Oleh Agus Rahardjo, Jurnalis Republika
MANTAN menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membuat heboh jagat politik dan hukum di Indonesia. Pengakuannya yang menyebut ada info putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sistem pemilu sukses membuat seluruh mata masyarakat Indonesia kini tertuju ke MK.
Dalam pernyataannya, Denny mengaku mendapat informasi bahwa MK memutuskan untuk mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup. Artinya, MK mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan sejumlah pihak terkait penggunaan sistem proporsional terbuka.
Perkara nomor 114/PUU-XX/2022 ini diajukan enam pihak dengan menguji materi pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Mereka yakni, Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). Demas Brian diketahui adalah pengurus PDI Perjuangan. Sementara, Yuwono Pintadi disebut mantan politikus Partai Nasdem.
Dalam pernyataannya, Denny menyebut putusan MK kembali ke proporsional tertutup. Namun, perbedaan pendapat dari para hakim konstitusi. Berdasarkan pengakuan Denny, dirinya mendapat informasi ada tiga dissenting opinion terhadap putusan MK ini. Enam hakim konstitusi mengabulkan gugatan terhadap sistem proporsional tertutup, sementara tiga hakim berbeda pendapat.
Pernyataan Denny ini sukses membuat para pihak ‘turun tangan’. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD bahkan mengeluarkan statemen bernada ‘mengancam’ pada Denny. Dengan dalih membocorkan rahasia negara, Denny bisa dipolisikan.
Bukan hanya Mahfud, MK, Istana Presiden, partai politik, hingga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut mengomentari pernyataan Denny. Seluruh mata sukses dibuat Denny menuju ke arah para hakim konstitusi. Meskipun, MK sendiri mengaku belum ada sidang pengambilan kesimpulan atas gugatan sistem proporsional terbuka. Kesimpulan dari para pihak baru diserahkan pada Rabu lalu.
Menurut penulis, Denny sukses memanfaatkan momentum putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK untuk mengarahkan mata masyarakat ke para hakim MK. Momentum putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK ini seolah menjadi penambah keyakinan bahwa informasi yang diterima dan disampaikan Denny Indrayana benar adanya. Informasi dan argumen yang dijelaskan Denny seolah masuk akal.
Bukan hanya soal putusan sistem pemilu, tetapi Denny juga mengungkit soal Mahkamah Agung (MA) yang akan memutus pengajuan peninjauan kembali (PK) Kepala Staf Presiden Moeldoko soal kepengurusan Partai Demokrat.
Sederet informasi yang diklaim berdasarkan sumber yang sangat dipercaya kredibilitasnya oleh Denny Indrayana ini, seolah ingin mengatakan, mereka para hakim MK harus diawasi lebih ketat. Jika demikian, Denny sudah cukup sukses menjatuhkan ‘beban’ untuk para hakim konstitusi.
Jika akhirnya nanti, MK memang memutuskan mengabulkan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka, barangkali masyarakat akan menggumam “Bener kan, memang MK sekarang kontroversi’ atau ‘Luar biasa Denny yang bisa membongkar kontroversi hakim MK’.
Ataupun jika MK tak mengabulkan gugatan sistem proporsional terbuka, dan Pemilu 2024 tetap menerapkan sistem proporsional terbuka, Denny tetap dianggap protagonis bagi masyarakat dan antagonis di hadapan rezim. Kini, yang menjadi pertanyaan adalah nasib Denny setelah ini. Sebab, ancaman pemidanaan ternyata bukan sekadar ancaman.
Sehari setelah Denny mengeluarkan statemen soal putusan MK ini, sudah ada pihak yang melaporkannya ke Polda Metro Jaya. Tidak sampai disitu, Mahfud juga memastikan memberi informasi kepada Denny di MK bakal dicari.
Jadi, kita tunggu saja babak selanjutnya alur cerita yang dimunculkan Denny Indrayana ini.
Sebagai masyarakat dan orang awam, kita jadi paham kemana mengarahkan pandangan mulai saat ini dan ke depan. Setidaknya, hingga MK benar-benar mengeluarkan putusan terkait gugatan uji materi sistem proporsional terbuka.
Wallahu A’lamu Bishshawab