Jakarta, Rasilnews – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih menuai perdebatan dari berbagai pihak. Namun DPR RI dan pemerintah tetap mengesahkan rancangan undang-undang tersebut menjadi UU KUHP dalam rapat Paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Jakarta pada Selasa (6/12).
Dengan demikian beleid hukum pidana terbaru itu akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
“Kami menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat Paripurna hari ini, melansir CNN Indonesia.
Seluruh peserta sidang pun menjawab setuju. Lalu, Sufmi Dasco mengetukkan palu sebagai tanda sahnya RKUHP jadi undang-undang. Selanjutnya, KUHP terbaru itu diserahkan ke pemerintah untuk diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan diberi nomor untuk masuk ke dalam lembar negara.
Sebanyak 285 dari total 575 anggota DPR absen dalam rapat pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Paripurna ke-11 masa siang II tahun 2022-2023, Selasa (2/12).
Rapat paripurna pengesahan RKUHP hanya dihadiri secara fisik oleh 18 orang anggota dewan dari semua fraksi. Sisanya, 108 orang hadir secara virtual dan 164 orang izin.
“Rapat Paripurna DPR RI hari ini telah ditandatangani oleh hadir fisik 18 orang, virtual 108 orang, izin 164 orang,” kata Sufmi Dasco Ahmad.
“Jadi total ada 290 orang dari 575 anggota DPR RI dan dihadiri oleh anggota dari seluruh fraksi yang ada di DPR RI,” ujarnya melanjutkan.
Meski hanya dihadiri 18 anggota dewan secara fisik, Dasco menyatakan rapat telah menunjukkan kuota forum alias kuorum.
Rapat itu akhirnya mengesahkan RKUHP sebagai UU setelah disetujui di tingkat pertama yakni di Komisi III pada Kamis (24/11) lalu.
Sebagai informasi, paripurna untuk pengesahan RKUHP terus tertunda sejak mendekati akhir masa bakti DPR periode 2014-2019. RKUHP lalu ‘dikebut’ meskipun masih banyak pasal yang dinilai publik bermasalah atau kontroversial.
Sejumlah kalangan publik dari mulai jurnalis, praktisi hukum, hingga aktivis HAM dan mahasiswa melihat materi dalam draf RKUHP masih kacau dan memuat pasal-pasal bermasalah.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dianggap bermasalah. Dia mengatakan ada sejumlah pasal yang dapat mengancam kebebasan berpendapat.
Dikutip dari situs YLBHI, berikut 10 pasal yang dianggap bermasalah di RUKHP:
1. Aturan terkait Living Law
2. Pidana mati
3. Perampasan aset untuk denda individu
4. Penghinaan presiden
5. Penghinaan lembaga
6. Contempt of Court
7. Unjuk rasa tanpa pemberitahuan
8. Edukasi kesehatan reproduksi atau kontrasepsi
9. Penyebaran Marxisme, Leninisme, serta paham lain yang bertentangan dengan Pancasila
10. tindak pidana terkait agama