Eks Penasihat KPK Jelaskan Tujuan WTP di Balik Kasus Suap Ade Yasin
Cibubur, Rasilnews – Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menyoroti kasus suap pengurusan laporan keuangan Pemkab tahun anggaran 2021 yang menjerat Bupati Bogor, Ade Yasin. Ade Yasin diduga melakukan suap demi meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Abdullah mengatakan, predikat WTP ini selalu dicita-citakan oleh para bupati, gubernur, DPRD, hingga presiden. Pasalnya, penghargaan WTP bukan sekadar menunjukkan kinerja baik dan berprestasi, namun juga menjadi jalan agar bisa maju di periode kedua.
“WTP ini tidak hanya untuk menunjukkan kinerja mereka berprestasi tapi sebagai investasi untuk periode kedua,” ujar Abdullah dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim 720 AM, Jumat (29/4).
Ia menjelaskan, para pejabat politik ini jika hanya menjabat satu periode saja, maka belum cukup untuk meraih keuntungan. Sebab, agar bisa dicalonkan oleh partai politik, mereka memerlukan biaya yang amat mahal atau biasa disebut “Uang Perahu” sebagai tarif berlayar di kompetisi Pilkada, Pilpres, Pemilu dan sebagainya. Bahkan, untuk bisa mencalonkan diri sebagai DPRD di Kalimantan Barat, butuh sekitar Rp 800 Miliar.
“Jadi ketika terpilih, pertama yang mereka lakukan adalah mengumpulkan uang untuk bisa mengganti biaya yang keluar waktu Pilkada, waktu Pemilu,” kata Abdullah.
Sementara untuk bisa lanjut ke periode kedua, sambungnya, para pejabat politik harus mengantongi kepercayaan masyarakat. Maka tak heran, Bupati Bogor Ade Yasin rela membayar Rp 1,9 Miliar untuk “membeli” status WTP agar bisa menjadi bukti bahwa ia berprestasi dan layak diberikan kesempatan satu periode lagi.
Abdullah menyebut kasus ini sebagai political corruption. “Itu yang disebut political corruption, korupsi yang dilakukan melalui kebijakan peraturan Undang-undang Pilkada, Pilpres, dan lainnya,” jelas Abdullah.
Diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut bahwa Bupati Bogor Ade Yasin menyuap para auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar) agar Kabupaten Bogor menerima predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, Kamis (28/4).
Menurut Abdullah, untuk mencegah kasus seperti ini, seharusnya di setiap instansi harus memiliki inspektorat yang melakukan pemeriksaan internal tentang penggunaan anggaran di setiap instansi, baik di desa, kecamatan, kabupaten hingga tingkat kementerian.
“Sekarang persoalannya adalah WTP melibatkan instansi lain yaitu dalam konteks ini ialah BPK, semerawutnya pengelolaan pemerintahan dan lembaga-lembaga negara kita. BPK itu ekternal auditor, ini kekeliruan yang terjadi dalam ketatanegaraan kita, seharusnya setiap instansi ada inspektorat yang melakukan pemeriksaan internal tentang penggunaan anggaran di setiap instansi, baik di desa, kecamatan, hingga kementerian,” jelas Abdullah.