Pemilu sebetulnya hanyalah ‘alat’ dalam tujuan mewujudkan cita-cita nasional yakni masyarakat adil dan makmur.
Jakarta, Rasilnews – Sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia sudah menyelenggarakan 12 kali pemilu termasuk memilih presiden. Begitu juga dengan hampir semua anggota DPR RI, didaur-ulang dalam hajatan demokrasi lima tahun sekali.
Pengamat politik Assoc. Prof.Dr. TB. Massa Djafar mengatakan pemilu yang sudah berulangkali digelar belum mendekati esensi demokrasi yakni tata kelola kekuasaan turut menghadirkan kesetaraan bagi seluruh rakyat secara ekonomi, politik, dan sosial budaya.
“Artinya, pemilu sebetulnya hanyalah ‘alat’ dalam tujuan mewujudkan cita-cita nasional yakni masyarakat adil dan makmur,” Ujarnya seperti dikutip dari KBA News, Rabu (29/11)
Menurut Djafar, pemilu bukan sekadar rutinitas rakyat mencoblos lima tahun sekali. Pemilu juga bukan sekadar gonta-ganti pemimpin. Namun, kata dia, lebih dari itu semua, pemilu seharusnya menjadi sarana partisipasi rakyat untuk menunjuk kekuasaan politik yang siap memperjuangkan cita-cita masyarakat adil dan makmur.
“Rakyat itu baru bisa dikatakan bermartabat apabila sudah terbebaskan dari kemiskinan, pembodohan, kelaparan, penyakit, dan rasa takut.”
Tahun depan, tambah dia, bangsa ini kembali diperhadapkan dengan momentum pemilu, yakni Pemilu 2024. Dan, sudah terpilih tiga Calon presiden-Wakil presiden dengan nomor urut 1 adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau AMIN, nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Dosen Pasca Sarjana Universitas Nasional (Unas) ini melanjutkan dari ketiga pasangan Calon presiden tersebut hanya Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang mengusung jargon ‘Perubahan’. Itu artinya, Pemilu 2024 momentum untuk melakukan perubahan mendasar. Kenapa muncul jargon Perubahan? Karena semakin meluasnya ketidakpuasan rakyat terhadap keadaan sekarang.
Kata Djafar, semangat inilah yang diperjuangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar berjuang bersama-sama rakyat untuk melakukan perubahan ke arah lebih baik lagi.
“Rakyat tidak puas dengan tata kelola ekonomi kita yang sudah menganut sistem ekonomi neoliberalisme, sangat memihak pemilik modal dengan mengeksploitasi dan memarginalkan rakyat banyak. Rakyat tidak puas dengan kehidupan politik kita yang sudah tidak lagi punya moral melakukan apa saja dengan berbagai cara. Disesaki dengan politisi korup dan anti-rakyat.”
“Rakyat juga tidak puas dengan kepemimpinan nasional kita saat ini yang tidak serius memperjuangkan kepentingan bangsa dan seluruh rakyat di hadapan pihak asing. Negara sudah dikuasai oligarki,” sambung Djafar.
Selain itu, lanjutnya, ada ketidakpuasan dari rakyat terhadap penyelenggaraan pemilu yang gagal melahirkan model kekuasaan politik yang bisa mendatangkan masyarakat adil dan makmur terutama mereka yang termarginalkan yang tidak puas dengan keadaan sekarang berharap bahwa momentum Pemilu 2024 bukan sekadar ganti presiden.
Djafar menambahkan bukan juga sekadar mengganti wajah-wajah yang akan menghiasai para wakil rakyat di parlemen. Namun, ada hal yang paling mendasar yang perlu diganti yakni haluan kebijakan ekonomi dan politik. Pemerintah kita sekarang ini sudah menganut paham ekonomi neoliberal, mutlak harus diakhiri. Sistem politik yang bertumpu pada demokrasi liberal, yang telah menjadi lahan subur korupsi, juga harus diakhiri.
Oleh karena itu, dibutuhkan figur Capres yang benar-benar punya pemikiran visioner tentang perlunya perubahan untuk mengembalikan tata-kelola kekuasaan Republik ini sesuai cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
“Figur pemimpin seperti itu ada pada Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang saat ini berjuangan bersama rakyat mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.Tanpa dukungan dari rakyat, sulit rasanya Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar bisa memenangkan pertarungan di Pilpres 2024.
Mengenai kampanye pertama yang sudah dimulai kemarin, TB. Massa Djafar mengatakan kampanye akan jadi ujian moral bagi para kontestan, elit politik dan pemerintah, apakah berpegang teguh pada kesepakatan pemilu damai sehingga demokrasi semakin maju dan bermartabat.
Djafar menuturkan kampanye yang berlangsung harus mencerminkan semangat kompetisi yang fair dan mengedepankan kepentingan rakyat. Demokrasi yang berkualitas hanya bisa terwujud melalui proses pemilu yang adil dan bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat.
Tak hanya itu, kampanye juga akan menjadi panggung sentral untuk menunjukkan kenegarawan seseorang dengan fokus memberikan edukasi politik kepada anak-anak bangsa.
“Sebaiknya para elit politik agar menahan diri menghalalkan berbagai cara demi meraih kekuasaan, kalau sampai terjadi legitimasi moral pemilu dan politik kedepannnya nanti menjadi buruk.”
“Demokrasi bukan hanya tentang merebut kursi kekuasaan, tetapi juga tentang membangun fondasi moral dan etika politik yang kuat,” tambahnya.
Dia menyoroti moralitas dan komitmen penyelenggara pemilu, birokrasi dan aparat keamanan dalam menjamin netralitas. Jangan sampai ada dugaan dari masyarakat bahwa mereka tidak netral.
“Kemarahan rakyat terhadap pemilu yang tidak netral bisa menjadi cermin bahwa negara atau wasit tidak adil, berpihak, bahkan ikut serta dalam memenangkan salah satu pasangan calon. Diperlukan transparansi dan keadilan dalam penyelenggaraan pemilu,” tukas Djaffar.
Sebagai informasi, sebelumnya Komisi pemilihan Umum (KPU) RI menggelar Deklarasi Pemilu Damai, Minggu, 27 November 2023, yang dihadiri langsung oleh tiga pasangan Capres-Cawapres yakni, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau pasangan AMIN, kemudian Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ketua KPU RI, Hasim Asyari mengatakan Deklarasi Pemilu Damai berisi komitmen peserta pemilu untuk menciptakan kompetisi yang sehat, mengedepankan promosi kandidat dengan cara-cara yang baik dan tidak boleh saling menjatuhkan.
Deklarasi Pemilu Damai ini menghasilkan tiga poin kesepakatan bersama yang menjadi panduan untuk kegiatan kampanye para kontestan pemilu, yakni:
Pemilu harus berlangsung jujur, adil, rahasia dan jujur.
Kampanye pemilu harus berjalan damai, tertib, berintegritas, tanpa politik uang dan tanpa politik SARA.
Kampanye pemilu akan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang (UU) yang berlaku.
Kampanye pemilu akan berlangsung mulai 28 November-10 Februari 2024. Kemudian 13-14 Februari, memasuki masa tenang, di mana semua aktivitas kampanye dihentikan.
Pada 14-15 Februari, proses pemungutan dan perhitungan suara akan dilaksanakan, sebagai tahap terakhir dalam rangka menentukan pemenang dalam kontestasi.