Batam, Rasilnews – Sedikitnya enam warga ditangkap dan puluhan lainnya mengalami luka-luka serius menyusul bentrokan dengan aparat karena menolak relokasi di kawasan Pulau Rempang, Batam, Kamis (7/9/2023).
Bentrok antara masyarakat dan pasukan keamanan gabungan Korps Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia (TNI-AL) dan Polri itu, juga mengakibatkan beberapa anak-anak sekolah dasar dilarikan ke posko-posko medis lantaran terkena serangan gas air mata.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Zenzi Suhadi dalam siaran pers menerangkan, bentrokan antara warga dan aparat gabungan tersebut, berawal dari aksi penolakan relokasi dan penggusuran terhadap kelompok masyarakat adat Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang.
Para warga selama ini, lanjut Zenzi, menolak Program Strategis Nasional Kawasan Rempang Eco-City di tanah adat Melayu Tua yang sudah menetap sejak 1834.
Program nasional tersebut, dinilai mengancam keberadaan ribuan anggota masyarakat adat dari 16 suku Melayu Tua di kawasan tersebut, yang akan digusur paksa.
“Hari ini (siang tadi), sekitar jam 10, aparat keamanan memicu bentrokan dengan memaksa masuk untuk melakukan pemasangan patok tata batas dan cipta kondisi,” kata Zenzi.
Walhi bersama 78 Lembaga Bantuan Hukum Indonesia selama ini melakukan pendampingan terhadap warga yang menjadi target penggusuran atas proyek nasional tersebut.
Zenzi mengatakan, aksi pasukan gabungan yang menerobos masuk kawasan warga tersebut, dituding sebetulnya untuk melakukan penggusuran paksa para warga.
“Karena sedari awal tujuannya adalah untuk menggusur paksa warga dari tanah adatnya, maka kegiatan tersebut mendapat penolakan dari warga. Kegiatan tersebut merupakan pemantik bentrokan berdarah yang mengakibatkan paling tidak enam orang warga ditangkap dan puluhan warga mengalami luka-luka karena diserang, dan anak-anak sekolah mengalami luka-luka akibat gas air mata,” jelasnya.
“Peristiwa bentrokan berdarah ini, merupakan tanggung jawab pimpin BP Batam, Kapolda Kepulauan Riau, Kapolrestabes Barelang, Komandan Palinglam TNI AL-Batam,” sambung Zenzi.
Tokoh Masyarakat Kepulauan Riau Azlaini Agus, dalam siaran pers tersebut, juga menegaskan agar Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memecat otoritas tertinggi Korps Angkatan Laut yang turut terlibat dalam mengerahkan pasukan militer ke wilayah bentrok tersebut.
Ia juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, juga memecat Kapolda Riau bersama Kapolrestabes Barelang yang menjadi komandan utama dalam upaya penyerangan terhadap warga di Pulau Rempang tersebut.
“Tindakan aparat kepolisian, BP Batam, TNI-AL yang memaksa masuk ke wilayah masyarakat ada Pulau Rempang, dan berusaha melakukan penggusuran adalah pengabaian terhadap konstitusi, dan merupakan pelanggaran hak asasi. Presiden harus segera memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk mencopot anggotanya yang melakukan pembiaran atas bentrokan dengan masyarakat biasa tersebut,” kata Aznalini Agus.
Atas nama 16 Suku Masyarakat Adat Melayu Tua di Pulau Rempang, Azlaini Agus mendesak Presiden Joko Widodo (Jokow) untuk mengevaluasi dan menghentikan proyek nasional Rempang Eco-City di Palau Rempang.
Pulau Rempang di Batam, dijadikan target pemerintahan Presiden Jokowi untuk proyek nasional Rempang Eco-City.
Mengutip laman resmi Walhi, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan kepada BP Batam, pemerintah secara tegas mengindikasikan niatnya untuk menghidupkan kembali konsep domein verklaring (negaraisasi tanah). Prinsip ini mengartikan bahwa tanah dianggap sebagai kepemilikan negara, yang pada gilirannya memungkinkan pemerintah atau entitas yang berada di bawah otoritasnya, seperti BP Batam, untuk dengan mudah mengakuisisi tanah yang sebelumnya dimiliki oleh masyarakat. Padahal, prinsip ini telah ditiadakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Oleh karena itu, lanjut Walhi, klaim BP Batam terhadap Hak Pengelolaan Lahan (HPL) sesungguhnya tidak memiliki status yang setara dengan hak atas tanah seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diakui oleh UUPA.
Berbicara di Jakarta, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo i memastikan Badan Pengusahaan (BP) Batam sudah menyiapkan ganti rugi bagi warga di Pulau Rempang, Batam, terkait rencana pengembangan kawasan tersebut.
“Tentunya langkah-langkah yang dilaksanakan oleh BP Batam sudah sesuai berjalan, mulai dari musyawarah, mempersiapkan relokasi, termasuk ganti rugi kepada masyarakat yang mungkin telah menggunakan lahan atau tanah di Rempang,” kata Sigit dalam jumpa pers di pelataran Kantor Panglima TNI, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Sigit menegaskan bahwa penyelesaian konflik tersebut diselesaikan melalui musyawarah mufakat antara pihak-pihak terkait.
“Namun demikian, tentunya upaya musyawarah, upaya sosialisasi penyelesaian dengan musyawarah mufakat menjadi prioritas, sehingga kemudian masalah di Batam, di Rempang itu bisa diselesaikan,” tutup Sigit.***