Bekasi, Rasilnews – Dosen Universitas Negeri (UNJ) Jakarta, Ubedillah Badrun [epic_block_1 ]mengatakan, 60 persen koruptor merupakan kalangan politisi dan pejabat. Ia menyebut, hal itu merupakan pernyataan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“KPK pun menyebutkan, koruptor itu 60 persen dari politisi dan pejabat,” kata Ubedillah dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim 720 AM Cibubur, Bekasi edisi Kamis (27/10).
Diketahui sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebutkan hal serupa. “Jika ditotal, lebih dari 60 persen kasus korupsi yang ditangani KPK adalah korupsi politik. Atau, dilakukan bersama-sama aktor politik tersebut,” ungkap Febri, pada Selasa (29/1).
Ubedillah mengatakan, korupsi di ranah politik adalah kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Istilah ini pun sudah sering disebutkan oleh para akademisi, KPK, bahkan presiden bahwa memang benar korupsi di Indonesia telah memasuki tahap yang disebut extraordinary crime.
“Itu artinya betapa luar biasanya korupsi terjadi di Indonesia. Lalu saya konsen dengan soal itu karena saya sedih dan merenung tentang masa depan republik ini,” ujar Analis sosial politik itu.
24 tahun lalu, kata Ubedillah, Indonesia begitu semangat memberantas korupsi. Kemudian pada 2003, KPK dibentuk untuk mewujudkan mimpi itu. Tetapi faktanya korupsi masih merajalela. Ubedillah mengaku prihatin dan menyatakan ‘perang’ untuk segala bentuk praktik korupsi.
“Kita punya mimpi, 20 tahun ke depan Indonesia adalah bangsa yang anti korupsi yang rezimnya mampu membuat negara ini maju, ada efisiensi dan efektivitas anggaran yang dibelanjakan. Tapi nyatanya korupsi masih merajalela. Ini yang membuat saya menyatakan perang terhadap praktik korupsi,” ucap Ubedillah.
Sebelumnya, Ubedillah yang menyebut angka korupsi di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir mencapai Rp 300 triliun. Pernyataan itu pun kemudian menjadi sorotan publik.
Ubedillah menjelaskan, KPK telah mengungkapkan bahwa di Indonesia saat ini, setiap tahun kurang lebih 10 persen dari APBN berpotensi untuk dikorupsi.
“Kalau APBN Rp 2500 triliun berarti yang dikorupsi sekitar Rp 250 triliun. Kalau lima persen saja, itu angkanya bisa Rp 100 triliun per tahun. Itu satu tahun, kalau lima tahun Rp 500 triliun. Jadi kalau saya menyebut angka Rp 300 triliun, itu angka yang moderat sebenarnya. Ini berdasarkan otak atik data ya, biar masyarakat tahu kalau ini analisis kuat dan datanya kuat,” jelas aktivis gerakan mahasiswa itu.
“Apalagi kalau kita juga cek data dari KPK, ternyata dari pengadaan jasa yang terjadi dari pemerintahan pusat hingga daerah, itu dikorupsi 35 persen. Dengan demikian, bisa jadi lebih dari angka yang saya ungkapkan di media itu,” sambung Ubedillah.
Praktik korupsi ini, kata dia, tentu merugikan masa depan Republik Indonesia dan mengganggu pembangunan sumber daya manusia. Padahal, angka triliunan rupiah itu, seharusnya bisa melahirkan ribuan profesor di negeri ini.
“Jadi kita mengalami satu kerugian yang besar pada sumber sumber daya manusia. Anak-anak SD, SMP, SMA yang mereka seharusnya bisa menjadi profesor dengan beasiswa dari ratusan triliun itu, kan jadi nggak. Bisa ribuan profesor yang dilahirkan dari uang ratusan triliun itu, menunjang sarana pra sarana, bahkan teknologi,” kata Ubedillah.