Ichsanuddin Noorsy: Kenaikan Harga Pangan Bukti Berlakunya Neoliberal
Cibubur, Rasilnews – Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy menilai kenaikan harga pangan yang meradang ialah bukti berlakunya paham neoliberal di Indonesia.
Hal itu ia sampaikan menanggapi aksi demo mahasiswa yang berkali-kali terjadi dengan tuntutan yang sama, salah satunya protes terhadap kenaikan harga pangan.
Melonjaknya harga kebutuhan pokok masyarakat, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), lanjut Noorsy, menunjukkan bahwa pasar telah dikuasai para pemodal.
“Orang harus liat bahwa kenaikan harga-harga sebagai bukti berlakunya secara dasyat hukum neoliberal, bahwa pasar didikte oleh kekuasaan modal, baik modal dalam barang maupun modal finansial,” ujarnya dalam wawancara Topik Berita Pagi, Selasa (12/4).
Noorsy menyebut stabilitas harga pangan sebagai public service (pelayanan publik). Maka jika pemerintah mengatakan Presiden RI pertama, Ir. Soekarno sebagai role model dalam menentukan sebuah kebijakan, seharusnya pemerintah bisa meniru kebijakan Soekarno yang mengutamakan stabilitas harga karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Kalau Anda teriak Bung Karno adalah idola Anda, sebagai role model Anda dalam pengambilan kebijakan, penuhi saja sikap Bung Karno dalam persoalan stabilitas harga. Bung Karno yang bilang kok, kalau stabilitas harga itu hajat hidup orang banyak,” kata Noorsy.
Diketahui, pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat berupa bantuan langsung tunai (BLT) Minyak Goreng sebagai respon terhadap kenaikan harga-harga komoditas yang saat ini melonjak naik.
Adapun total bantuan yang diberikan sebesar Rp300.000 untuk tiga bulan kepada 20,65 juta keluarga penerima PKH dan bantuan sosial pangan
BLT kembali diluncurkan pemerintah seolah menjadi solusi kenaikan harga pangan, namun Noorsy mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah mengalokasikan dana untuk program bantuan ini sebelum menaikkan harga pangan.
“BLT itu ajaran Bank Dunia. Ketika di era Susilo Bambang Yudhoyono ada kenaikan harga minyak, lalu Bank Dunia bilang kalau naikin harga mereka (rakyat) marah-marah, kasih BLT aja,” kata alumni S3 Ekonomi Universitas Airlangga itu.