Senin, 9 Jumadil Akhir 1444 H/ 2 Januari 2023
Oleh: Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Sosiologi Universitas Syiah Kuala Aceh
Tahun ini majalah TIME menobatkan Presiden Zelensky dari Ukraina sebagai Person of the Year 2022.
Apa yang menjadi catatan tentang Zelensky adalah keteguhan hatinya untuk berdiri tegak melawan agresi Rusia pada awal tahun ini. Ia adalah seorang presiden yang sama sekali tidak mempunyai latar belakang dan pengalaman militer, namun penampilan dan tindakannya laksana komandan lapangan perang Ukraina melawan Rusia.
Apa yang menarik dari Zelensky adalah transformasi dirinya dari seorang pelawak menjadi seorang pahlawan yang dimulai dengan sebuah keberanian untuk tinggal, tidak keluar dari Ibukota Kiev. Kota itu telah dikepung oleh Tank Rusia, dan serangan Bombardier udara yang tiada ampun, namun ia tetap tingal. Uluran tangan presiden Joe Biden untuk mengevakuasi Zalensky tidak dilayani, walaupun diucapkan terimakasih sekaligus minta bantuan AS dan sekutunya.
Jika Zelensky dinobatkan oleh majalah TIME sebagai tokoh tahun 2022, apakah Anwar Ibrahim juga layak mendapat julukan yang serupa, paling kurang untuk kawasan negara-negara ASEAN? Tidak ada satupun majalah atau media yang menjuluki Anwar Ibrahim sebagai tokoh tahun ini, bahkan di Malaysia sekalipun. Akan tetapi saya sendiri secara subjektif menilai Anwar layak mendapat julukan itu, paling kurang untuk kawasan ASEAN, karena ia menjadi contoh sebuah fenomena besar dalam sejarah Malaysia, dan dapat menjadi referensi negara-negara ASEAN.
Kembalinya Anwar ke panggung kekuasaan di Malaysia tidak hanya berdampak terhadap negeri itu sendiri, akan tetapi menjadi sebuah variabel penting untuk ASEAN, karena wilayah ini akan menjadi ajang perebutan pengaruh kekuatan besar dunia- AS versus Cina dalam kontestasi perebutan kawasan Indo-Pasifik. Tahun 2022, tidak banyak cerita besar yang terjadi di ASEAN yang berhubungan dengan tokoh, kecuali hantaman ekonomi akibat inflasi dan resesi ekonomi global akibat Covid-19 yang berlanjut dengan dampak dari perang Ukraina.
Jika Anwar Ibrahim layak menjadi tokoh ASEAN tahun ini, dan bahkan dapat menjadi isnpirasi bagi banyak politis dan anak muda, apakah Anies Baswedan layak dinobatkan sebagai tokoh Indonesia 2022? Kecuali pemberitaan tentang Jokowi yang setiap hari menghiasi jagat media nasional, pemberitaan tentang Anies terhitung cukup banyak dan bahkan mengalahkan sejumlah calon presiden yang telah mulai disebut akhir akhir ini.
Menggunakan indikator mesin pencarı Google yang mungkin lebih bernuansa pendekatan pukul rata, atau bisa saja disebut tidak objektif, Anies menjadi berbeda dari yang lain. Ketika nama-nama capres diketik pada Google, maka kisaran entri yang keluar adalah, Anies 45,3 juta, Prabowo 24,5 juta; Ganjar 20 juta, Ridwan Kamil 18,2 juta dan Puan Maharani 4,5 juta. Ketika nama Cawapres diketik maka urutan entrinya menurut Google adalah AHY 19,7 juta, Erick Thohir 9,52 juta, Khofifah 7,54 juta dan Muhaimain 4,08 juta.
Tanpa angka pun, sebenarnya Anies layak disebut sebagai tokoh tahun ini. Karena ia memang menjadi perdebatan nasional yang tiada henti, baik yang menyebutnya sebagai bahaya bahkan ancaman Indonesia masa depan, ataupun penyelamat Indonesia masa depan. Perdebatan Anies yang pada awalnya lebih berasosiasi dengan pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017, segera setelah itu terjungkit ke level nasional. Ia dianggap berbeda dari hampir seluruh gubernur yang tidak berani mengatakan “tidak” dengan cara sopan terhadap kebijakan pemerintah pusat. Segera saja dia menjadi alternatif atau bahkan antitesis terhadap model kepemimpinan dan pendekatan Prisiden Jokowi.
Kecurigaan publik tentang ada kekuatan lain yang terkait dengan pemerintahan, terutama aliansi antara oligarki dengan kekuasaan terlihat dengan kasat mata ketika Anies membatalkan reklamasi teluk Jakarta. Ia membuktikan dirinya tak salah ketika berbagai perangkat hukum yang ada membuktikan keputusannya itu benar. Pemerintah pusat melalui beberapa Menteri segera menunjukkan ucapan dan bahasa tubuh yang dilihat oleh publik sebagai refleksi ketidaksenangan terhadap Anies.
Ketokohan Anies untuk tahun 2022 segera tersimpulkan ketika ia mengakhiri masa jabatnnya dengan selamat, di tengah berbagai hambatan struktural yang dihadapinya, baik secara politik maupun pemerintahan. Adalah penting menggunakan kata selamat, karena ia harus berjuang sendiri, tanpa ada “beking” yang kuat dari pemerintah pusat. Hanya karena ia mampu membangun koalisi dengan sebagian partai yang tidak mendukungnya dalam pilgub DKI, membuat ia selamat dari berbagai upaya pelemahannya yang diprakarsai oleh fraksi PDI Perjangan dan partai PSI di Jakarta.
Apa yang mejadi variabel yang berkontribusi besar terhadap ketokohan Anies pada tahun 2022 adalah sikap rendah hati, kesantunan, dan senyumnya yang tak pernah lepas baik terhadap pujian maupun cacian yang dialamatkan kepadanya. Anies kemudian menjadi contoh bagaimana sebuah interaksi persuasif dan tidak reaktif adalah kunci untuk mendapatkan simpati, dan bahkan dapat merobah lawan menjadi kawan.
Politik dan kepemimpinan Anies adalah sebuah kombinasi yang sangat sarat dengan sebuah formula unik yang mengedepankan prinsip dan “soft power”. Ia mempunyai keyakinan pada visi dan misinya, dan ia juga mengerjakan apa yang diyakininya dengan cara yang sangat sopan dan persuasif, bahkan ketika ia dicerca dan dimusuhi sekalipun. Publik Jakarta mungkin ingat sekali dengan karakter Ahok yang marah 24 jam dibandingkan dengan Anies yang senyum 24 jam. Dengan senyum itu pula sejumlah prestasi penting dicapainya, dan bahkan diakui secara internasional.
Salah satu poin penting yang membuat Anies layak disebut sebagai tokoh 2022 adalah terjawabnya teka-teki tentang ketidaksukaan presdien Jokowi terhadap Anies. Pada awalnya observasi itu samar-samar, namun kini semakin nampak.
Wallahu A’lam Bish-shawab