Selasa, 2 Shafar 1446 H/ 6 Agustus 2024
Artikel Republika.co.id
Kerusuhan akhir pekan lalu memunculkan kembali sorotan terhadap hubungan negara Inggris dengan Muslim. Ternyata, kerajaan itu sempat dua kali hampir berubah sepenuhnya menjadi kerajaan Muslim pada masa lalu. Pada musim semi tahun 1168, Henry II, Raja Inggris, menulis surat kepada Paus Alexander III. Meskipun korespondensi antara raja dan Paus merupakan hal yang biasa, surat ini terkenal karena ancamannya. Henry saat itu mengancam akan masuk Islam.
Merujuk BBC History Magazine, bukan hal yang aneh bagi Henry untuk melontarkan ancaman. Ancaman-ancaman itu sangat penting dalam persenjataan kekuasaannya. Tapi ancaman kali ini berbeda. Sejak 1097, tentara salib Eropa telah memerangi kekuatan Islam di Timur Tengah dan dengan gigih mempertahankan penaklukan mereka: kerajaan Yerusalem, kerajaan Antiokhia, wilayah Edessa dan Tripoli. Umat Islam dipandang sebagai musuh umat Kristen.
Selain itu, Henry bukan sekadar Raja Inggris: ia juga merupakan Adipati Normandia dan Aquitaine, penguasa sebagian besar wilayah Prancis. Salah satu orang paling berkuasa di dunia, ia menguasai wilayah mulai dari perbatasan Skotlandia hingga Timur Tengah. Jika Henry serius, dampaknya terhadap Eropa pada abad ke-12 akan sangat besar. Henry akrab dengan Islam. Dia diyakini telah mempelajari karya Petrus Alfonsi, dokter kakeknya Henry I, yang menulis kisah paling awal yang kredibel tentang Nabi Muhammad.
Selain Islam, Henry juga mengembangkan kekagumannya terhadap pembelajaran bahasa Arab sejak usia dini. Dia menerima pendidikan luar biasa dari para sarjana yang ahli dalam pengetahuan ‘baru’ yang berkembang pesat di Sisilia, Spanyol, dan Timur Tengah. Kebangkitan itu dipicu oleh penemuan kembali para pemikir klasik Yunani dan Roma melalui para ilmuwan Muslim. Ilmuwan Islam juga menyumbang tradisi intelektualnya yang kaya dalam astronomi, kedokteran, musik, arsitektur dan matematika.
Ketertarikan Henry berlanjut hingga dewasa. Dia menyambut para cendekiawan dari Arab ke istananya. Dia cukup tahu tentang pembelajaran bahasa Arab untuk meminta teks khusus dari diplomat yang melakukan perjalanan ke Sisilia dan kerajaan Yerusalem. Dan Henry sangat mengagumi seni Islam sehingga ketika dia membangun sebuah istana di Woodstock, dia meniru istana kerajaan Norman di Sisilia, dengan air mancur dan halaman yang penuh dengan motif Arab, tetapi telah dihancurkan. Bagaimanapun, pada akhirnya ancaman Henry untuk masuk Islam tak pernah terwujud. Padahal, jika ia melakukan hal tersebut, membuat semua yang berada di bawah kekuasaan Inggris harus jadi Muslim.
Saat kedua Inggris hampir menjadi kerajaan Islam adalah pada tahun 1212. Hal ini merujuk kesaksian biarawan St Albans, Matthew Paris (1200-1259), dalam bukunya Chronica Majora. Paris menuliskan bukti-bukti kuat bahwa Raja John dari Inggris (memerintah 1199-1216) pada 1212 mengirimkan duta besar kepada penguasa Spanyol bagian selatan dan Afrika bagian utara, yaitu Khalifah Almohad al-Nāṣir. Utusan tersebut mengajukan tawaran dari John kepada khalifah untuk meninggalkan agama Kristen dan berpindah agama kepada Islam. Paris mengaku pernah mendengar hal tersebut dari salah satu utusan dari London.
kala itu, John, berada di bawah tekanan setelah pertengkaran dengan Paus Innosensius III menyebabkan Inggris ditempatkan di bawah larangan, yang melarang segala bentuk ibadah dan praktik keagamaan lainnya. John sendiri dikucilkan, sebagian negara memberontak dan ada ancaman invasi Perancis. Dalam keputusasaan, John mengirim utusan ke al-Nâsir untuk meminta bantuannya. Sebagai imbalannya, John menawarkan untuk masuk Islam, menjadikan negara itu berada di bawah kekuasaan khalifah dan mengubah Inggris menjadi negara Muslim. Di antara delegasi tersebut adalah Master Robert, seorang pendeta dari London. Al-Nâsir dikatakan sangat muak dengan permohonan John yang merendahkan sehingga dia menyuruh utusannya pergi.
Sikap raja-raja tersebut terhadap Islam bisa jadi menurun pada keturunan mereka, raja Charles III yang kini menjadi kepala monarki. Raja Charles III sudah menunjukkan penghargaan pada Islam jauh sebelum ia menjadi raja September tahun lalu. Pada 1990-an, Charles menyatakan bahwa ia ingin dikenal sebagai “Defender of Faith” yang artinya “Pembela Iman” dengan konotasi keyakinan secara umum. Hal itu sebuah perubahan kecil nan sangat simbolis dari gelar tradisional raja Inggris sebagai “Defender of the Faith” yang lebih khusus merujuk pada aliran Kristen Anglikan yang merupakan agama resmi kerajaan.
Charles telah menjadi pelindung Pusat Studi Islam Oxford selama 30 tahun, memberikan dukungan kepada Nizami dalam upaya membangun pusat akademis untuk mempelajari semua aspek dunia Islam, termasuk sejarah, ilmu pengetahuan dan sastra, serta agama. Selama tahun-tahun tersebut, pusat studi ini berubah dari bangunan kayu yang tidak mencolok menjadi sebuah kompleks yang memiliki perpustakaan sendiri, fasilitas konferensi, dan masjid lengkap dengan kubah dan menara.
Wallahua’lam bish-shawab