Bekasi, Rasilnews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang atau turun 0,34 juta orang dari data September 2021 yang sebanyak 26,50 juta orang. Tetapi Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy meragukan validasi data tersebut.
“Suerveinya harus dipertanyakan tingkat validitasnya,” kata Noorsy dalam wawancara eksklusif Topik Berita Radio Silaturahim 720 AM, Selasa (19/7).
Dia mengatakan, BPS hanya melakukan surevi dan tidak melakukan sensus. Data dari survei tersebut, menurut Noorsy, membawa pesan politik yang menunjukkan seolah kebijakan pemerintah berhasil mengentaskan kemiskinan. Padahal secara bersamaan, lanjutnya, daya beli masyarakat menurun akibat melonjaknya harga pangan dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Dia (BPS) tidak melakukan sensus, tapi melakukan survei. Ia ingin mengatakan bahwa data kemiskinan turun itu, pesan yang disampaikan BPS secara politik adalah kebijakan kebijakan pemerintah itu efektif menurunkan kemiskinan padahal pada saat yang sama dilihat terjadi penurunan daya beli,” ujarnya.
Noorsy bahkan menyebut ada kebohongan statistik yang dilakukan oleh BPS, ” How to lie with statistik kelihatannya menjadi semacam fenomena,” sambungnya.
Kemudian, ia menilai BPS telah kehilangan kepercayaan karena sering kali memberikan data yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Kan sudah lama apa yang disampaikan BPS itu berbeda dengan fakta lapangan, sehingga orang cenderung tidak percaya dan karena itu beberapa lembaga asing tidak menggunakan data BPS, mereka melakukan analisis sendiri,” ungkap Noorsy.
Mantan anggota DPR/MPR (1997-1999) itu mengatakan, data-data yang disodorkan BPS tidak bisa dipercaya karena data tersebut tidak dapat dikonfirmasi, diverifikasi, dan divalidasi.
“Tapi kita tidak punya data tandingan, sehingga secara akademik jika tidak ada data tandingan, mau tidak mau data yang disodorkan kita terima. Tapi data yang kelihatannya akademik ini harus dikonfirmasi, diverifikasi, dan divalidasi,” ujarnya.