ini lebih relevan untuk diterapkan di Indonesia daripada sekadar mengejar pertumbuhan dengan mengorbankan kedaulatan ekonomi.

“Ekonomi konstitusi mengajarkan kita untuk membangun berdasarkan kebutuhan bangsa, bukan untuk memenuhi tuntutan pasar global yang merusak fondasi kita. Dengan pendekatan ini, kita bisa melindungi sumber daya alam, menguatkan industri dalam negeri, dan memastikan kesejahteraan yang lebih merata,” paparnya.

Di akhir diskusi, Noorsy menyentuh masalah pendidikan yang ia pandang sebagai titik lemah dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, kebijakan pendidikan yang kurang memadai turut berdampak buruk pada pengelolaan negara. “Mengelola pemerintahan itu seharusnya mudah, asal pendidikannya berkualitas. Namun, saat ini pendidikan kita justru mengalami kemunduran, dan ini akan sangat memengaruhi generasi ke depan,” katanya.

Bagi Noorsy, masalah ekonomi dan pendidikan ini adalah aspek mendasar yang perlu segera dibenahi jika Indonesia ingin memperbaiki posisinya di dunia internasional. Ia berharap agar pemerintah, khususnya para menteri yang telah digembleng dalam retreat kabinet, dapat menjalankan amanah dengan tetap berpijak pada prinsip-prinsip luhur bangsa yang tercantum dalam konstitusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *