Bekasi, RasilNews — Dalam dialog Topik Berita Radio Silaturahim, Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, mengatakan bahwa Ketua KPK Firli Bahuri melanggar kode etik. Sebelumnya, Firli tidak mendatangi panggilan dari pemeriksaan Dewas (Dewan Pengawas) KPK, Jumat, 27 Oktober 2023 lalu dengan alasan yang tidak jelas. Diketahui bahwa, Dewan Pengawas memberhentikan Firli karena sudah kali ketiga melanggar kode etik.
Menurut Abdullah Hehamahua, selama menjabat sebagai Ketua KPK banyak pelanggaran yang dilakukan Firli, baik kode etik maupun pidana. Diantaranya yaitu pertama, pada kasus gratifikasi peminjaman helikopter oleh Ketua KPK, Firli Bahuri. Kedua, pada kasus Firli bertemu langsung dengan Gubernur Papua. Ketiga, pada kasus Firli bertemu dengan Syahrul Yasin Limpo.
Abdullah menegaskan, Dewas (Dewan Pengawas) memiliki otoritas dan kode etik itu bukan perihal benar atau salah melainkan perihal pantas atau tidak pantas.
“Dewas (Dewan Pengawas) itu mempunyai otoritas tidak perlu lihat putusan pengadilan atau tidak karena etik itu bukan soal benar salah, kalau benar salah itu kan soal hukum jadi kalau benar lolos salah masuk penjara tapi kalau etik pantas atau tidak pantas, patut atau tidak patut. Jadi ketika dia ketemu dengan penyelengan Negara saja itu sudah melanggar kode etik KPK, baik ditempat umum maupun tempat tersembunyi”, tegas Abdullah.
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) di KPK, Firli harus diberhentikan. Dengan begitu maka Dewas (Dewan Pengawas) harus mengajukan kepada Presiden untuk memberhentikan secara permanen terlepas dari putusan di pengadilan akan dihukum atau tidak, tetapi berdasarkan ketentuan kode etik di KPK, Firli sudah harus diberhentikan secara permanen
Namun, berdasarkan peraturan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), yang memiliki kewenangan untuk memberhentikan sementara seorang pimpinan atau penyidik KPK jika mereka telah menjadi tersangka dalam suatu kasus adalah Presiden.
Dalam kasus Firli ini, Abdullah menjelaskan bahwa “Yang berwenang memberhentikam KPK itu adalah Presiden. Jadi kalau dalam Undang-Undang KPK, kalau sudah tersangka maka terbit Keppres, memberhentikan sementara, nanti keputusan pengadilan yang sudah bersifat tetap baru kemudian diberhentikan total. Kalau ternyata pengadilan membebaskan dia, baru dikembalikan lagi ke KPK”,ujarnya.