Bekasi, Rasilnews – Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menilai eksekusi mati Ferdy Sambo sangat berpotensi batal dilakukan. Ia mempertimbangkan adanya proses Peninjauan Kembali (PK) sebelum dieksekusi.
Hal itu ia sampaikan dalam wawancara Topik Berita di Radio Silaturahim (Rasil) 720 AM, Cibubur, Bekasi pada Jumat pagi (17/2/2023).
Menurut Abdullah, seharusnya hakim menyebutkan batasan waktu keluarnya hasil PK sehingga diketahui secara jelas kapan dilaksanakan eksekusi terhadap Ferdy Sambo.
“Seharusnya disebutkan sekian tahun, satu atau dua tahun. Jika tidak, bisa diskenariokan karena akan ada Peninjauan Kembali (PK) bisa sampai lima atau 10 tahun baru keluar keputusan PK,” ujar narasumber tetap Rasil setiap Jumat pagi itu.
Abdullah mengatakan, adanya waktu tunggu hasil PK yang relatif panjang itu menjadi celah bagi Ferdy Sambo untuk bisa mendapatkan pengurangan hukuman, dari vonis mati menjadi penjara seumur hidup.
“Dalam waktu yang relatif panjang itu bisa saja terjadi perubahan sistem atau yang lainnya, di PK itu bisa berubah menjadi penjara seumur hidup,” kata Abdullah.
Ia mencurigai bahwa dalam masa tunggu hasil PK itu, Sambo bisa saja menggunakan kekayaannya untuk menggerakkan gengnya sehingga hukumannya diringankan.
“Dari vonis mati, menjadi seumur hidup, lalu jadi 20 tahun penjara,” ujarnya.
Apalagi, kata Abdullah, tidak ada batasan jumlah PK. Sehingga peninjauan ulang kasus Ferdy Sambo bisa dilakukan berkali-kali.
“Tidak adanya batasan jumlah PK, ini menjadi kelemahan sistem hukum kita,” ungkapnya.
Meski begitu, Abdullah tetap mengapresiasi keputusan hakim yang menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo sebagai dalang dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Saya respek dengan keputusan hakim, tapi lain kalau ada orang-orang seperti Sambo harus disebutkan dalam hukuman terkait pelaksanaannya, paling tidak setahun, dua tahun,” kata Abdullah.
Sementara itu, Hakim nonaktif sekaligus Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Albertina Ho mengatakan, eksekusi Ferdy Sambo masih jauh waktunya untuk bisa terealisasi.
“Wah kalau dikatakan itu (eksekusi), proses ini masih sangat jauh, masih jauh, masih saya katakan masih lama, lama sekali, banding, kasasi, masih ada lagi Peninjauan Kembali (PK) dan beberapa kali PK itu bisa diajukan,” ucap Albertina Ho di program Rosi KOMPAS TV, Kamis (16/2/2023) malam.
Albertina juga menyampaikan adanya peluang meringankan bagi Ferdy Sambo yang divonis mati jika KUHP baru diterapkan.
Dalam KUHP disebutkan, terpidana yang divonis mati jika berkelakukan baik maka besar peluangnya untuk mendapatkan keringanan hukuman.
“Kalau kita membaca di Pasal 3, seinget saya di Pasal 3, itu jelas disebutkan di situ bahwa untuk putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kemudian sudah berlaku peraturan undang-undang yang baru karena ada perubahan peraturan kepada terpidana ini akan berlaku yang meringankan,” kata Albertina
Albertina mengatakan, hukuman mati bagi Ferdy Sambo bisa saja terjadi apabila dieksekusi sebelum berlakunya KUHP yang baru.
Namun faktanya, antrean hukuman mati itu panjang ada yang hingga 10 tahun belum juga dieksekusi.
“Di Nusakambangan itu banyak, saya pernah tugas di PN Cilacap di Lapas Nusakambangan itu kan termasuk wilayah kami untuk melakukan pengawasan dan pengamatan, banyak yang sudah 10 tahun belum dieksekusi,” ujar Albertina Ho.
Sebagaimana diketahui, Majelis Hakim telah membacakan vonis terhadap para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Vonis tertinggi dijatuhkan hakim terhadap mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, yakni hukuman mati, dan vonis terendah dijatuhkan ke Bharada Richard Eliezer, yakni 1,5 tahun penjara.
Sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak Senin (13/2/2023).