Cibubur, Rasilnews – Ketidakstabilan harga beras di pasaran membuat para ibu-ibu merasa prihatin, mengingat beras merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak kaum hawa terlibat dalam desakan untuk memperoleh harga beras yang normal, sebagaimana yang diupayakan oleh pemerintah melalui operasi pasar.
Dalam program “Dialog Topik Berita” di Radio Silaturahim, Ichsanuddin dengan tegas menyatakan, “Ketidakstabilan harga beras menjadi cerminan dari koordinasi kebijakan yang kurang efektif dan integrasi data yang belum optimal antar lembaga pemerintah.” Dialog yang dipandu oleh Angga Aminudin langsung dari Radio Silaturahim Yogyakarta, Selasa (27/02/24) ini menyoroti permasalahan serius yang dihadapi Indonesia dalam menjaga stabilitas harga beras.
Dr. H. Ichsanuddin Noorsy, B.Sc., S.H., M.Si, yang mengawali kariernya sebagai wartawan (1982-1989), memberikan pandangannya terhadap kenaikan harga beras dalam negeri. Dengan nada keprihatinan, ia menyoroti pentingnya ketersediaan bahan pokok dengan harga yang stabil. Noorsy juga menambahkan, “Model perekonomian yang mengandalkan globalisasi berbasis hutang mungkin mempertahankan karakter perekonomian yang serupa dengan masa penjajahan.” ungkapnya.
Sebagai mantan anggota Dewan DPR-MPR periode (1997 – 1999), bang Ichsan -panggilan akrabnya- menyoroti ketidaksesuaian data antara lembaga pemerintah terkait, seperti Badan Pangan, Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan,” imbuhnya.
Ketidakstabilan harga beras menegaskan kompleksitas masalah politik beras dan ketersediaan bahan pokok di Indonesia. Kritik yang dilontarkan, menekankan perlunya perhatian serius terhadap transparansi, kerjasama antar lembaga, dan pemantauan yang lebih ketat untuk memastikan efisiensi dan keadilan dalam distribusi bahan pokok.
Sebelumnya, kenaikan harga beras yang terjadi selama empat bulan terakhir, hingga mencapai harga Rp14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium, sebagai yang ‘tertinggi dalam sejarah’. Akibatnya, ratusan warga di berbagai daerah rela antre berjam-jam demi mendapatkan beras murah yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui operasi pasar.