Kasyaf, Jurnal Populer Ekonomi Islam, Dorong Pemikiran Inklusif di Indonesia

Depok, Rasilnews — Sejak diluncurkan oleh Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (UNPAD), jurnal Kasyaf terus berkembang menjadi platform inklusif yang menyuarakan pemikiran ekonomi Islam. Menargetkan kalangan akademisi, praktisi, serta masyarakat luas, Kasyaf kini hadir sebagai media yang memfasilitasi komunikasi antara kampus dan umat.

Menurut Dr. Saeful Rahman Soenaria, Founder Kasyaf, Dosen Tetap PNS UNPAD, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Departemen Akuntansi Univ Padjajaran Bandung mengatakan bahwa Kasyaf bertujuan menjadi jembatan gagasan antara umat dan kampus. “Kasyaf itu saya maksudkan pertama sebagai media komunikasi antara umat, bangsa, dan kampus,” ujarnya.

Dirinya juga menabahkan bahwa Jurnal Kasyaf bisa menjadi media yang proaktif, bukan reaktif, untuk mendukung kebangkitan umat Islam dengan pendekatan paradigma dan metodologi Islam.

Sejak pertama kali diterbitkan, Kasyaf telah mencapai tujuh volume dan tetap mempertahankan misinya sebagai jurnal gratis dan terbuka untuk semua kalangan. “Kami tidak pernah menjual Kasyaf. Tujuan kami agar jurnal ini inklusif, bisa diakses semua orang,” ujarnya.

Pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Think Tank Walikota Bandung, Kasyaf, menurutnya berupaya menyumbangkan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini. Ia menyebutkan tiga masalah besar, diantaranya: ketimpangan sosial yang akut, ketergantungan tinggi terhadap asing, dan budaya korupsi. “Kasyaf menawarkan visi keadilan untuk mengatasi ketimpangan, visi kemandirian untuk mengurangi ketergantungan asing, dan visi kebudayaan untuk menghadapi korupsi,” paparnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, di balik terbentuknya Kasyaf, terdapat perjalanan Dr. Saeful yang pada 2018 ditugaskan untuk mengaktifkan kembali Pusat Studi Ekonomi Islam UNPAD, yang sempat pasif. Meskipun jurnal akademik diakui penting, Dr. Saeful merasa perlu adanya media yang bisa menjembatani pemikiran akademik dengan masyarakat luas. “Saya punya teman profesor di fakultas kedokteran, misalnya, yang tidak bisa mengakses jurnal akuntansi saya. Apalagi masyarakat umum,” ungkapnya.

Kasyaf dirancang bukan sekadar untuk menjadi jurnal akademik eksklusif, tetapi juga populer dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Dr. Saeful menambahkan, umat Islam sering kali hanya berperan sebagai “pendorong mobil mogok” dalam peristiwa-peristiwa penting seperti Proklamasi, tahun 1965, hingga Reformasi 1998. “Salah satu kelemahan umat Islam adalah kurangnya think tank yang terstruktur. Saya berharap MUI atau lembaga-lembaga besar lainnya di Indonesia memiliki think tank yang kuat,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *