SEKITAR tahun 2013, tim redaksi Rasil pernah mewawancarai mantan kiper Timnas Indonesia era Orde Lama, Maulwi Saelan di kediamannya daerah Kemang Jakarta.
Masyarakat negeri ini mengenal Maulwi Saelan yang wafat pada 2016 silam sebagai sosok saksi sejarah ketika Timnas Indonesia mendapat perintah langsung dari Presiden Sukarno untuk menolak bertanding melawan Timnas Israel. Maulwi Saelan dan tim kala itu berjuang di Kualifikasi Piala Dunia 1958.
Dalam penuturannya, Indonesia yang tergabung di Sub-Grup 1 bersama Republik Rakyat China dan Taiwan lolos ke babak selanjutnya. Di fase tersebut Timnas asuhan pelatih Toni Pogacnik hanya bertemu RRC, lantaran Taiwan memutuskan mundur.
Indonesia menghadapi China tiga kali di bulan Mei-Juni 1957. Timnas menang 2-0 di Jakarta, tumbang 3-4 di Beijing, serta imbang 0-0 dalam laga yang berlangsung di Myanmar. Maulwi Saelan dan kawan kawan lolos berkat jumlah produktivitas gol.
Pada putaran kedua kualifikasi, Indonesia tergabung dengan Sudan, Mesir dan Israel. Di Subgrup 2, Israel mendapat jatah lolos ke babak pertama usai Turki yang menjadi lawannya mengundurkan diri karena menolak berlaga di zona Afrika dan Asia. Sementara, di Subgrup 3, Mesir menang WO usai Siprus undur diri karena tak mendapat visa dari pemerintah Britania. Di fase inilah, langkah Skuad Garuda terhenti akibat sikap politik negara. Indonesia menolak kehadiran skuad asuhan Moshe Varon itu di Indonesia. Israel sebelumnya meminta leg pertama digelar di Tel Aviv pada 31 Juli dan leg kedua di Jakarta pada 18 Agustus, tapi permintaan itu tidak dilayani.
Indonesia yang secara politik sedang getol-getolnya mengumandangkan perlawanan terhadap neokolonialisme, menganggap Israel sebagai penjajah rakyat Palestina. Dan, karena itu, mereka menolak bertanding di Israel. Timnas Indonesia pun memilih mundur dengan menolak bermain melawan Israel. Maulwi Saelan, mengatakan keputusan itu diambil menyusul adanya perintah langsung dari presiden Sukarno.
“Itu sama saja mengakui Israel. Kami nurut dan enggak jadi berangkat,” ucap Maulwi.
FIFA kemudian memutuskan Israel menang WO sehingga berhak melaju ke babak ketiga. Di babak ketiga ini, jadilah Sudan bertemu Israel.
Akan tetapi, Sudan memilih mengikuti langkah Indonesia, dengan menolak bertanding melawan Israel karena boikot Liga Arab. Israel pun melaju ke babak selanjutnya. Namun, FIFA enggan melihat Israel melangkah ke putaran final Piala Dunia 1958 tanpa menendang bola sekali pun. Alhasil, FIFA memutuskan Israel dipertemukan dengan Wales yang berada di posisi sembilan klasemen Kualifikasi Piala Dunia 1958 zona Eropa.
Kini, setelah 65 tahun berlalu, Israel dipastikan bakal bertamu ke Indonesia. Hal itu menyusul kepastian mereka lolos ke Piala Dunia U-20 2023. Timnas Israel mewakili Eropa bersama Prancis, Inggris, dan Italia. Dan, bukan tak mungkin, akan berada satu grup dengan Indonesia di putaran final nanti yang berlangsung pada 20 Mei hingga 11 Juni mendatang.
Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali, menjamin Israel akan bermain di Piala Dunia U-20 2023. Baginya, sepak bola tak ada hubungannya dengan politik.
Cilakanya, setali tiga uang dengan Menpora, ketua PSSI yang baru saja terpilih, Erick Thohir juga memberikan jaminan keamanan bagi Timnas Israel yang akan datang ke Indonesia untuk Piala Dunia U-20. Ia menyebut negara menjamin kedatangan siapa pun yang bermain di Indonesia sesuai kontrak sebagai tuan rumah.
Memang Erick saat ini jadi salah satu panitia penyelenggara Piala Dunia U-20 sesuai Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2020. Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali jadi Ketua Panitia, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono jadi ketua bidang sarana, dan Erick jadi panitia bidang prestasi. Pantas saja!
Banyak kalangan negeri ini yang menolak kedatangan Timnas Israel ke Indonesia untuk ikut bermain di Piala Dunia U-20. Prinsip dasar menolak Israel adalah sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina sebab penjajahan yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina masih berlangsung sampai saat ini. Israel tidak menghiraukan hukum internasional bahkan Hak Asasi Manusia. Mulai pencaplokan paksa Tepi Barat hingga pembangunan tembok Apartheid di Jalur Gaza.
Ketika ada pihak yang mendukung Timnas Israel datang ke Indonesia karena mereka adalah para atlet bukan orang militer yang melakukan kekerasan dan sepakbola tidak boleh dikaitkan dengan urusan politik, sungguh pemikiran yang dangkal. Karena Timnas Israel tidak bisa dilepaskan dari pendudukan terhadap Palestina dan punya kaitan langsung dengan pendudukan Israel di Palestina.
Israel Football Association memiliki hubungan erat dengan pemukiman ilegal di Tepi Barat yang awalnya adalah milik Palestina lalu dicaplok oleh Israel. Ada banyak pemain Timnas Israel yang berasal dari klub sepakbola di wilayah pendudukan Tepi Barat seperti Ariel, Giv’at Ze’ev, Ma’ale Adumim, Oranit, dan Tomer.
Rakyat Indonesia harus menyadari hal ini. Menarik jika kita simak komentar ketua Presidium MER-C, dr. Sarbini Abdul Murad yang mengatakan,
“Presiden Joko Widodo sebagai pelanjut ideologi Bung Karno, dalam hal rencana kedatangan Timnas Israel U-20 ke Indonesia untuk ajang Piala Dunia U-20 akan diuji apakah pelanjut Bung Karno sejati atau hanya penggembira.”
Wallahu ‘alam bisshawab