DALAM dunia politik negeri ini masih kita jumpai para pejabat atau para politisi yang bermuka dua. Politikus bermuka dua ini seolah-olah berusaha mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat, tetapi sebenarnya mereka hanya melakukan pencitraan yang menguntungkan kepentingan partainya. Satu contoh, mereka seakan hadir sebagai penyelamat demokrasi dengan mendukung Pemilu Presiden 2024 untuk mengakomodasi aspirasi rakyat. Padahal kenyataannya, mereka melakukan drama yang bertujuan Pemilu Presiden ditunda. Belum lagi contoh-contoh lainnya.
Dalam politik, komitmen kepada rakyat adalah hal utama. Memainkan politik muka dua seperti yang dilakoni politikus sejatinya sama saja dengan bentuk kemunafikan politik. Kemunafikan selalu menumbuhkan sikap politik yang plin-plan dan mencla-mencle. Bahkan, dalam bertindak pun tidak segan-segan menempuh penghalalan segala cara untuk semata-mata kepentingan diri dan kelompoknya.
Rakyat wajib waspada dan menjauhi politisi dan partai politik yang bermuka dua. Karena, permainan politik semacam itu adalah kejam. Kekejaman politik bermuka dua adalah menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan untuk menumbuhkan harapan dan citra positif di mata rakyat. Rakyat harus menghukum partai politik dan politisi seperti itu untuk tidak dipilih lagi dalam pemilu yang akan datang.
Terlebih lagi, secara etika dan teori politik, kemunafikan politik sangatlah dibenci. Ilmuwan politik dari University of Cambridge, David Runciman, dalam bukunya ‘Political Hypocricy: The Mask of Power, from Hobbes to Orwell and Beyond’ menjelaskan, politik muka dua merupakan cermin kemunafikan politisi. Di atas panggung politik, para politisi berpura-pura memainkan peran yang sama sekali bukan dirinya.
Di luar panggung politik, kepandaian mereka menampilkan lebih dari satu wajah menimbulkan potensi tidak dapat dipercaya. Mereka hanya menunjukkan wajah kebaikan yang diharapkan, sering bukan wajah yang sesungguhnya, untuk mendapatkan tepuk tangan meriah pendukung dan meredam pengkritiknya. Usaha memainkan peran seperti itu, menurut Runciman, adalah kemunafikan yang menyuguhkan penipuan.
Salah satu peringatan keras baginda Rasulullah ﷺ adalah agar kita berhati-hati dengan satu bentuk perilaku manusia yang bersifat ganda dengan bermuka dua. Karakter ganda itu tidak jarang justru saling berlawanan. Imam Masjid New York Shamsi Ali menyebut dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ mengingatkan: “Seburuk-buruk manusia di hari akhirat nanti adalah manusia yang berwajah dua (dzulwajhaeni)”.
Hadits ini menyampaikan bahwa di akhirat nanti ada sekelompok orang yang akan memilki dua wajah. Penampakan dua wajah ini sendiri merupakan penampakan yang buruk. Sehingga wujudnya merupakan bagian dari hinaan sebagai bagian dari adzab Allah SWT. “Dzulwajhaeni atau orang yang berwajah dua adalah orang yang di satu sisi menampakkan menampakkan wajah tertentu. Namun pada sisi lain orang tersebut menampakkan wajah yang berbeda.
Dalam kehidupan sosial pun, karakter seperti ini banyak ditemukan. Tentu banyak faktor yang menjadikan seseorang berkarakter demikian. Satu yang terpenting dan dominan adalah karena faktor dunia dengan segala tekanannya. Situasi seperti ini dapat terjadi kepada siapa saja. Bahkan termasuk kepada mereka yang memiliki gelar-gelar keagamaan. Karena sesungguhnya hati manusia tidak terdefinisikan oleh gelar-gelar itu. Tidak juga oleh penampakan luarnya. Bahkan dalam dunia maya sekalipun. Seringkali kita dibombardir dengan postingan-postingan seolah orang itu paling zuhud, paling sholeh. Namun kenyataan di lapangan berkata lain.
Pepatah lama ada udang di balik batu seringkali ditampilkan tanpa malu-malu. Hilangnya rasa malu itu tidak jarang mengedepankan (cover) yang seolah indah dan menawan. Ada yang terbuai dan ada pula yang memang menjadikannya tempat bertengger untuk ambisi tertentu. Berdasar pada Alquran Surat Al-Baqarah ayat 14, orang yang bermuka dua termasuk sifat orang munafik. Apabila mereka bertemu dengan orang yang beriman mereka berkata kami beriman, tapi apabila mereka bertemu dengan syeitan-syeitan mereka, mereka mengatakan kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.
Jauhilah sifat bermuka dua. Jauhilah sifat munafik dalam diri kita. Semoga kita bisa terselamatkan dari sifat bermuka dua ini.
Wallaahu a’lam bisshawaab