PERINGATAN Hari Guru sepertinya harus menyoroti perlunya mengatasi tantangan sistemis yang dihadapi guru dan membangun dialog yang lebih inklusif tentang peran mereka dalam pendidikan. Pentingnya “suara” seorang guru dapat memberikan pembinaan pada anak didik dan memanfaatkan potensi terbaik mereka. Karena peran yang dimainkan oleh guru dalam membentuk masa depan pendidikan dan kebutuhan mendesak untuk memasukkan perspektif mereka ke dalam kebijakan pendidikan dan proses pengambilan keputusan di tengah karut-marut persoalan guru.
Bagaimanapun peran guru sangat penting dalam kehidupan. Ia merupakan ujung tombak pembentukan SDM yang berkualitas. Ia menentukan nasib generasi penerus negeri untuk menjadi pemenang atau pecundang. Profil Indonesia pada masa depan tergambar pada kualitas para guru saat ini. Guru yang berkualitas akan mencetak generasi emas. Sayang, fakta guru di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya. Saat ini para guru dihadapkan pada karut-marut berbagai persoalan, di antaranya yaitu:
Rendahnya tingkat kesejahteraan. Gaji guru di Indonesia sangat rendah. BPS mencatat, rata-rata penduduk yang bekerja di bidang pendidikan mendapat gaji 2,8 juta per bulan. Berdasarkan data Jobstreet, rata-rata gaji guru di Indonesia adalah Rp2,4 juta per bulan. Ini termasuk sangat rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang mencapai Rp11,9 juta per bulan. Gaji guru honorer di Indonesia lebih rendah lagi bahkan terkategori tidak manusiawi. Sebagian guru honorer hanya mendapatkan gaji Rp250.000 per bulan.
Berkebalikan dengan gaji yang rendah, tekanan hidup yang dialami para guru justru sangat tinggi. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara menyebabkan guru harus mengeluarkan banyak biaya untuk hidup. Mulai dari kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal, transportasi, pendidikan untuk anak, kesehatan keluarga, dan lainnya. Harga-harga barang terus melonjak, sedangkan gaji tetap. Akibatnya, sebagian guru terpaksa melakukan kerja sampingan, misalnya mengojek, mengajar les privat, menjadi petugas SPBU, bahkan mengumpulkan sampah. Dengan impitan ekonomi seperti ini, guru tidak bisa fokus dan optimal dalam mendidik murid-muridnya.
Di dalam sistem kapitalisme saat ini, guru tidak dihargai. Guru tidak dipandang sebagai pendidik generasi penerus, tetapi hanya sebagai faktor produksi yang melakukan tindakan teknis demi memenuhi target produksi. Dunia pendidikan minim nilai ruhiah dan justru didominasi nilai materi. Akibatnya, penghormatan murid terhadap guru juga makin terkikis.
Belum lagi masalah Kurikulum yang membingungkan dan menjauhkan anak dari perilaku terpuji. Sistem pendidikan hari ini mengadopsi asas sekularisme dan nilai-nilai liberalisme yang melahirkan kurikulum yang tidak sesuai dengan jati diri siswa sebagai muslim. Akibatnya, lahirlah generasi berkepribadian pecah (split personality). Mereka muslim, tetapi sekuler dan liberal. Perilakunya jauh dari akhlak mulia. Pergaulannya bebas hingga berujung zina dan aborsi. Banyak dari mereka juga terlibat kekerasan dan kriminalitas. Kurikulum yang ada juga gagal mencerdaskan murid sehingga kualitas akademiknya terkategori rendah. Tentu perilaku ini menjadi beban berat bagi para guru.
Tata kehidupan sekuler memengaruhi jati diri guru sehingga kehilangan profil diri pendidik. Mereka bergaya hidup sekuler dan liberal. Bahkan ada guru yang tega melakukan tindakan buruk pada siswa berupa kekerasan fisik maupun seksual hingga memakan korban jiwa. Tampak bahwa karut-marut persoalan seputar guru tersebut bersifat sistemis, bukan hanya kasus personal individual. Oleh karenanya, kita butuh solusi sistemis untuk menyelesaikan persoalan yang guru hadapi secara tuntas hingga terwujud guru yang berkualitas dan selanjutnya menghasilkan generasi cerdas bertakwa.
Islam sangat menghormati dan memuliakan guru. Sistem pendidikan Islam mampu menghasilkan guru yang berkualitas, berkepribadian Islam, memiliki kemampuan terbaik, dan mampu mendidik muridnya dengan baik. Dari sisi sikap, Islam memerintahkan murid untuk takzim kepada guru dengan menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur. Tidak hanya murid, negara juga memuliakan guru dengan memosisikannya sebagai pendidik yang harus dimuliakan. Negara yang berlandaskan Islam menghargai jasa para guru dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus umat dengan memberikan gaji yang tinggi.
Dalam Islam, guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pendidik generasi umat Islam. Corak peradaban Islam ditentukan oleh para guru. Oleh karenanya, para guru haruslah orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik. Rasulullah ﷺ bersabda tentang profil guru, “Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan berilmu. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak.” (HR Bukhari).***
Wallahu a’lam bisshowab