Bekasi, Rasilnews – Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy mengkritisi kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Selain karena hitung-hitungan biaya pokok produksi yang tidak transparan, kenaikan harga BBM ini menurut Noorsy adalah wujud dari hukum besi kebijakan publik.
“Selain tidak transparan, ini juga sebagai hukum besi kebijakan publik, yang artinya masyarakat tidak bisa melakukan apa-apa,” kata Noorsy dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim 720 AM, Cibubur, Bekasi, edisi Senin (5/9).
Sebagai informasi, istilah “hukum besi” dibawa oleh politikus dan penulis asal Jerman, Robert Michels. Hukum besi (ironlaw) merupakan julukan untuk segala kebijakan yang berpatok atau berpihak pada kepentingan partai dan elit politik.
Sebelumnya, Noorsy juga menyinggung soal pernyataan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji yang dianggap melarang SPBU Vivo menjual BBM kadar Ron 98 dengan harga lebih murah dibandingkan Pertalite milik Pertamina.
“Yang baru adalah kemarin Dirjen Migas melarang Vivo menjual seharga Rp 8.900 karena tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan asing. Itu nggak boleh begitu, itu nggak fair. Anda mau memberlakukan mekanisme pasar tapi anda melarang berlaku mekanisme pasar,” tegas Noorsy.
Diketahui, Tutuka Ariadji sebelumnya menuturkan bahwa Vivo akan segera menyesuaikan harga BBM di Indonesia karena penyesuaian yang dilakukan pemerintah pada Pertalite milik Pertamina.
“Nanti mereka menyesuaikan lah, harganya berapa tetap dari mereka. Tapi mereka akan menyesuaikan dengan kondisi saat ini,” tuturnya, dikutip dari CNN Indonesia.
Menurut Noorsy, dalam pernyataan Dirjen Migas itu terdapat perintah agar Vivo menaikkan harga BBM kadar Ron 98.
“Di situ ada perintah agar Vivo menaikkan harga sama seperti di Pertamina. Ini malah menggambarkan tidak transparannya hitung hitungan biaya pokok produksi,” ujarnya.
Ia juga menduga, anggaran untuk BBM bersubsidi ini akan dialihkan untuk membangun IKN Nusantara. “Sebelumnya, pekan lalu di Rasil (Radio Silaturahim) juga saya sudah sebut, akan ada pengalihan alokasi anggaran ke IKN,” kata Noorsy.
Senada dengan dugaan itu, Politikus Partai Demokrat, Andi Arief menyatakan, pengalihan subsidi yang digemborkan pemerintah merupakan eufemisme dari upaya mengambil modal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mestinya dinikmati rakyat. Ia mencurigai pengalihan subsidi ini untuk membangun proyek-proyek mercusuar seperti Ibu Kota Negara (IKN), alih-alih mensejahterakan rakyat.
“Argumentasi bahwa BBM dialihkan subsidi karena dinikmati orang-orang kaya itu argumentasi bohong, fiksi,” kata Andi melalui keterangannya, Sabtu (3/9).